tag:blogger.com,1999:blog-47900550893436618702024-03-13T19:42:50.596-07:00BLOG GALERI KEDIRIAjang kreasi, tukar informasi,
serta aktualisasi diri
Arek-Arek kediriyudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.comBlogger22125tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-92194881079847590412008-07-14T07:11:00.002-07:002008-07-14T07:13:08.116-07:00Kalau ada empat, kenapa musti satu?Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok pasca kenaikan harga BBM nampaknya sudah bukan hal yang aneh lagi. Bahkan sebelum harga BBM resmi naik, harga-harga sudah mulai naik mendahului. Tentu saja hal ini membawa konsekuensi yang tidak sedikit pada anggaran rumah tangga setiap orang. Otomatis pengeluaran akan bertambah, sementara penghasilan….? nampaknya diam di tempat tak bergerak. <p>Lalu bagaimana mengatasinya? Dalam keadaan defisit, selalu ada dua jalan keluar. Cara pertama yaitu dengan mengurangi pengeluaran atau melakukan penghematan, dan cara kedua yaitu dengan menambah penghasilannya. Atau jika keduanya dilakukan sekaligus akan lebih baik lagi.</p> <p>Berhemat adalah cara yang cukup efektif dalam jangka pendek. Tapi hemat juga ada batasnya, lagipula kenaikan harga ini sepertinya bukan cuma sekali. Maka solusi untuk jangka panjang lebih tepat adalah dengan menambah penghasilan agar tidak lebih besar pasak dari pada tiang.</p> <p>Menambah penghasilan bukan cuma berarti meminta kenaikan gaji pada atasan, atau mencari pekerjaan baru yang lebih menjanjikan. Itu memang bisa dilakukan, tapi tidak selalu berhasil pada setiap orang. Kalau menambah penghasilan dari sumber yang sudah ada sekarang dirasa sulit, maka mau tidak mau Anda harus mencari sumber pemasukan yang lain sebagai tambahan.</p> <p>Pada dasarnya, ada banyak sumber untuk mendapatkan penghasilan. Dan yang paling populer sekarang ini adalah dengan membagi sumber pemasukan menjadi 4 kelompok. Yaitu sumber pemasukan yang berasal dari bekerja sebagai Karyawan, menjadi Pekerja Mandiri, Pemilik Usaha, atau sebagai Investor. Biasanya sumber pemasukan ini dibagi kedalam kuadran (bidang empat) dan populer dengan sebutan cash flow quadrant.</p> <p>1. Bekerja Sebagai Karyawan<br />Ini adalah sumber penghasilan yang paling populer dan banyak dilakukan oleh sebagian besar masyarakat kita. Yaitu dengan menjadi karyawan yang bekerja baik itu di pabrik, perusahaan, pemerintah, maupun usaha kecil. Seorang karyawan mendapatkan penghasilan dari pekerjaannya berupa gaji yang jumlahnya tetap dan pasti. Inilah yang bagi sebagian orang menjadi faktor utama dipilihnya jalur menjadi karyawan sebagai sumber penghasilan. Selain itu, dengan menjadi karyawan juga bisa mendapatkan keamanan dan jaminan masa depan. Misalnya dengan adanya jaminan tunjangan asuransi kesehatan dan pensiun. Biasanya seorang karyawan memiliki jam kerja yang tetap setiap hari, kecuali untuk karyawan pabrik yang punya jadwal shift. Sehingga sulit rasanya untuk bisa menjadikan karyawan sebagai penghasilan tambahan jika sekarang ini sudah bekerja sebagai karyawan di perusahaan lain. Tapi kalau sekarang Anda bukan karyawan, maka tidak ada salahnya untuk menjadi karyawan sebagai side job Anda dan mendapatkan penghasilan tambahan berupa gaji bulanan.</p> <p>2. Pekerja Mandiri<br />Tidak semua orang bisa menjadi pekerja mandiri. Karena ada satu syarat mutlak untuk menjadi pekerja mandiri, yaitu keahlian khusus. Karena menjadi pekerja mandiri adalah menjual keahlian Anda pada orang lain secara freelance. Contoh dari pekerja mandiri adalah seorang dokter yang membuka praktek di rumahnya, pengacara yang menerima tugas mendampingi kliennya, seorang tukang jahit atau katering yang menerima pesanan konsumennya. Seorang pekerja mandiri tidak mendapatkan gaji bulanan seperti halnya karyawan, melainkan mendapatkan honor atau fee langsung dari konsumennya atas jasa yang dilakukannya. Jika Anda memiliki keahlian khusus yang bisa diandalkan, maka menjadi pekerja mandiri nampaknya bisa dijadikan sebagai sumber penghasilan tambahan. Mungkin selain bekerja sebagai karyawan sekarang ini, Anda bisa juga tetap menerima pesanan kue atau jahitan di luar jam kantor. Atau mungkin menerima panggilan reparasi alat elektronik di malam hari atau hari libur sehingga tidak mengganggu pekerjaan utama.</p> <p>3. Pemilik Usaha<br />Kalau karyawan adalah profesi yang paling populer dan banyak dilakukan orang, maka menjadi pemilik usaha adalah profesi yang paling banyak diinginkan orang, apapun profesinya sekarang. Percaya atau tidak, sebuah survey pernah membuktikan bahwa mayoritas responden mengatakan ingin menjadi pengusaha walaupun mereka pada saat itu kebanyakan bekerja sebagai karyawan swasta atau PNS. Yang dimaksud dengan menjadi pemilik usaha adalah mengandalkan pemasukan terutama dari hasil usaha berupa prive atau deviden, bukan dari gaji bulanan. Kalau Anda sekarang masih menjadi pimpinan di perusahaan Anda sendiri dan menerima gaji rutin setiap bulan, itu artinya Anda masih bisa dikatakan sebagai karyawan. Walaupun Anda pemilik usaha tersebut, tapi penghasilan Anda bukan sebagai pemilik usaha melainkan sebagai karyawan. Pemilik usaha yang saya maksud disini adalah seseorang yang sumber penghasilannya dari usaha yang ia miliki, bukan dari pekerjaan yang ia lakukan. Biasanya, pemilik usaha bisa memiliki banyak waktu luang karena ia hanya perlu mengontorol usahanya sewaktu-waktu saja. Ia masih punya banyak waktu luang untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan cara lain seperti bekerja sebagai karyawan di tempat lain atau menjual keahlian yang dimilikinya. Atau kalau Anda sekarang ini sebagai karyawan dan kebingungan bagaimana caranya mengembangkan dana yang dimiliki sedangkan perbankan tidak bisa menjanjikan hasil yang optimal. Bisa saja Anda membuka warung atau memodali seseorang untuk membuka usaha, lalu Anda tinggal mengontrol dan menikmati keuntungannya saja. Membuka lapangan kerja sekaligus menambah penghasilan keluarga. Dan yang populer juga sekarang ini adalah dengan usaha pemasaran langsung atau MLM, walaupun tidak membuka lapangan kerja baru, tapi bisa menambah penghasilan yang cukup lumayan.</p> <p>4. Investor<br />Ketiga sumber pemasukan di awal tadi membutuhkan banyak aktivitas fisik. Karyawan “menjual” jam kerjanya dengan gaji bulanan, begitu juga pekerja mandiri yang walaupun lebih fleksibel namun tetap saja mengandalkan aktivitas fisik untuk mendapat penghasilannya. Sedangkan pemilik usaha biasanya juga harus bekerja dulu di awalnya sebelum bisa menyerahkan pengelolaan usahanya pada orang lain. Tapi investor beda, investor lebih banyak mengandalkan kekuatan modal dan strategi dalam mengelola dan mengembangkan dana yang dimilikinya. Investor mendapatkan penghasilan tidak dari gaji bulanan, klien yang menyewa jasanya, atau konsumen yang membeli dagangannya. Ia mendapatkan penghasilan dari mengembangkan dana yang dimilikinya baik itu berupa bunga, bagi hasil, capital gain dan sebagainya. Investasi adalah sumber penghasilan tambahan yang bisa dilakukan siapa saja selama ada uang di tangannya. Karena berinevstasi tidak menyita banyak waktu dan bisa dilakukan sambil bekerja. Sementara masalah keahlian mengatur strategi bisa dikerjakan oleh sang ahli yang dibayar berdasarkan keuntungan yang didapat atau berdasarkan aset yang dikelola.</p> <p>Tapi pertanyaannya sekarang adalah, bisakah seseorang memiliki keempat sumber penghasilan ini sekaligus?</p> <p>Jawabnya, kenapa tidak? Sebagai seorang karyawan yang saat ini mengandalkan gaji bulanan, Anda bisa saja menjual keahlian yang dimiliki di luar jam kantor, dan menyisihkan sebagian penghasilan Anda selama ini untuk membuka usaha dan berinvestasi. Dengan cara ini Anda bisa memiliki 4 sumber penghasilan sekaligus.</p> <p>Keahlian apa yang bisa Anda jual, usaha apa yang cocok untuk Anda, dimana investasi yang menguntungkan. Itu urusan belakangan. Yang penting sekarang adalah jangan menutup diri Anda terhadap kemungkinan memiliki berbagai sumber penghasilan (multi source of income).</p> <p>Jangan lekas puas dan berhenti berusaha hanya karena sudah bisa bekerja sementara masih banyak orang yang menganggur, karena bekerja bukan jaminan bisa mencukupi kebutuhan hidup. Jangan juga lekas puas dan berhenti berusaha hanya karena sudah bisa memiliki usaha yang tidak banyak orang bisa melakukannya, karena usaha terkadang bisa naik dan sebaliknya juga bisa turun. Dan jangan pula lekas puas hanya karena punya investasi dimana-mana, karena tak selamanya investasi itu aman dan menguntungkan.</p> <p>Namun milikilah sebanyak-banyaknya sumber penghasilan. Karena kalau yang satu turun, masih bisa mengandalkan yang lainnya. Kalau yang satu gagal, masih ada cadangan untuk menutupinya. Kalau bisa memiliki empat sumber penghasilan sekaligus, kenapa cuma punya satu?</p> Dikutip dari: www.pembelajar.comyudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-34011243291072701692008-07-14T07:05:00.001-07:002008-07-14T07:07:43.959-07:00Jalan yang dianjurkan<div class="storycontent">Dikutip dari www.tianshiseno.multiply.com/journal <p>Akhir-akhir ini makin banyak saja orang membicarakan tentang bebas finansial. Anda tidak paham tentang bebas finansial? Ya, berarti Anda ketinggalan.</p> <p>Konsep bebas finansial mungkin sudah tua umurnya, namun seakan menjadi baru kembali ketika buku Rich Dad Poor Dad tulisan Robert Kiyosaki laris manis di pasaran. Financial freedom, itulah mantra yang dipakai untuk menyihir banyak orang agar terjun ke dunia investasi, dan juga terutama disuarakan para pemasar MLM. Mantra ini memang dahsyat, dan saya pun ikut terkena sihirnya… hehe.</p> <p>Beberapa tahun lamanya mantra bebas finansial itu memberikan suatu semangat untuk merancang kehidupan finansial yang merdeka, bebas untuk melakukan apa saja. Itu dunia yang sangat indah, dan saya yakin memang indah. Bukankah sangat indah kalau Anda bisa berkarya tanpa harus pusing mikirin duit? Bukankah sangat indah kalau Anda bisa mengerjakan sesuatu karena ingin, dan bukan karena terpaksa?</p> <p>Sampai suatu ketika istri saya bertanya, “Lah, kalau semua hal ditunda sampai bebas finansial, kapan kita menikmatinya…?”</p> <p>Saya tercenung. Iya, ya, kalau tiba-tiba saya mati di tengah perjalanan menuju bebas finansial itu, trus semuanya buat apa? Saya ingat sebuah buku yang memuat sebuah cerita tentang seorang istri yang meninggal. Sang suami begitu menyesal dan menangis saat mendapati sebuah baju sang istri di almari yang masih terlipat bagus. Dia ingat, istrinya pernah berkata bahwa baju itu dia simpan agar bisa dipakai pada acara yang istimewa. Kenyataannya sang istri meninggal, dan baju itu belum sempat dipakai! Jadi buat apa baju itu ada? Kenapa tidak dia pakai saja baju bagus itu sehari-hari. Toh selalu bisa dibeli sebuah baju baru lainnya? Pesan moral cerita itu adalah agar kita sadar untuk menikmati keindahan dunia ini saat ini juga, dan tidak menunda-nunda untuk masa yang akan datang. Ya, kalau kita sampai pada masa yang akan datang itu.</p> <p>Tentunya maksud cerita itu bukanlah kita berfoya-foya hanya untuk masa kini. Maksudnya adalah harus hidup seimbang, menikmati masa kini sekaligus mempersiapkan masa depan. Jadi, jangan terfokus hanya kepada bebas finansial.</p> <p>Karena itulah jalan yang dianjurkan adalah menapaki jalan damai finansial. Inilah jalan awal yang perlu dituju. Andai, sekali lagi andai, tiba-tiba kita meninggal, maka paling tidak kita sudah mendapatkan kedamaian, sudah punya tabungan yang lebih penting yaitu tabungan akhirat. Sejujurnya saya sering melihat bahwa banyak orang terobsesi dengan jalan bebas finansial, akibatnya hidup mereka tampaknya hanya fokus mengejar kesuksesan dunia. Tak jarang agar cepat sukses, tampak sekali ambisi yang berlebihan hingga tidak menikmati suasana di sekitarnya. Fokusnya ada di suatu saat di masa depan, sehingga seperti kehilangan masa kini. Jalan bebas finansial itu panjang. Kiyosaki sendiri memperkirakan bahwa rata-rata seseorang yang berdisiplin untuk meraih bebas finansial memerlukan waktu hingga 20 tahun! Kalau seseorang hanya fokus pada bebas finansial, boleh jadi dia kehilangan nikmatnya kehidupan sepanjang perjalanan tersebut.</p> <p>Maka inilah jalan yang dianjurkan. Target pertama adalah menjadikan diri kita mencapai kedamaian finansial. Hidup damai dengan bebas hutang dan berkontribusi kepada kehidupan. Uang dipakai sebagai sarana menikmati kehidupan yang bermakna. Tentu ini bukan perkara sepele. Menjadikan diri agar berdisiplin bebas dari hutang memerlukan sikap yang berat bagi banyak orang. Uang selalu saja terasa tidak cukup. Padahal bukan uangnya yang tidak cukup, tapi keinginannya yang melebihi kemampuan. Kalau seseorang sudah mampu mengendalikan dirinya, maka damai finansial merupakan hal yang pasti dapat diraih. Pencapaian di jalan damai finansial ditandai dengan bebas dari hutang dan kegembiraan berkontribusi bagi kehidupan.</p> <p><img src="http://bahagia.blogsome.com/images/FH_jalan.jpg" alt="jalan FH" align="middle" border="0" /></p> <p>Ukuran damai finansial adalah porsi sedekah yang cukup berarti dari penghasilan. Ini menuntut kerelaan yang tinggi. Selain itu ini juga menuntut kita untuk bebas hutang! Mengapa? Karena tidak layak bagi seseorang yang mempunyai banyak hutang untuk banyak bersedekah. Islam mengajarkan bahwa hutang harus didahulukan daripada sedekah, sehingga seorang gharim (orang yang banyak hutang kepada umum) adalah salah satu kelompok yang layak mendapat zakat fitrah!</p> <p>Lalu mereka yang banyak hutang apakah tidak perlu bersedekah? Salah juga. Dianjurkan bersedekah dalam porsi yang pantas (kecil) sebagai jalan untuk mengatasi masalah hutang itu. Loh, kok paradoks? Bersedekah dalam porsi yang pantas sebagai jalan untuk memakbulkan doa merupakan tuntunan agama pula. Yang tidak boleh adalah sedekah berlebihan, padahal masih banyak hutang.</p> <p>Seseorang perlu fokus untuk meraih damai finansial ini dahulu, baru kemudian fokus meningkatkan tingkatan pasif income. Dengan demikian jalan yang dianjurkan adalah, berusaha meraih damai finansial dan seterusnya meraih bahagia finansial. Sehingga, kalau saja tiba-tiba Anda terhenti di tengah jalan kehidupan, Anda tidak akan menyesal.</p> </div> <a href="http://bahagia.blogsome.com/category/1/" title="View all posts in Konsep" rel="nofollow">Konsep</a> - khairul @ 9:58 am<br /><br />Sumber : www.bahagia.blogsome.comyudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-56416857744081060322008-07-14T07:00:00.002-07:002008-07-14T07:04:48.945-07:00FINANSIAL HAPPINESS MODEL<div class="storycontent">Dikutip http://<a href="http://tianshiseno.multiply.com">tianshiseno.multiply.com</a>/journal <p>Mari kita mulai dengan sebuah model. Model sangat penting untuk memudahkan pemahaman.</p> <p><img src="http://bahagia.blogsome.com/images/model_FH.jpg" alt="model" /></p> <p>Model ini menunjukkan kondisi keuangan seseorang. Sumbu mendatar, menunjukkan kemampuan kendali atas uang. Ada orang yang uangnya terbatas, ada yang longgar (merdeka). Pada sumbu ini indikatornya adalah rasio kemakmuran (wealth ratio /WR). Batas kedua kondisi adalah WR>=1. Penjelasan tentang WR ini dapat dipelajari pada artikel <a rel="nofollow" href="http://sepia.blogsome.com/2005/09/16/cara-kaya-3-lompatan-kuantum-kekayaan/">Lompatan Kuantum kekayaan</a>.</p> <p>Selanjutnya sumbu vertikal adalah sumbu nilai spiritual dari uang. Indikator pada sumbu ini adalah banyaknya porsi sedekah dari kekayaan yang dimiliki (Giving Ratio/ GR). Tentang pentingnya sedekah untuk mencapai kebahagiaan dapat dipelajari pada artikel <a rel="nofollow" href="http://sepia.blogsome.com/2005/11/13/seni-bersedekah-bersedekah-membuat-kaya/">Seni Bersedekah</a>. Batas kedua kondisi adalah porsi sedekah mencapai 10% penghasilan (GR>=0.1).</p> <p>Dari model tersebut dapat digolongkan ada 4 kondisi keuangan seseorang.</p> <p>Kondisi pertama adalah mereka yang mengalami<strong> GAMANG FINANSIAL (Financial Uncertainty)</strong>, yaitu ketika uangnya pas-pasan, dan merasa sempit dalam hidup ini.</p> <p>Kondisi kedua adalah mereka yang sudah longgar keuangan dan mencapai <strong>BEBAS FINANSIAL (Financial Freedom)</strong>, yaitu mereka yang pendapatan pasif (passive income) sudah menutup biaya hidup, sehingga tidak perlu lagi pusing cari uang. Namun belum tentu orang semacam ini merasakan bahagia.</p> <p>Kondisi ketiga adalah mereka yang mencapai <strong>DAMAI FINANSIAL (Financial Peaceful)</strong>, yaitu mereka yang terbatas keuangan namun merasakan hidup yang bermakna.</p> <p>Dan kondisi keempat adalah yang mencapai <strong>BAHAGIA FINANSIAL (Financial Happiness)</strong>, yaitu memiliki keberlimpahan uang dan merasakan hidup yang bermakna secara spiritual.</p> <p>Saya yakin, kombinasi antara kemampuan menghasilkan pasif income, dan kerelaan untuk berbagi (sedekah) adalah kunci mencapai kabahagiaan finansial.</p> <p><strong>Perlu juga dicatat, bahwa boleh jadi tidak semua dari kita akan sempat mencapai Bebas Finansial, namun insya Allah semua diri kita bisa mencapai Damai Finansial.</strong></p> <p>Selanjutnya bagaimana untuk mencapai Damai Finansial, Bebas Finansial, atau Bahagia Finansial itu?</p> <p>Mari kita gunakan kerangka pikir (framework) SEPIA.</p> <p>Lima langkah SEPIA meraih kebahagiaan finansial :</p> <ol><li>benar memandang uang (SQ)</li><li>yakin penggunaan uang (AQ)</li><li>obyektif menilai uang (EQ)</li><li>cerdik mengelola uang (PQ)</li><li>pintar menghitung uang (IQ)</li></ol> <p>Dengan menggunakan 5 kecerdasan SEPIA itu kita bisa bertindak secara bijak dan cerdik untuk meraih <strong>Bahagia Finansial</strong>. </p> </div> <a href="http://bahagia.blogsome.com/category/1/" title="View all posts in Konsep" rel="nofollow">Konsep</a> - khairul @ 10:13 am<br /><br />Sumber : www.bahagia.blogsome.comyudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-77509953172430875532008-07-10T21:05:00.003-07:002008-07-10T21:10:19.533-07:00Memilih hidup sekali lagi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1RvbbcPBjDEBC0nKJuoslo4HTf8cYGEOWI-EG_NSm0kBvGWmhaOZ8_U8d117YYrFzu60ci9wtBX-UnFdbS2wzypW36aiGRwBLhSRpSN2E5gS_t6_NtM5Of7Abx7ueedICOObSuxLxjxim/s1600-h/andriewongso.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1RvbbcPBjDEBC0nKJuoslo4HTf8cYGEOWI-EG_NSm0kBvGWmhaOZ8_U8d117YYrFzu60ci9wtBX-UnFdbS2wzypW36aiGRwBLhSRpSN2E5gS_t6_NtM5Of7Abx7ueedICOObSuxLxjxim/s320/andriewongso.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5221603920694014786" /></a><br />(o/ Andrie Wongso)<br />Dikisahkan, Tuhan setiap saat mendengar keluh kesah, ketidakpuasan, dan penderitaan dari manusia ataupun dari makhluk lain ciptaan-Nya. Pada suatu ketika, Tuhan ingin sekali tahu bagaimana jika semua makhluk tersebut diberi kesempatan memilih hidup sekali lagi, ingin menjadi apakah masing-masing dari mereka? Maka, Tuhan pun bertanya kepada semua makhluk ciptaan-Nya.<br /><br />Saat itu, tikus dengan cepat menjawab, "Jika diberi kesempatan memilih, aku ingin menjadi kucing. Enak jadi kucing, dia bisa bebas merdeka berada di dapur, disediakan makanan, susu, dan dielus-elus oleh manusia."<span class="fullpost"><br /><br />Kucing pun dengan sigap menjawab, "Kalau bisa memilih, aku ingin jadi tikus. Kepandaian tikus mengelilingi lorong-lorong rumah membuat orang serumah kewalahan, dan tikus bahkan bisa mencuri makanan yang tidak bisa aku santap. Hebat sekali menjadi seekor tikus."<br /><br />Saat pertanyaan yang sama disampaikan ke ayam, ayam menjawab, "Pasti aku ingin menjadi seekor elang. Lihatlah langit di atas sana, elang tampak begitu perkasa mengepakkan sayapnya yang indah di angkasa luas, membuat semua makhluk iri, ingin menjadi seperti dirinya. Tidak seperti diriku, setiap hari mengais makanan, terkurung dan tidak memiliki kebebasan sama sekali."<br />Sebaliknya, si elang segera menjawab, "Aku mau menjadi seekor ayam. Ayam tidak perlu bersusah payah terbang kesana-kemari untuk mencari mangsa. Setiap hari sudah disediakan makanan oleh petani, diberi suntikan untuk mencegah penyakit, dan ayam begitu terlindung di dalam kandang yang nyaman, bebas dari hujan dan panas."<br /><br />Saat pertanyaan yang sama diberikan pada manusia, ternyata perempuan dan lelaki pun memberikan jawaban yang beda. Si perempuan menjawab, "Saya ingin menjadi laki-laki. Pemimpin besar dan yang hebat-hebat adanya pasti di dunia laki-laki, Menjadi perempuan sangatlah menderita, harus selalu melayani, bertarung nyawa melahirkan anak, kemudian membesarkan mereka, ini adalah pekerjaan yang sangat melelahkan."<br /><br />Kaum lelaki pun tak urung ikut menjawab, "Aku mau jadi perempuan. Halus budi bahasanya, tidak perlu bekerja keras menghidupi keluarga, selalu disayang, dilindungi dan dimanjakan. Ingat, tidak ada pahlawan yang lahir tanpa seorang perempuan, surga saja ada di bawah telapak kaki ibu atau perempuan."<br /><br />Setelah mendengar semua jawaban para mahluk ciptaan-Nya, Tuhan pun memutuskan tidak memberi kesempatan untuk memilih lagi. Maka, setiap makhluk akan kembali menjadi makhluk yang sama.<br /><br /><br />Pembaca yang berbahagia,<br /><br />Ada pepatah yang mengatakan, "Rumput tetangga selalu lebih hijau dibandingkan dengan rumput di kebun sendiri." Hal tersebut sejalan dengan kisah di atas. Memang, tak bisa dimungkiri jika manusia kadang justru lebih sering memikirkan kelebihan, kebahagiaan, dan kesuksesan orang lain. Hal ini membuat orang acap kali mengabaikan apa yang sudah dimilikinya. Tak heran, jika pikiran selalu dipenuhi dengan perasaan tersebut, maka hidup akan selalu menderita akibat terbiasa selalu membanding-bandingkan. Padahal, tahukah kita jika orang yang kita pikirkan justru mungkin berpikir sebaliknya?<br /><br />Maka, dengan mampu menerima dan bersyukur apa adanya atas apapun yang kita miliki adalah kebijaksanaan. Dan, bisa ikut berbahagia melihat kebahagiaan dan kesuksesan orang lain adalah kekayaaan mental.<br /><br />Mari, cintai apa yang kita miliki, hidup pasti akan lebih berarti. Maka, kita akan bisa menyongsong kegembiraan dan kebahagiaan sejati.<br /><br /><br />Salam sukses luar biasa!!!<br /><br />Andrie Wongso</span><br /><br /><br />|yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-51898337457986633592008-07-10T20:50:00.000-07:002008-07-10T20:52:07.215-07:00ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA KEPALA DI RUANG BEDAH F RSUD Dr. SOETOMO SURABAYAA. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala<br /> Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.<br /> Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.<br /> Berat/ringannya cedera tergantung pada :<span class="fullpost"><br />1. Lokasi yang terpengaruh :<br /> Cedera kulit.<br /> Cedera jaringan tulang.<br /> Cedera jaringan otak.<br />2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.<br /> Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)<br /> TIK dipertahankan oleh 3 komponen :<br />1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).<br />2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).<br />3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).<br /><br /><br /> Trauma kepala<br /><br /><br /><br /> Kulit Tulang kepala Jaringan otak<br /> <br /> Fraktur - Komusio<br /> Fraktur linear. - Edema<br /> Fraktur comnunited - Kontusio<br /> Fraktur depressed - Hematom<br /> Fraktur basis<br /><br /><br /><br /> TIK meningkat<br /> Gangguan kesadaran<br /> Gangguan tanda-tanda vital<br /> Kelainan neurologis<br /><br /><br /><br />B. Etiologi<br />1. Kecelakaan<br />2. Jatuh<br />3. Trauma akibat persalinan.<br /><br /><br />C. Patofisiologi<br /><br /><br />Cidera Kepala<br /><br />Cidera otak primer Cidera otak sekunder<br /><br /><br /> Kontosio<br /> Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik<br /><br /><br /> Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :<br /> Edema<br /> Hematom<br /> Metabolisme anaerobik<br /> Hipoximia<br /><br /><br />Respon biologik<br /><br /><br />Gejala :<br />1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.<br />2. Muntah proyektil.<br />3. Papil edema.<br />4. Kesadaran makin menurun.<br />5. Perubahan tipe kesadaran.<br />6. Tekanan darah menurun, bradikardia.<br />7. An isokor.<br />8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Trauma Kepala<br /><br /><br />Gangguan auto regulasi<br /><br /><br /> TIK meningkat Aliran darah otak menurun<br /><br /> Edema otak Gangguan metabolisme<br /> O2 menurun.<br /> CO2 meningkat.<br /> Asam laktat meningkat<br /><br /> Metabolik anaerobik<br /><br /><br />Tipe Trauma kepala :<br />1. Trauma kepala terbuka.<br />2. Trauma kepala tertutup.<br /><br />Trauma kepala terbuka :<br />Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :<br /> Merobek duramater -----LCS merembes.<br /> Saraf otak<br /> Jaringan otak.<br /><br />Gejala fraktur basis :<br /> Battle sign.<br /> Hemotympanum.<br /> Periorbital echymosis.<br /> Rhinorrhoe.<br /> Orthorrhoe.<br /> Brill hematom.<br /><br /><br /><br />Trauma Kepala Tertutup :<br />1. Komosio<br />2. Kontosio.<br />3. Hematom epidural.<br />4. Hematom subdural.<br />5. Hematom intrakranial.<br /><br />Komosio / gegar otak :<br /> Cidera kepala ringan<br /> Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.<br /> Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.<br /> Tanpa kerusakan otak permanen.<br /> Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.<br /> Disorientasi sementara.<br /> Tidak ada gejala sisa.<br /> MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.<br /> Tidak ada terapi khusus.<br /> Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.<br /> Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.<br /><br />Kontosio Cerebri / memar otak :<br /> Ada memar otak.<br /> Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.<br /> Gejala :<br />- Gangguan kesadaran lebih lama.<br />- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.<br />- Gejala TIK meningkat.<br />- Amnesia retrograd lebih nyata.<br /><br />Hematom Epidural :<br /> Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.<br /> Lokasi tersering temporal dan frontal.<br /> Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.<br /> Katagori talk and die.<br /> Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).<br />- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.<br /><br />Hematom Subdural :<br /> Perdarahan antara duramater dan arachnoid.<br /> Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.<br /> Akut :<br />- Gejala 24 - 48 jam.<br />- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.<br />- PTIK meningkat.<br />- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.<br /><br /> Sub Akut :<br />- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.<br /><br /> Kronis :<br />- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.<br />- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.<br />- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.<br /><br />Hematom Intrakranial :<br /> Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.<br /> Selalu diikuti oleh kontosio.<br /> Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.<br /> Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.<br /><br /><br /><br /><br />Pengaruh Trauma Kepala :<br /> Sistem pernapasan<br /> Sistem kardiovaskuler.<br /> Sistem Metabolisme.<br /><br />Sistem Pernapasan :<br />TIK meningkat<br /><br />Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis<br /><br /><br />Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.<br /><br /><br /> Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah<br /><br /><br />Meningkatkan tek, hidrostatik<br />Kebocoran cairan kapiler<br /><br /><br /> Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.<br /><br />Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :<br /> Chyne stokes.<br /> Hiperventilasi.<br /> Apneu.<br /><br />Sistem Kardivaskuler :<br /> Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.<br /> Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :<br />- Disritmia.<br />- Fibrilasi.<br />- Takikardia.<br /> Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.<br /><br />Sistem Metabolisme :<br /> Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.<br /> Dalam keadaan stress fisiologis.<br /><br />Trauma<br /><br />ADH dilepas<br /><br />Retensi Na dan air<br /><br />Out put urine menurun<br />Konsentrasi elektrolit meningkat<br /><br /> Normal kembali setelah 1 - 2 hari.<br /> Pada keadaan lain :<br /><br /> Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis<br /> Atau hipotalamus<br /><br /><br /> Penurunan ADH Diabetes Mellitus<br /><br /> Ginjal<br /><br /> Ekskresi air Dehidrasi<br /><br /><br />Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.<br /><br />Trauma<br /><br /><br />Tubuh perlu energi untuk perbaikan<br /><br /><br />Nutrisi berkurang<br /><br /> Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.<br /><br />]<br />Pengaruh Pada G.I Tract. :<br />3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.<br /><br />Lambung hiperacidi<br /><br /><br /><br /><br /><br />Hipotalamus ------ hipofisis anterior<br /><br /> Adrenal<br /> Steroid<br /><br /> Peningkatan sekresi asam lambung<br /><br /> Hiperacidi<br />Trauma<br /><br />Stress Perdarahan lambung<br /><br /><br />Katekolamin meningkat.<br /><br /><br /><br />Pengkajian<br /> Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :<br />1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.<br />2. Riwayat Kesehatan :<br />Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.<br />Riwayat penyakit dahulu :<br />Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.<br />3. Pemeriksaan Fisik :<br />Aspek Neurologis :<br />Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.<br />Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.<br />Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.<br />Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.<br />Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.<br />Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.<br />Aspek Kardiovaskuler :<br />Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.<br />Aspek sistem pernapasan :<br />Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.<br />Aspek sistem eliminasi :<br />Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.<br /><br />Glasgow Coma Scale :<br />I. Reaksi Membuka Mata.<br /> 4. Buka mata spontan.<br /> 3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.<br /> 2. Buka mata bila dirangsang nyeri.<br /> 1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.<br /><br />II. Reaksi Berbicara<br /> 4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.<br /> 3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.<br /> 2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.<br />1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.<br /><br />III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai<br /> 6. Mengikuti perintah.<br /> 5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.<br /> 4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.<br /> 3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.<br /> 2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.<br /> 1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi<br /><br />4. Pengkajian Psikologis :<br />Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.<br />Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.<br /><br /><br />5. Data spiritual :<br />Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.<br /><br />6. Pemeriksaan Diagnostik :<br />Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :<br /> X-Ray tengkorak.<br /> CT-Scan.<br /> Angiografi.<br /><br />7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :<br />Obat-obatan :<br /> Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.<br /> Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.<br /> Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.<br /> Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.<br /> Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.<br /> Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.<br /> Pembedahan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Prioritas Diagnosa Keperawatan :<br />1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).<br />2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.<br />3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.<br />4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.<br />5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.<br />6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.<br />7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.<br />8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.<br />9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.<br />10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.<br /><br />Intervensi :<br />1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.<br />R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.<br />2. Monitor GCS dan mencatatnya.<br />R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.<br />3. Memonitor tanda-tanda vital.<br />R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.<br />4. Evaluasi pupil.<br />R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.<br />5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.<br />R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.<br />6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.<br />R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.<br />7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.<br />R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.<br />8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.<br />R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.<br />9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.<br />R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.<br />10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.<br />R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.<br />11. Bantu pasien jika batuk, muntah.<br />R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.<br />12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.<br />R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.<br />13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.<br />R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.<br />Kolaborasi :<br />14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.<br />R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.<br />15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.<br />R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.<br />16. Berikan Oksigen.<br />R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.<br />17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.<br />R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.<br />18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.<br />R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.<br />19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.<br />R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.<br />20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.<br />R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.<br />21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.<br />R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br /><br /><br />Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.<br /><br />Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah. Tidak dipublikasikan.<br /><br />Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.<br /><br />Makalah Kuliah Medikal bedah PSIK FK Unair Surabaya. Tidak Dipublikasikan<br /><br />Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.<br /><br />Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.<br /><br />Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG.</span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-78795298858328037872008-07-10T20:48:00.000-07:002008-07-10T20:49:21.594-07:00STROKEBAB II<br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />A. Konsep Dasar<br />1 Pengertian<br /> Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)<span class="fullpost"><br /> Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)<br />2 Anatomi fisiologi<br />a. Otak<br /> Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)<br /> Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.<br /> Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.<br /> Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.<br /> Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)<br />b. Sirkulasi darah otak<br /> Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)<br />Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.<br /> Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris<br /><br />ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)<br /> Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)<br />3 Patofisiologi<br /> Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.<br /> Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.<br /> Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-<br /><br />fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.<br /> Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.<br /> Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.<br /> Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)<br />4 Dampak masalah<br /><br />a. Pada individu<br />1) Gangguan perfusi jaringan otak<br /> Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema otak<br />2) Gangguan mobilitas fisik<br /> Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif<br />3) Gangguan komunikasi verbal<br /> Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot wajah<br />4) Gangguan nutrisi<br /> Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun<br />5) Gangguan eliminasi uri dan alvi<br /> Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi<br />6) Ketidakmampuan perawatan diri<br /> Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot, menurunnya persepsi kognitif.<br />7) Gangguan psikologis<br /> Dapat berupa ketakutan, perasaan tidak berdaya dan putus asa.emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri,<br />8) Gangguan penglihatan<br /> Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.<br />b. Pada keluarga<br />1) Terjadi kecemasan<br />2) Masalah biaya<br />3) Gangguan dalam pekerjaan<br />B. Asuhan Keperawatan<br />1 Pengkajian<br /> Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)<br />a. Pengumpulan data<br /> Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)<br />1) Identitas klien<br /> Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.<br />2) Keluhan utama<br /> Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)<br />3) Riwayat penyakit sekarang<br /> Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat<br />mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)<br />4) Riwayat penyakit dahulu<br /> Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)<br />5) Riwayat penyakit keluarga<br /> Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)<br />6) Riwayat psikososial<br /> Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)<br />7) Pola-pola fungsi kesehatan<br />a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat<br /> Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.<br />b) Pola nutrisi dan metabolisme<br /> Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan<br />menurun, mual muntah pada fase akut.<br />c) Pola eliminasi<br /> Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.<br />d) Pola aktivitas dan latihan<br /> Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah<br />e) Pola tidur dan istirahat<br />Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot<br />f) Pola hubungan dan peran<br /> Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.<br />g) Pola persepsi dan konsep diri<br /> Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.<br />h) Pola sensori dan kognitif<br /> Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.<br />i) Pola reproduksi seksual<br /> Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.<br />j) Pola penanggulangan stress<br /> Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.<br />k) Pola tata nilai dan kepercayaan<br /> Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)<br />8) Pemeriksaan fisik<br />a) Keadaan umum<br />(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran<br />(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara<br />(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi<br />b) Pemeriksaan integumen<br />(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu<br />(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis<br />(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan<br />c) Pemeriksaan kepala dan leher<br />(1) Kepala : bentuk normocephalik<br />(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi<br />(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)<br />d) Pemeriksaan dada<br /> Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.<br />e) Pemeriksaan abdomen<br /> Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.<br />f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus<br /> Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine<br />g) Pemeriksaan ekstremitas<br /> Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.<br />h) Pemeriksaan neurologi<br />(1) Pemeriksaan nervus cranialis<br /> Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.<br />(2) Pemeriksaan motorik<br /> Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.<br />(3) Pemeriksaan sensorik<br /> Dapat terjadi hemihipestesi.<br />(4) Pemeriksaan refleks<br /> Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)<br />9) Pemeriksaan penunjang<br />a) Pemeriksaan radiologi<br />(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)<br />(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)<br />(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)<br />(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita<br />stroke. (Jusuf Misbach, 1999)<br />b) Pemeriksaan laboratorium<br />(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)<br />(2) Pemeriksaan darah rutin<br />(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)<br />(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)<br />b. Analisa data<br /> Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. (Nasrul Effendy, 1995)<br />c. Diagnosa keperawatan<br /> Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi (potensial) di mana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang<br />perawat. (Nasrul Effendy, 1995)<br /> Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah :<br />1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)<br />2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)<br />3) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)<br />4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995)<br />5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)<br />6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)<br />7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)<br />8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)<br />9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)<br />10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995)<br />2 Perencanaan<br /> Rencana asuhan keperawatan merupakan mata rantai antara penetapan kebutuhan klien dan pelaksanaan keperawatan. Dengan demikian rencana<br />asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.<br /> Rencana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan klien secara optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. (Nasrul Effendy, 1995)<br /> Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :<br />a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral<br />1) Tujuan :<br />Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal<br />2) Kriteria hasil :<br />- Klien tidak gelisah<br />- Tidak ada keluhan nyeri kepala<br />- GCS 456<br />- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)<br />3) Rencana tindakan<br />a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya<br />b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total<br />c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam<br />d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)<br />e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan<br />f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung<br />g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor<br />4) Rasional<br />a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan<br />b) Untuk mencegah perdarahan ulang<br />c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat<br />d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral<br />e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang<br />f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya<br />g) Memperbaiki sel yang masih viabel<br />b Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia<br />1) Tujuan :<br />Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya<br />2) Kriteria hasil<br />- Tidak terjadi kontraktur sendi<br />- Bertambahnya kekuatan otot<br />- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas<br />3) Rencana tindakan<br />a) Ubah posisi klien tiap 2 jam<br />b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit<br />c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit<br />d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya<br />e) Tinggikan kepala dan tangan<br />f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien<br />4) Rasional<br />a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan<br />b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan<br />c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan<br />c Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori<br />1) Tujuan :<br />Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.<br />2) Kriteria hasil :<br />- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi<br />- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa<br />- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori<br />3) Rencana tindakan<br />a) Tentukan kondisi patologis klien<br />b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian<br />c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.<br />d) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal<br />e) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.<br />f) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.<br />g) Lakukan validasi terhadap persepsi klien<br />4) Rasional<br />a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan<br />b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.<br />c) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.<br />d) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.<br />e) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.<br />f) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.<br />g) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.<br />d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak<br />1) Tujuan<br />Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal<br />2) Kriteria hasil<br />- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi<br />- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat<br />3) Rencana tindakan<br />a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat<br />b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi<br />c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”<br />d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien<br />e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi<br />f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara<br />4) Rasional<br />a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien<br />b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain<br />c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat<br />komunikasi<br />d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif<br />e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi<br />f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar<br />e Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi<br />1) Tujuan<br />Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi<br />2) Kriteria hasil<br />- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien<br />- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan<br />3) Rencana tindakan<br />a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri<br />b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh<br />c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan<br />d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya<br />e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi<br />4) Rasional<br />a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual<br />b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus<br />c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan<br />d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu<br />e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus<br />f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan<br />1) Tujuan<br />Tidak terjadi gangguan nutrisi<br />2) Kriteria hasil<br />- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan<br />- Hb dan albumin dalam batas normal<br />3) Rencana tindakan<br />a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk<br />b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan<br />c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan<br />d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu<br />e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang<br />f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air<br />g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan<br />h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan<br />i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang<br /> 4) Rasional<br />a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien<br />b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi<br />c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler<br />d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan<br />e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar<br />f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi<br />g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak<br />h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan<br />i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut<br />g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat<br />1) Tujuan<br />Klien tidak mengalami kopnstipasi<br />2) Kriteria hasil<br />- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat<br />- Konsistensi feses lunak<br />- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )<br />- Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )<br />3) Rencana tindakan<br />a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi<br />b) Auskultasi bising usus<br />c) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat<br />d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi<br />e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien<br />f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)<br />4) Rasional<br /> a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi<br />b) Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik<br />c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler<br />d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler<br />e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik<br />f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi<br />h Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama<br />1) Tujuan<br />Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit<br />2) Kriteria hasil<br />- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka<br />- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka<br />- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka<br />3) Rencana tindakan<br />a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin<br />b) Rubah posisi tiap 2 jam<br />c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol<br />d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi<br />e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi<br />f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit<br />4) Rasional<br />a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah<br />b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah<br />c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol<br />d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler<br />e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan<br />f) Mempertahankan keutuhan kulit<br />i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi<br />1) Tujuan :<br />Jalan nafas tetap efektif.<br />2) Kriteria hasil :<br />- Klien tidak sesak nafas<br />- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan<br />- Tidak retraksi otot bantu pernafasan<br />- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit<br />3) Rencana tindakan :<br />a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas<br />b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali<br />c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)<br />d) Observasi pola dan frekuensi nafas<br />e) Auskultasi suara nafas<br />f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien<br />4) Rasional :<br />a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas<br />b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan<br />c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret<br />d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas<br />e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas<br />f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru<br />j Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi<br />1) Tujuan :<br />Klien mampu mengontrol eliminasi urinya<br />2) Kriteria hasil :<br />- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia<br />- Tidak ada distensi bladder<br />3) Rencana tindakan :<br />a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering<br />b) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari<br />c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)<br />d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan<br />e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)<br />4) Rasional :<br />a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih<br />b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis<br />c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih<br />d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih<br />e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.<br />3 Pelaksanaan<br /> Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap pencanaan. (Nasrul Effendy, 1995)<br /><br />4 Evaluasi<br /> Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)</span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-21354771787913370092008-07-10T20:46:00.000-07:002008-07-10T20:47:27.043-07:00AsmaBAB II<br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />A. Konsep dasar<br /> 1. Pengertian<br />a. Asthma Bronkiale<br />Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan,(Tjen Daniel, 1991).<span class="fullpost"><br />b. Status Astmatikus<br />Status Asthmatikus merupakan serangan asthma berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan konvensional dan merupakan keadaan darurat medik ,bila tidak diatasi dengan cepat akan terjadi gagal pernafasan,(Aryanto Suwondo, karnen B. Baratawidjaja, 1995).<br />Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah<br />a. Anatomi dan fisiologi<br /> Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Lorraine M.wilson,1995).<br />Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus terminalis (N.L.G.Yasmin, 1995 dan Syaifuddin,1997).<br />Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epiotel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai 100%(Lorraine M. Wilson, 1995).<br /> Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat follikel getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak, (Syaifuddin,1997).<br /> Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke trakea di bawahnya (Syaifuddin,1997). Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka laring mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah, (Larroin M.W, 1995).<br /> Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan diantara kartilago satu dengan yang lain dihubaungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar(sel bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukusa, (Syaifuddin,1997).<br /> Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk dirangsang . Bronkus utama kanan lebih pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri. Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang,(Syaifuddin,1997).<br /> Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus,(Lorraine M. Wilson,1995).<br /> Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari paru. (Lorraine M.Wilson,1995 ).<br /> Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang tianggi ke tekanan yang rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan intra pleura dari –4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita –8mmHg. Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun –2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil sehingga udara mengalir keluar paru,(Lorraine M. Wilson,1995).<br /> Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli,(John Gibson,1995).<br /> Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masik ke jaringan melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ),bila darah teroksigenasi mencapai jaringan . Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir dari cairan jaringan kedalam darah (Lorraine M.Wilson, 1995).<br /> Fungsi sebagain pengaturan keseimbangan asam basa : pH darah yang normal berkisar 7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 – 7,45. Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun tambahnya produksi CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun akibat hiper ventilasi, (Hudak dan Gallo,1997 ).<br />b. Patofisiologi<br />Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ).<br />IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.<br />Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )<br />Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).<br />Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).<br />c. Penatalaksanaan<br />Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.<br />1. Penobatan non farmakologik<br />a) Penyuluhan<br />Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.<br />b) Menghindari faktor pencetus<br />Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.<br />c) Fisioterapi<br />Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.<br /><br /><br />2. Pengobatan farmakologik<br />a) Agonis beta<br />Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).<br />b) Metil Xantin<br />Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.<br />c) Kortikosteroid<br />Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.<br />d) Kromolin<br />Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.<br /><br /><br />e) Ketotifen<br />Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.<br />f) Iprutropioum bromide (Atroven)<br />Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.<br />(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )<br />3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus<br /> a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam<br />b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul<br />c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.<br />d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.<br />e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.<br />f) Antibiotik spektrum luas.<br />(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo Surabaya ).<br />Dampak masalah<br />a. Pada klien<br /> Penderita asthma harus merubah gaya hidup sehari-hari untuk menghindari faktor pencetus. Perubahan ini dimulai dari lingkungan hidup sanpai dengan lingkungan kerja. Pada klien dengan serangan asthma, maka terjadi penurunan nafsu makan, minum sehingga mempengarui status nutrisi klien. Dalam istirahat klien sangat terganggu sehingga dapat menyebabkan kelelahan. Adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan oksigen mempengarui toleransi dalam melakukan aktivitas, kelelahan cepat lelah dan ketidak mampuan memenuhi ADL. Klien dapat tumbuh dan berkembang menjadi rendah diri, merasa tidak mampu, berkepribadian labil,mudah tersinggung,gelisah dan cemas. Adanya keterbatasan aktifitas, klien lebih tergantung pada orang lain, terkadang klien tidak dapat berperan sesuai dengan peranya, (Antony C. 1997 ; Tjen daniel, 1991).<br />b. Pada keluarga<br /> Melihat kondisi klien dengan gejala asthma dan dirawat dirumah sakit, tentang penyebab, prognosa penyakit dan keberhasilan dari terapi, akan menimbulkan kecemasan pada keluarga. Perlunya klien dirawat dirumahsakit menimbulkan respon kehilangan pada keluarga yang ditinggalkan. Peran klien dalam keluarga sebagai sumber ekonomi akan terganggu karena klien tidak bisa masuk kerja serta perawatan dan biaya rumah sakit yang tidak sedikit akan menjadi beban bagi keluarga.<br /><br /><br /><br />B. Asuhan Keperawatan<br />Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan keperawatan dugunakan metode proses keperawatan yang meliputi:pengkajian, diagnosa keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.<br />1. Pengkajian<br />a. Pengumpulan data.<br />1) Identitas klien.<br />Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan, gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis. (Antony C, 1997; M Amin 1993; karnen B 1994).<br />2) Riwayat penyakit sekarang.<br />Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.<br />3) Riwayat penyakit dahulu.<br />Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma (Tjen Daniel, 1991)<br />4) Riwayat kesehatan keluarga.<br />Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood Alsagaf, 1993)<br />5) Riwayat spikososial<br />Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).<br />6) Pola fungsi kesehatan<br />a) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat<br />Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan asthma (Antony Crokett ;1997, Tjien Daniel ;1991, Karnen B;1994)<br />b) Pola nutrisi dan metabolisme<br />Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas yang dialami klien, (Hudak dan Gallo;1997)<br />c) Pola eliminasi<br />Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk, kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.<br />d) Pola tidur dan istirahat<br />Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien, (Antony C;1997)<br />e) Pola aktifitas dan latihan<br />Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase Induced Asthma, (Tjien Daniel;1991)<br />f) Pola hubungan dan peran<br />Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja, (Antony C, 1997)<br />g) Pola persepsi dan konsep diri<br />Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asthma meningkatkan kemungkinan serangan asthma yang berulang.<br />h) Pola sensori dan kognetif<br />Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.<br />i) Pola reproduksi seksual<br />Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.<br />j) Pola penangulangan stress<br />Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor, (Tjien Daniel;1991)<br />k) Pola tata nilai dan kepercayaan<br />Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif<br />7) Pemeriksaan fisik<br />a) Status kesehatan umum<br />Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien (Laura A. T.; 1995, Karnen B ;19983).<br />b) Integumen<br />Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1994, Laura A. Talbot; 1995).<br />c) Kepala.<br />Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.(Laura A.Talbot;1995).<br />d) Mata.<br />Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya (Laura A. Talbot ; 1995)).<br />e) Hidung<br />Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan fungsi olfaktori (Karnen B.;1994, Laura A. Talbot;1995)<br />f) Mulut dan laring<br />Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara. (Karnen B.:1994)).<br />g) Leher<br />Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan (Karnen B.;1994).<br />h) Thorak<br />(1) Inspeksi<br />Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.(Karnen B.;1994, Laura A.T.;1995).<br />(2) Palpasi.<br />Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus (Laura A.T.;1995).<br />(3) Perkusi<br />Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. (Laura A.T.;1995).<br />(4) Auskultasi.<br />Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing. (Karnen B .;1994).<br />i) Kardiovaskuler.<br />Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus, (Robert P.;1994, Laura A. T.;1995).<br />j) Abdomen.<br />Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi (Hudak dan Gallo;1997, Laura A.T.;1995).<br />k) Ekstrimitas.<br />Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena dapat merangsang serangan asthma,(Laura A.T.;1995).<br />8) Pemeriksaan penunjang.<br />a) Pemeriksaan spinometri.<br />Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma, (Karnen B;1998).<br />b) Tes provokasi brokial.<br />Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV, sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum di anggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih,(Karnen B.;1998).<br />c) Pemeriksan tes kulit.<br />Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh, (Karnen B.;1998).<br />d) Laboratorium.<br />(1) Analisa gas darah.<br />Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik,(Karnen B.;1998).<br />(2) Sputum.<br />Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel – sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik,(Arjadiono T.;1995).<br />(3) Sel eosinofil<br />Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 – 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat,(Arjadiono T.;1995).<br />(4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia<br />Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea,(Arjadiono T.;1995).<br />e) Radiologi<br />Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain, (Karnen B.;1998).<br />f) Elektrokardiogram<br />Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi – sering terjadi pada asthma.<br />b. Analisa data<br />Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.<br />2. Diagnosa Keperawatan .<br />Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status kesehatan atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya, (Lismidar ; 1992).<br />Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien status astmatikus.<br />a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme (Lindajual C.;1995).<br />b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan, (Hudak dan Gallo ;1997).<br />c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi. (Lindajual C;1995).<br />d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit,(Susan Martin Tucker;1993).<br />e. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas, (Hudak dan Gallo;1997).<br />f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan imobilisasi, (Hudak dan Gallo;1997).<br />g. Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO2 hipoksemia, emosi terfokus pada pernafasan dan apnea tidur, (Hudak dan Gallo;1997).<br />h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri saat pulang,(Susan Martin Tucker;1993).<br />3. Perencanaan<br />Setelah pengumpulan data klien, mengorganisasi data dan menetapkan diagnosis keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan . Pada tahap ini perawat membuat rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang digunakan untuk memecahkan masalah klien. Ada tiga pase pada tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas, menentukan tujuan dan merencanakan tindakan keperawatan, (Lismidar;1992).<br />Perencanaan dari diagnosis – diagnosis keperawatan diatas adalah sebagai berikut:<br />a. Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus bronkospasme.<br />1) Tujuan<br />Jalan nafas menjadi efektif.<br />2) Kriteria hasil<br />(a) menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan peningkatan pertukaran gas.<br />(b) dapat mendemontrasikan batuk efektif<br />(c) dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi<br />(d) tidak ada suara nafas tambahan<br />3) Rencana tindakan<br />(a) Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum<br />(b) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.<br />(c) Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi<br />(d) Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan<br />(e) Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi dan fibrasi dada.<br />(f) Dorong dan atau berikan perawatan mulut<br />4) Rasional<br />(a) Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi<br />(b) Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta menimbulkan frustasi<br />(c) Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.<br />(d) Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan keberhasilan<br />(e) Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.<br />(f) Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut.<br />b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada, dan kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.<br />1) Tujuan<br />Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif<br />2) Kriteria hasil<br />(a) Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada paru<br />(b) Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut<br />3) Rencana tindakan<br />(a) Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan<br />(b) Posisikan klien dada posisi semi fowler<br />(c) Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan ansietas dan ajarkan cara bernafas efektif<br />(d) Minimalkan distensi gaster<br />(e) Kaji pernafasan selama tidur<br />(f) Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea<br />4) Rasional<br />(a) Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal menunjukkan pola nafas yang tidak efektif<br />(b) Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga memberikan pengembangan pada organ paru<br />(c) Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif<br />(d) Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma<br />(e) Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif<br />(f) Rasa ragu–ragu pada klien dapat menghambat komunikasi terapeutik.<br />c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.<br />1) Tujuan<br />Asietas berkurang atau hilang.<br />2) Kriteria hasil<br />(a) Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya.<br />(b) Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.<br />(c) Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas.<br />3) Rencana tindakan.<br />(a) Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.<br />(b) Kaji kebiasaan keterampilan koping.<br />(c) Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman hati.<br />(d) Implementasikan teknik relaksasi.<br />(e) Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.<br />(f) Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.<br /><br />4) Rasional.<br />(a) Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam perencanaan tindakan selanjutnya.<br />(b) Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta menawarkan alternatif koping yang bisa di gunakan.<br />(c) Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai tujuan yang sama.<br />(d) Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan menghilangkan kecemasan<br />(e) Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk lebih kooperatif.<br />d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.<br />1) Tujuan<br />Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.<br />2) Kreteria hasil<br />(a) Frekuensi nafas 16 – 20 kali/menit<br />(b) Frekuensi nadi 60 – 120 kali/menit<br />(c) Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal<br />3) Rencana tindakan<br />(a) Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran<br />(b) Tempatkan klien pada posisi semi fowler<br />(c) Berikan terapi intravena sesuai anjuran<br />(d) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2<br />(e) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda – tanda toksisitas<br />4) Rasional<br />(a) Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien<br />(b) Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik<br />(c) Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskular untuk pemberian obat – obat darurat.<br />(d) Pemberian oksigen mengurangi beban otot – otot pernafasan<br />(e) Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi sebelumnya<br />(f) Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis<br />e. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas<br /><br />3) Tujuan<br />Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi<br />4) Kriteria hasil<br />(a) Klien menghabiskan porsi makan di rumah sakit<br />(b) Tidak terjadi penurunan berat badan<br />5) Rencana tindakan<br />(a) Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan menurun misalnya muntah dengan ditemukannya sputum yang banyak ataupun dipsnea.<br />(b) Anjurkan klien untuk oral hygiene paling sedikit satu jam sebelum makan.<br />(c) Lakukan pemeriksaan adanya suara perilstaltik usus serta palpasi untuk mengetahui adanya masa pada saluran cerna<br />(d) Berikan diit TKTP sesuai dengan ketentuan<br />(e) Bantu klien istirahat sebelum makan<br />(f) Timbang berat badan setiap hari<br />6) Rasional<br />(a) Merencanakan tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab masalah.<br />(b) Dengan perawatan mulut yang baik akan meningkatkan nafsu makan.<br />(c) Mengetahui kondisi usus dan adanya dan konstipasi.<br />(d) Memenuhi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.<br />(e) Kelelahan dapat menurunakn nafsu makan.<br />(f) Turunya berat badan mengindikasikan kebutuhan nutrisi kurang.<br />f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan imobilisasi.<br />1) Tujuan<br />Klien tidak mengalami infeksi nosokomial <br />2) Kriteria hasil<br />Tidak ada tanda – tanda infeksi <br />3) Rencana tindakan<br />(a) Monitor tanda – tanda infeksi tiap 4 jam.<br />(b) Gunakan teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan infasif lainnya.<br />(c) Pertahankan kewaspadaan umum.<br />(d) Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum.<br />(e) Berikan nutrisi yang adekuat<br />(f) Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak normalan<br />(g) Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi<br />4) Rasional<br />(a) Adanya rubor, tumor, dolor, kalor menunjukan tanda – tanda infeksi<br />(b) Teknik steril memutus rantai infeksi nosokomial<br />(c) Kewaspadaan memberikan persiapan yang cukup bagi perawat untuk melakukan tindakan bila ada perubahan kondisi klien.<br />(d) Sputum merupakan media berkembangnya kuman.<br />(e) Nutrisi yang adekuat memberikan peningkatan daya tahan tubuh.<br />(f) Sel darh putih yang meningkat menunjukan kemungkinan infeksi.<br />(g) Tindakan pencegahan terhadap kuman yang masuk tubuh.<br />g. Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan refensi CO2, hypoksemia, emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.<br />1) Tujuan<br />Klien akan terpenuhi kebutuhan istirahat untuk mempertahankan tingkat enegi saat terbangun<br />2) Kriteria hasil<br />(a) Mampu mendiskusikan penyebab keletihan<br />(b) Klien dapat tidur dan istirahat sesuai dengan kebutuhan tubuh<br />(c) Klien dapat rilek dan wajahnya cerah.<br />3) Rencana tindakan<br />(a) Jelaskan sebab – sebab keletihan individu<br />(b) Hindari gangguan saat tidur.<br />(c) Menganalisa bersama – sama tingkat kelelahan dengan menggunakan skala Rhoten (1982).<br />(d) Indentivikasi aktivitas – aktivitas penting dan sesuaikan antara aktivitas dengan istirahat.<br />(e) Ajarkan teknik pernafasan yang efektif.<br />(f) Pertahankan tambahan O2 bila latihan .<br />(g) Hindarkan penggunaan sedatif dan hipnotif.<br />4) Rasional<br />(a) Diketahuinya faktor–faktor penyebab maka diharapkan bias menghindarinya.<br />(b) Tidur merupakan upaya memulihkan kondisi yang telah menurun setelah aktivitas.<br />(c) Skala Rhoten untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami klien.<br />(d) Kelelahan terjadi karena ketidak seimbangan antara kebutuhan aktifitas dan kebutuhan istirahat.<br />(e) Pernafasan efektif membantu terpenuhnya O2 dijaringan.<br />(f) O2 digunakan untuk pembakaran glukosa menjadi energi.<br />(g) Sedatif dan hipnotik melemahkan otot–otot khususnya otot pernafasan.<br />h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang.<br />1) Tujuan<br />Klien mampu mendemontrasikan keinginan untuk mengikuti rencana pengobatan.<br />2) Kriteria hasil<br />(a) Klien mampu menyampaikan pengertian tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang<br />(b) Menggunakan alat – alat pernafasan yang tepat<br />3) Rencana tindakan<br />(a) Bantu mengidentifikasi faktor – faktor pencetus serangan asthma<br />(b) Ajarkan tindakan untuk mengatasi asthma dan mencegah perawatan di rumah sakit<br />(c) Anjurkan dan beri alternative untuk menghindari faktor pencetus.<br />(d) Ajarkan dan biarkan klien mendemontrasikan latihan pernafasan .<br />(e) Jelaskan dan anjurkan untuk menghindari penyakit infeksi.<br />(f) Instruksikan klien untuk melaporkan bila ada perubahan karakteristrik sputum, peningkatan suhu, batuk, kelemahan nafas pendek ataupun peningkatan berat badan atau bengkak pada telapak kaki.<br />4) Rasional<br />(a) Diketahuinya faktor pencetus mempermudah cara menghindari serangan asthma .<br />(b) Tindakan preventif merupakan salah satu upaya yang di lakukan untuk memberikan pelayanan secara komprehensif.<br />(c) Salah satu upaya preventif adalah menghindarkan klien dari faktor pencetus.<br />(d) Klien dengan asthma sewring mengalami kecemasan yang mengakibatkan pola nafas tidak efektif sehingga perlu dilakukan latihan pernafasan.<br />(e) Infeksi terutama ISPA menjadi faktor penyebab serangan asthma .<br />(f) Perubahan yang terjadi menunjukan perlunya penanganan segera agar tidak mengalami komplikasi.<br />3. Implementasi<br />Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat. Seperti tahap – tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :<br />a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan<br />b. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan<br />c. Memberikan asuhan keperawatan<br />d. Melanjutkan pengumpulan data<br />4. Evaluasi<br />Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim kesehatan lainnya<br />Tujuan evaluasi adalah :<br />a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak<br />b. Untuk melakukan pengkajian ulang<br />Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku klien<br />a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan<br />b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan<br />c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan prilaku yang telah ditentukan</span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-65624895870024262952008-07-10T20:42:00.000-07:002008-07-10T20:44:24.896-07:00Ketoasidosis DiabetikumPengertian<br />Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau DM tipe II)<span class="fullpost"><br /><br />Tanda dan Gejala<br /> Hiperglikemia<br /> Glukosuria berat<br /> Penumpukan keton bodies<br /> Asidosis Metabolik<br /> Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit<br /> Hipotensi dan syock<br /> Koma/penurunan kesadaran<br /><br />Patofisiologi<br />Adanya gangguan dalam regulasi Insulin, khususnya pada IDDM dapat cepat menjadi Diabetik ketoasidosis manakala terjadi (1) Diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa (2) Ketidakseimbangan jumlah intake makanan dngan insulin (3) Adolescen dan pubertas (4) Aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes (5) Stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional.<br /><br />Gangguan Produksi atau gangguan reseptor Insulin<br /><br /><br />Penurunan proses penyimpanan glukosa dalam hati Penurunan kemampuan reseptor sel dalam uptake glukosa<br /> <br />Kadar glukosa darah >> Kelaparan tingkat seluler<br /> Hiperosmolar darah Peningkatan proses glukolisis dan glukoneogenesis<br /> Proses pemekatan <<<br />Glukosuria Shift cairan intraseluler ekstaseluler <br /> Pembentukan benda keton<br />Poliuria <br /> Dehidrasi <br />Keseimbangan kalori negatif Rangsang metbolisme anaerobik<br /> Polipagi dan tenaga << Asidosis<br /> Kesadaran terganggu <br />Nutrisi : kurang dari kebutuhan Gangguan kes. Cairan & elektolit<br /> Resiko tinggi cidera <br /><br />Pengkajian<br /><br />Identitas<br />Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I<br /><br />Riwayat Penyakit Sekarang<br />Datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Polidipsi, Poliphagi; lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma/penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati, serta penyakit pembuluh darah.<br /><br />Riwayat penyakit Sebelumnya<br />Mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama dengan atau tanopa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dpat memeprberat kondisi klinis<br /><br />Riwayat Penyakit Keluarga<br />Penyakit Diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbnul sejak kecil (kongenital).<br />Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis<br /><br />Data dasar Pengkajian<br /> Aktivitas / Istirahat<br />Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur/istirahat<br />Tanda : Takikardia dan tachipnea pada saat istirahat atau aktivitas, letargi, disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot<br /><br /> Integritas Ego<br />Gejala : Stress, tergantung orang lain, masalah finansial<br />Tanda : kecemasan, peka rangsang<br /><br /> Eliminasi<br />Gejala : Poliuria, nokturia, disuria, ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare<br />Tanda : Urine encer pucat, kuning; poliuria (dapat menjadi oliguria), urine berkabut, bau bususk (infeksi) abdomen keras, terdapat ascites, Bising usus lemah/menurun; hiperaktif (diare)]<br /><br /> Makanan/cairan<br />Gejala : Hilangg nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus,<br />Tanda : Kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran thiroid, bau halitosis (manis) bau buah (napas aseton)<br /><br /> Neurosensori<br />Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemuatan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan pengglihatan<br />Tanda : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut) gangguan memori (bau, masa lalu, kacau mental), refleks tendon dalam menurun, kejang<br /><br /> Nyeri/Kenyamanan<br />Gejala : Abdomen tegang/nyeri<br />Tanda : wajah meringis dan palpitasi, tampak sagnat berhati-nati<br /><br /><br /> Pernafasan<br />Gejala : Merasa kurang oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen<br />Tanda : Pernafasan cepat, batuk dengan/tanpa sputum<br /><br /> Keamanan<br />Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit<br />Gejala : Demam, diaforesis, kulit rusak, menurunnya rentang gerak, parastesia/paralisis otot, termasuk otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam)<br /><br /> Seksualitas<br />Gejala : Kebas vagina, impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada wanita<br /><br />Pemeriksaan Diagnostik<br />Glukosa darah : meningkat > 200 mg/dl atau lebih<br />Aseton plasma : Positif secara mencolok<br />As. Lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meninggkat<br />Elektrolit : Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun<br />Hemoglobin glikosilat : Meningkat 2-4 X normal<br />Gas Darah Arteri : pH rendah, penurunan HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik<br />Trombosit darah : Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi<br />Ureum/creatinin : meningkat/normal<br />Amilase darah : meningkat mengindikasikan pancreatitis akut<br /><br /><br />RENCANA KEPERAWATAN<br />Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik<br />Tujuan : Pola nafas teratur, normopnea<br /><br />Intervensi Rasional<br />Kaji pola nafas tiap hari Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi, status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh<br />Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek parasimpatik dan atau penurunan kemampuan menelan<br />Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungan dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi<br />Pastikan jalan nafas tidak tersumbat Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang munkin terjadi<br />Berikan bantuan oksigen Pernafasan musmaull sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat mempertahankan level CO2<br /><br />Kaji Kadar AGD setiap hari Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2 merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen<br /><br /><br />Kekurangan Volume Cairan dan Elektolit<br />Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit tercapai dengan nilai laboratorium dalam batas normal.<br /><br />Intervensi Rasional<br />Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi mengakibatkan demam yang meningkatkan kehilangan cairan IWL<br />Pantau tanda vital Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri<br />Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungn dngan pemecvahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi<br />Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrana mukosa Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat<br />Ukur BB tiap hari Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjtunya dalam pemberian cairan pengganti<br />Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan<br />Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi<br />Catat hal-hal seperti mual, nyeri abdomen , muntah, distensi lambung Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang seringkali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit<br />Kolaborasi <br />Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon pasien individual<br />Berikan Plasma, albumin Plasma ekspander kadang dibutuhkan jika kekuranggan tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan<br />Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Na tinggi mencerminkan dehidrasiberat atau reabsorbsi Na akibat sekresi aldosteron.<br />Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui urine. Kadar Kalium absolut tubuh kurang<br />Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium fosfat dapat diberikan untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain<br />Berikan Bikarbonat Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis<br />Pasang selang NG dan lakukan penghisapan Mendekompresi lambung dan dapat menghilanggkan muntah<br /><br />Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh<br />Tujuan : Berat badan stabil dan tingkat kekuatan energi tetap<br /><br />Intervensi Rasional<br />Timbang BB tiap hari Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya<br />Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan teraupetik<br />Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi dan ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi<br />Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransi melalui oral Pemberian makanan peroral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik<br />Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki Jika makanan yang disuai dapat dimasukkan dalam perencanaan makan<br />Libartkan keluarga/pasien dalam perencanaan makanan Meningkatkan rasa keterliatan keluarga; memeberikan informasi pda keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien<br />Observasi tanda hipoglikemia : penuruann kesasadaran, kulit lembab/dingin, nadi cepat, lapar, sakit kepala, peka rangsang Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperhatikan perubahan tingkat kesadaran. Ini harus ditangani dengan cepat dan ditangani melalui protokol yang direncanakan<br />Kolaborasi <br />Lakukan pemeriksaan gula darah denggan menggunakan finger stick Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dibandingkan dengan reduksi urine<br />Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glikosa darah, aseton, pH dan HCO3 Gula darah akan menurun perlahan dengan pengantian cairan dan terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin optimal, glukosa akan masuk dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Jika hal ini terjadi kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat dikoreksi<br />Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan IV intermiten/ kontinyu (5 – 10 IU/jam) sampai glukosa darah 250 mg/dl Insulin reguler memiliki awitan cepat karenanya dnegan cepat pula membantu memindahkann glukosa dalam sel. Pemberian melalui IV merupakan rute pilihan utama karena absorbsi jaringan subkutan tidak menentu/lambat.<br />Lakukan konsultasi dengan ahli diet Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, menjawab pertanyaan dan dapat pula membantu pasien atau orang terdekat untuk mengembangkan rencana makanan<br /><br /><br />PENGKAJIAN<br /><br />Tanggal masuk : 15 – 01 -2002 Jam masuk : 23.20 WIB<br />Ruang : ECU Interna II No. Reg Med : 10122822<br />Pengkajian : 22 – 01 - 2002<br /><br />A. Identitas<br />Nama Pasien : Ny. M Nama Suami : Tn. S<br />Umur : 50 tahun Umur : 53 tahun<br />Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/bangsa :Jawa<br />Agama : Islam Agama : Islam<br />Pendidikan : SD Pendidikan : SMP<br />Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : Wiraswasta<br />Alamat : Surabaya<br /><br />B. RIWAYAT KEPERAWATAN<br />1. Riwayat Masuk Rumah Sakit :<br />Klien datang dengan diantar oleh keluarganya setelah mengalami kelemahan dan merasa pusing serta merasa sesak nafas. Klien merasa badannya terasa berat. Klien memiliki riwayat penyakit kencing manis.<br />Hal yang paling dirasakan saat ini adalah sesak nafas. Sesak dialami ole klien dirasakan sejak tanggal 16 Januari 2002 dan dirasakan semakin berat biala klien duduk di tempat tidur. Sesak nafas dirasakan berkurang bila klien berbaring di tempat tidur, namun sesak tidak hilang. Sesak dirasakan hingga membuat klien tidak mampu untuk berdiri atau berjalan dari tempat tidur. Sesak dirasakan pada seluruh lapang dada namun tidak mengalami nyei pada saat bernafas.<br /><br />2. Riwayat Penyakit Dahulu<br />Keluarga klien menyatakan tidak menderita penyakit jantung, paru, gondok, Namun klien menderita sakit kencing manis dan diketahi sejak umur 40 tahun (sepuluh tahun yang lalu) dan biasa berobat (kontrol) di Puskesmas. Klien juga mengalami gangren sejak sekitar 4 tahun yang lalu. Sakit yang bisa dialami klien hanyalah demam biasa atau pilek yang biasanya sembuh dengan membeli obat dari warung<br /><br />3. Riwayat Penyakit Keluarga<br />Keluarga menyangkal adanya penyakit Kencing Manis yang diderita oleh keluarga klien, penyakit jantung.<br />Genogram :<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Pria<br /><br /> Wanita<br /><br /> Klien<br /><br /><br />4. Kebutuhan Dasar Khusus<br />a. Breath (pernafasan)<br />S ubyektif : -<br />Obyektif :<br />Pernafasan 36 X/menit, Kusmaull, Hidung bersih sebelah kanan terpasang NGT, discart (-), pernafasan cuping hidung (-). Suara nafas tidak ada stridor, vesikuler pada lapang paru.<br /><br />b. Blood (Kardiovaskuler)<br />Subyektif : -<br />Obyektif :<br />Nadi 118 X/mnt, reguler kuat;TD : 140/90 mmHg, Suara Jantung S1S2 tanpa suara tambahan, mur-mur/split (-), Kulit Pucat, CRT 2 menit.<br /><br />c. Brain (Persyarafan)<br />Subyektif : -<br />Obyektif :<br />GCS 3 (M 1 V 1 E 1), Refleks pupil (+) isokhor, gelisah, koordinasi gerak tidak terkaji.<br /><br />d. Bowel (Pencernaan)<br />Subyektif : -<br />Obyektif :<br />Mulut kotor,bibir kering, lidah tidak tremor, pharing tidak hiperemis, nafas bau aseton, pembesaran kel leher (-). Abdomen supel simetris, masa (-) skibala tidak teraba, pembesaran hati (-) limpha (-) ascites (-). Bising usus (+) tidak meningkat. b.a.b belum sejak dua hari yang lalu.<br /><br />e. Bladder (Perkemihan)<br />Subyektif : -<br />Obyektif :<br />Distensi kandung kemih (-), Produksi urine 1400 cc/24 jam, warna kuning jernih. Terpasang kateter<br /><br />f. Bone (Muskuloskeletal)<br />Subyektif : -<br />Obyektif :<br />Kekuatan otot tidak terkaji, atropi otot tidak ditemukan, deformitas ekstremitas tidak ditemukan, Kemampuan bergerak tidak beraturan kuat.<br /><br />g. Skin (Integumen)<br />Subyektif : -<br />Obyektif :<br />BB saat masuk 53 kg, TB 149 Cm. Warna kulit pucat, cyanosis (-) Icterus (-), spider nevi/perdarahan kulit (-) lesi (-) oedema (-)<br /><br /><br />Data Laboratorium<br />Tanggal 10 Juli 2001<br />Hb : 15, 6 mg% <br /> PCV : 0,48 ( 0,38 – 0,42)<br />Leukosit : 4.5000 (< 100.000)<br />Trombosit : 387<br />Glukosa : 651 mmol<br />SGOT : 31<br />Kreatinin : 1,56<br /><br />Analisa Darah<br />pH : 7,429 (7,35 – 7,54)<br />pCO2 : 18,9 mmol (25 – 45 mmol)<br />pO2 : 10,8 mmol ( 80 – 104 mmol)<br />HCO3 : 12,2 mmol (21 – 25 mmol)<br />O2 sat : 98,3 %<br /><br />Elektrolit :<br />K : 6,45 mEq (3,8 – 5,0 mEq)<br />Na : 115 mEq (136 – 144 mEq)<br />Cl : 105 mEq (105 – 120 mEq)<br /><br />Urinalisis<br />Eritrosit 3 – 4, Leukosit 5 – 6, Epitel 9 – 11, Kristal - , Kuman (+)<br />Analisa Data<br />Data Etiologi Masalah<br />DS : -<br />DO :<br />- Pernafasan kusmaull,<br />- RR 36 X/mnt<br />- GCS 3 (M1 V1 E1)<br />- HCO3 12,2 mmol Penurunan insulin/reseptor insulin<br /><br />Peningkatan katabolisme tubuh<br />(glukolisis, glukoneolisis)<br /><br />Peningkatan produk keton dan peningkatan keasaman darah<br /><br />Kompensasi melalui pernafasan dengan peningkatan RR dan pola Pernafasan<br />DS : -<br />DO :<br />- GDA : 651<br />- PCV 4,8<br />- Na 115 mEq<br />- Bibir kering Peningkatan kadar glukosa darah<br /><br />Hiperosmolaritas organ<br /><br />Dehidrasi jaringan (sel)<br /> Keseimbangan cairan dan elektrolit<br />DS : -<br />DO :<br />- Gelisah<br />- GCS 3 (M1 V1 E1) Hiperosmolaritas Peningkatan keton<br /><br />Sirkulasi otak < Keracunan otak<br /><br />Penurunan kesadaran<br /><br />Gelisah Keamanan/ keselamatan<br />DS : -<br />DO :<br />- Kesadaran menurun<br />- GCS 3 (M1 V1 E1)<br />- Kemampuan makan (-)<br />- Terpasang NGT Penurunan Insulin/ggn reseptor<br /><br />Uptake sel <<<br /><br />Rangsang Katabolisme >><br /><br />Pemakaian simpanan energi >><br /><br />Energi >> Nutrisi<br /><br /><br />Diagnosa Keperawatan :<br />1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik<br />2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektolit berhubungan dengan peningkatan osmolaritas sekundr terhadap hiperglikemia<br />3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme, intake yang kurang<br />4. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran<br />Rencana Perawatan<br /><br />Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik<br />Tujuan : Pola nafas teratur, normopnea<br /><br />Intervensi Rasional<br />Kaji pola nafas tiap hari Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi, status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh<br />Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek parasimpatik dan atau penurunan kemampuan menelan<br />Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungan dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi<br />Pastikan jalan nafas tidak tersumbat Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang munkin terjadi<br />Berikan bantuan oksigen Pernafasan musmaull sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat mempertahankan level CO2<br />Kaji Kadar AGD setiap hari Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2 merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen<br /><br /><br />Gangguan keseimbangan cairan dan elektolit berhubungan dengan peningkatan osmolaritas sekunder terhadap hiperglikemia<br />Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit tercapai dengan nilai laboratorium dalam batas normal.<br /><br />Intervensi Rasional<br />Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi mengakibatkan demam yang meningkatkan kehilangan cairan IWL<br />Pantau tanda vital Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri<br />Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrana mukosa Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat<br />Ukur BB tiap hari Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjtunya dalam pemberian cairan pengganti<br />Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan<br />Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi<br />Catat hal-hal seperti mual, nyeri abdomen , muntah, distensi lambung Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang seringkali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit<br />Kolaborasi <br />Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon pasien individual<br />Berikan Plasma, albumin Plasma ekspander kadang dibutuhkan jika kekuranggan tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan<br />Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Na tinggi mencerminkan dehidrasi berat atau reabsorbsi Na akibat sekresi aldosteron.<br />Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui urine. Kadar Kalium absolut tubuh kurang<br />Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium fosfat dapat diberikan untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain<br />Berikan Bikarbonat Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis<br />Pasang selang NG dan lakukan penghisapan Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah<br /><br /><br />Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme, intake yang kurang<br />Tujuan : Berat badan stabil dan tingkat kekuatan energi tetap<br /><br />Intervensi Rasional<br />Timbang BB tiap hari Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya<br />Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan teraupetik<br />Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi dan ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi<br />Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransi melalui oral Pemberian makanan peroral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik<br />Libatkan keluarga/pasien dalam perencanaan makanan Meningkatkan rasa keterliatan keluarga; memeberikan informasi pda keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien<br />Observasi tanda hipoglikemia : penurunan kesadaran, kulit lembab/dingin, nadi cepat, lapar, sakit kepala, peka rangsang Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperhatikan perubahan tingkat kesadaran. Ini harus ditangani dengan cepat dan ditangani melalui protokol yang direncanakan<br />Kolaborasi <br />Lakukan pemeriksaan gula darah denggan menggunakan finger stick Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dibandingkan dengan reduksi urine<br />Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glikosa darah, aseton, pH dan HCO3 Gula darah akan menurun perlahan dengan pengantian cairan dan terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin optimal, glukosa akan masuk dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Jika hal ini terjadi kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat dikoreksi<br />Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan IV intermiten/ kontinyu (5 – 10 IU/jam) sampai glukosa darah 250 mg/dl Insulin reguler memiliki awitan cepat karenanya dengan cepat pula membantu memindahkann glukosa dalam sel. Pemberian melalui IV merupakan rute pilihan utama karena absorbsi jaringan subkutan tidak menentu/lambat.<br />Lakukan konsultasi dengan ahli diet Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, menjawab pertanyaan dan dapat pula membantu pasien atau orang terdekat untuk mengembangkan rencana makanan<br /><br />Resiko tingi cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran<br />Tujuan : Tidak terjadi cidera<br /><br />Intervensi Rasional<br />Kaji tingkat kesadaran klien Perubahan/dinamika derajad kesadaran dipengaruhi oleh level dehidrasi, racun keton dan keseimbangan asam-basa sebagai akumulasi gejala penyakit diabetik(hiperosmolar)<br />Kaji faktor-faktor resiko yang mungkin timbul Resiko jatuh, resiko terluka dan resiko kerusakan jaringan kulit merupakan hal yang perlu diperhatikan<br />Pasang restrain Kegelisahan dan adanya gerak yang tidak terkontrol perlu dibatasi dengan baik dengan pemasangan restrain<br />Kaji tanda-tanda vital Tanda vital merupakan patokan umum kondisi dan keparahan penyakit yang munkin muncul<br />Berikan lingkungan yang nyaman, bersih dan kering Resiko cidera dapat diakibatkan benda-benda tajam dan berbahaya, adanya tempat tidur yang basah atau kotor serta tidak rapi serta pengaman yang kurang kuat<br /> <br />IMPLEMENTASI & EVALUASI<br /><br />Tanggal 10 Juli 2001<br />Diagnosa I : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />08.00<br /><br /><br />08.04<br /><br />08.10<br /><br /><br />08.12<br /><br /><br />10.00<br /><br /><br />12.00<br /><br /><br />12.30 Mengkaji pernafasan<br />RR: 34 X/mnt, Kussmaull,PCH (-)<br />Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengatur posisi kepala ekstensi<br />Kepala posisi ekstensi<br />Memonitor kepatenan sistem oksigen<br />Oksigen masuk 4 L/mnt, jalur oksigen bocor<br />Menutup/memperbaiki sistem oksigen<br />Selang oksigen tidak bocor, Oksigen 2 L/mnt<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 34 X/mnt, Kussmaull, PCH (-)<br />Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 36 X/mnt, Kussmaull, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengatur posisi kepala<br />Posisi kepala ekstensi S : -<br />O :<br />RR 34 X/mnt, Pernafasan Kusmaull, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br />HCO3 belum diketahui<br />pCO2 belum diketahui<br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Intervensi diteruskan<br /><br /><br />Tanggal 10 Juli 2001<br />Diagnosa II : Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan peningkatan osmolaritas sekunder terhadap hiperglikemia<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />09.00<br /><br /><br />09.10<br /><br /><br />09.30<br /><br /><br />11.10<br /><br /><br />12.20<br /><br />12.50<br /><br /><br />13.50 Mengkaji TD dan nadi<br />TD: 160/90 N: 120 X/mnt S: 38,2OC<br />CRT 1 detik, Kulit Pucat<br />Menentukan Intake dan Output Cairan harian<br />I : 2300 cc O : 1800 cc<br />Memonitor kelancaran dan kepatenan infus<br />Infus lancar, jumlah tetesan 30 tts/mnt<br />Mengkaji TD dan Nadi<br />TD: 150/90 mmHg N : 116 X/mnt S : 38,0 OC<br />Memberikan Cairan KCl 25 cc/24 jam<br />Cairan KCl diberikan perinfus<br />Memberikan Actrapid Personde, Memberikan Cairan peroral 150 cc,muntah (-)<br />Mengukur TD dan Nadi<br />TD : 150/90 mmHg N : 112 X/mnt S : 38,0 OC<br /><br /> S : -<br />O :<br />TD : 150/90 mmHg, N : 112 X/mnt S : 38.0 OC<br />PCV : belum diketahui<br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Intervensi diteruskan<br /><br />Tanggal 10 Juli 2001<br />Diagnosa III : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme, penurunan intake<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />07.30<br /><br /><br />07.34<br /><br /><br /><br /><br />07.35<br /><br /><br />08.20<br /><br />09.20<br /><br /><br />10.50 Mengkaji tanda kurang nutrisi<br />BB tidak dapat ditimbang setiap hari, mulut kering dan kotor,<br />Mengkaji faktor resiko peningkatan kebutuhan nutrisi : demam, kondisi infeksi, kemampuan energi<br />S : 38,0 OC, Otot kuat, kekuatan tak terkaji<br />Memperbaiki kloting Syringe Pump : Actrapid 2 U/jam<br />Kondisi Pump stabil<br />Memberikan makanan personde<br />Klien tidak muntah<br />Menentukan reduksi cairan lambung<br />Cairan keluar dari selang sonde + 50 cc<br />Membantu pengukuran kadar gula darah Acak dengan Fingertip<br />GDA : 358 S : -<br />O :<br />GDA 358, Kesadaran menurun, GCS ::1/1/1<br />Makanan personde 6 X 150 cc, klien tidak mutah<br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Intervensi diteruskan<br /><br />Tanggal 10 Juli 2001<br />Diagnosa IV : Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />07.30<br /><br />10.45<br /><br /><br />10.50<br /><br /><br /><br />13.45 Mengkaji derajad kesadaran<br />GCS : 1/1/1, pasien gelisah<br />Memasang Restrain pada kaki dan tangan<br />Restrain terpasang<br />Memperbaiki posisi Klien, merapikan tempat tidur<br />Posisi klien terlentang, tempat tidur rapi<br />Mengkaji lokasi pemasangan restrain<br />Tidak terdapat kerusakan kulit/distensi cairan 10/07/01; 14.00 WIB<br />S :-<br />O :<br />Terpasang restrain<br />Posisi terlentang<br />Kondisi daerah restrain tidak tertekan/rusak kulit<br />A : Masalah teratasi sebagian<br />P : Pengkajian resiko/dampak pemasangan restrain<br /><br />Tanggal 11 Juli 2001<br />Diagnosa I : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />07.30<br /><br /><br />07.35<br /><br />07.35<br /><br /><br />07.45<br /><br /><br />10.00<br /><br /><br />12.00<br /><br /><br />12.00<br /><br />14.00 Mengkaji pernafasan<br />RR: 32 X/mnt, Kussmaull,PCH (-)<br />Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengatur posisi kepala ekstensi<br />Kepala posisi ekstensi<br />Memonitor kepatenan sistem oksigen<br />Oksigen masuk 4 L/mnt, jalur oksigen bocor<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 34 X/mnt, Kussmaull, PCH (-)<br />Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 34 X/mnt, Kussmaull, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengatur posisi kepala<br />Posisi kepala ekstensi<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 34 X/mnt, Kussmaull, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 34 X/mnt, Kussmaull, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br /> 11/07/01; 14.00 WIB<br />S : -<br />O :<br />RR 34 X/mnt, Pernafasan Kusmaull, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br />HCO3 belum diketahui<br />pCO2 belum diketahui<br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Intervensi diteruskan<br /><br />Tanggal 11 Juli 2001<br />Diagnosa II : Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan peningkatan osmolaritas sekunder terhadap hiperglikemia<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />08.00<br /><br /><br />08.10<br /><br /><br />08.30<br /><br /><br />10.10<br /><br /><br />13.20<br /><br />12.50<br /><br /><br />12.00<br /><br /><br />14.00 Mengkaji TD dan nadi<br />TD: 150/90 N: 110 X/mnt S: 38,2OC<br />CRT 1 detik, Kulit Pucat<br />Menentukan Intake dan Output Cairan harian<br />I : 3000 cc O : 2800 cc<br />Memonitor kelancaran dan kepatenan infus<br />Infus lancar, jumlah tetesan 30 tts/mnt<br />Mengkaji TD dan Nadi<br />TD: 150/90 mmHg N : 116 X/mnt S : 38,0 OC<br />Memberikan Cairan KCl 25 cc/24 jam<br />Cairan KCl diberikan perinfus<br />Memberikan makanan cair Personde<br />Memberikan Cairan peroral 150 cc,muntah (-)<br />Mengukur TD dan Nadi<br />TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,2 OC<br />Mengukur TD dan Nadi<br />TD : 150/90 mmHg N : 120 X/mnt S : 38,0 OC 11/07/01; 14.00 WIB<br />S : -<br />O :<br />TD : 150/90 mmHg, N : 120 X/mnt S : 38.0 OC,<br />I: 3000 O : 2800 cc<br />Infus lancar<br />PCV : belum diketahui<br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Intervensi diteruskan<br /><br />Tanggal 11 Juli 2001<br />Diagnosa III : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme, penurunan intake<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />07.20<br /><br /><br /><br /><br />08.00<br /><br /><br />08.35<br /><br />08.20<br /><br /><br />09.50<br /><br /><br />12.30<br /><br />12.00 Mengkaji faktor resiko peningkatan kebutuhan nutrisi : demam, kondisi infeksi, kemampuan energi<br />S : 38,0 OC, Otot kuat, kekuatan tak terkaji<br />Mengukur TD dan Nadi<br />TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC<br />Memberikan makanan personde<br />Klien tidak muntah<br />Menentukan reduksi cairan lambung<br />Cairan keluar dari selang sonde + 50 cc<br />Membantu pengukuran kadar gula darah Acak dengan Fingertip<br />GDA : 329<br />Memberikan makanan personde<br />Klien tidak muntah<br />Memberika injeksi Insulin 4 U SC<br />Reaksi Hipoglikemia (-) 11/07/01; 14.00 WIB<br />S : -<br />O :<br />GDA 329, Kesadaran menurun, GCS ::1/1/1<br />Makanan personde 6 X 150 cc, klien tidak mutah<br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Intervensi diteruskan<br /><br />Tanggal 11 Juli 2001<br />Diagnosa IV : Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />07.30<br /><br />09.45<br /><br /><br /><br />10.50<br /><br /><br />12.00<br /><br /><br />12.00<br /><br /><br />14.00 Mengkaji derajad kesadaran<br />GCS : 1/1/1, pasien gelisah<br />Memperbaiki posisi Klien, merapikan tempat tidur<br />Posisi klien terlentang, tempat tidur rapi<br />Mengkaji lokasi pemasangan restrain<br />Tidak terdapat kerusakan kulit/distensi cairan<br />Mengkaji lokasi pemasangan restrain<br />Tidak terdapat tanda komplikasi pemasangan<br />Mengkaji tanda vital<br />TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,2 OC<br />Mengkaji lokasi pemasangan restrain, mengatur posisi, membersihkan tempat tidur 11/07/01; 14.00 WIB<br />S :-<br />O :<br />GCS : 1/1/1, Klien gelisah<br />Terpasang restrain<br />Posisi terlentang<br />Kondisi daerah restrain tidak tertekan/rusak kulit<br />A : Masalah teratasi sebagian<br />P : Pengkajian resiko/dampak pemasangan restrain<br /><br /><br />Tanggal 12 Juli 2001<br />Diagnosa I : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />07.30<br /><br /><br />07.35<br /><br />07.35<br /><br /><br />07.45<br /><br /><br />10.00<br /><br /><br />12.00<br /><br /><br />12.00<br /><br />14.00 Mengkaji pernafasan<br />RR:32 X/mnt, Kussmaull,PCH (-)<br />Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengatur posisi kepala ekstensi<br />Kepala posisi ekstensi<br />Memonitor kepatenan sistem oksigen<br />Oksigen masuk 4 L/mnt, jalur oksigen bocor<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 28 X/mnt, Tachipnea, PCH (-)<br />Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 28 X/mnt,Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengatur posisi kepala<br />Posisi kepala ekstensi<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 30 X/mnt, Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 28 X/mnt, Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br /> 12/07/01; 14.00 WIB<br />S : -<br />O :<br />RR 28 X/mnt, Pernafasan Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Intervensi diteruskan<br /><br /><br /><br /><br />Tanggal 12 Juli 2001<br />Diagnosa II : Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan peningkatan osmolaritas sekunder terhadap hiperglikemia<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />08.00<br /><br /><br />08.20<br /><br /><br />08.20<br /><br /><br />10.00<br /><br /><br />13.20<br /><br /><br />12.50<br /><br /><br />12.00<br /><br /><br />14.00 Mengkaji TD dan nadi<br />TD: 150/90 N: 110 X/mnt S: 38,0OC<br />CRT 1 detik, Kulit Pucat<br />Menentukan Intake dan Output Cairan harian<br />I : 3000 cc O : 3000 cc<br />Memonitor kelancaran dan kepatenan infus<br />Infus lancar, jumlah tetesan 30 tts/mnt<br />Mengkaji TD dan Nadi<br />TD: 150/90 mmHg N : 116 X/mnt S : 38,0 OC<br />Memberikan makanan cair Personde<br />Memberikan Cairan peroral 150 cc,muntah (-)<br />Mengukur TD dan Nadi<br />TD : 160/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC<br />Mengukur TD dan Nadi<br />TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC 12/07/01; 14.00 WIB<br />S : -<br />O :<br />TD : 150/90 mmHg, N : 110 X/mnt S : 38.0 OC,<br />I: 2400 O : 2200 cc<br />Infus lancar<br />PCV : belum diketahui<br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Intervensi diteruskan<br /><br />Tanggal 12 Juli 2001<br />Diagnosa III : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme, penurunan intake<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />08.00<br /><br /><br />08.35<br /><br />08.20<br /><br /><br />09.50<br /><br /><br />12.30<br /><br />12.00 Mengukur TD dan Nadi<br />TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC<br />Memberikan makanan personde<br />Klien tidak muntah<br />Menentukan reduksi cairan lambung<br />Cairan keluar dari selang sonde + 50 cc<br />Membantu pengukuran kadar gula darah Acak dengan Fingertip<br />GDA : 342<br />Memberikan makanan personde<br />Klien tidak muntah<br />Memberika injeksi Insulin 4 U SC<br />Reaksi Hipoglikemia (-) 12/07/01; 14.00 WIB<br />S : -<br />O :<br />GDA 342, Kesadaran menurun, GCS ::1/1/1<br />Makanan personde 6 X 150 cc, klien tidak muntah<br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Intervensi diteruskan<br /><br /><br />Tanggal 12 Juli 2001<br />Diagnosa IV : Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />09.30<br /><br />09.45<br /><br /><br /><br />10.30<br /><br /><br /><br />12.00<br /><br /><br /><br />12.00<br /><br /><br />14.00 Mengkaji derajad kesadaran<br />GCS : 1/1/1, pasien gelisah<br />Memperbaiki posisi Klien, merapikan tempat tidur<br />Posisi klien terlentang, tempat tidur rapi<br />Mengkaji lokasi pemasangan restrain<br />Tidak terdapat kerusakan kulit/distensi cairan<br />Mengkaji lokasi pemasangan restrain<br />Tidak terdapat tanda komplikasi pemasangan<br />Mengkaji tanda vital<br />TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,2 OC<br />Mengkaji lokasi pemasangan restrain, mengatur posisi, membersihkan tempat tidur 11/07/01; 14.00 WIB<br />S :-<br />O :<br />GCS : 1/1/1, Klien gelisah<br />Terpasang restrain<br />Posisi terlentang<br />Kondisi daerah restrain tidak tertekan/rusak kulit<br />A : Masalah teratasi sebagian<br />P : Pengkajian resiko/dampak pemasangan restrain<br /><br />Tanggal 13 Juli 2001<br />Diagnosa I : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />07.30<br /><br /><br />07.35<br /><br />07.35<br /><br /><br />07.45<br /><br /><br />10.00<br /><br /><br />12.00<br /><br /><br />12.00<br /><br />14.00 Mengkaji pernafasan<br />RR:30 X/mnt, Kussmaull,PCH (-)<br />Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengatur posisi kepala ekstensi<br />Kepala posisi ekstensi<br />Memonitor kepatenan sistem oksigen<br />Oksigen masuk 4 L/mnt, jalur oksigen bocor<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 28 X/mnt, Tachipnea, PCH (-)<br />Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 28 X/mnt,Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengatur posisi kepala<br />Posisi kepala ekstensi<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 30 X/mnt, Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br />Mengkaji pernafasan<br />RR : 30 X/mnt, Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br /> 13/07/01; 14.00 WIB<br />S : -<br />O :<br />RR 30 X/mnt, Pernafasan Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)<br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Intervensi diteruskan<br /><br />Tanggal 13 Juli 2001<br />Diagnosa II : Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan peningkatan osmolaritas sekunder terhadap hiperglikemia<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />08.00<br /><br /><br />08.20<br /><br /><br />08.20<br /><br /><br />10.00<br /><br /><br />13.20<br /><br /><br />12.50<br /><br /><br />12.00<br /><br /><br /> Mengkaji TD dan nadi<br />TD: 150/90 N: 110 X/mnt S: 38,0OC<br />CRT 1 detik, Kulit Pucat<br />Menentukan Intake dan Output Cairan harian<br />I : 2900 cc O : 2800 cc<br />Memonitor kelancaran dan kepatenan infus<br />Infus lancar, jumlah tetesan 30 tts/mnt<br />Mengkaji TD dan Nadi<br />TD: 150/90 mmHg N : 116 X/mnt S : 38,0 OC<br />Memberikan makanan cair Personde<br />Memberikan Cairan peroral 150 cc,muntah (-)<br />Mengukur TD dan Nadi<br />TD : 160/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC<br />Mengukur TD dan Nadi<br />TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC 13/07/01; 14.00 WIB<br />S : -<br />O :<br />TD : 150/90 mmHg, N : 110 X/mnt S : 38.0 OC,<br />I: 2400 O : 2200 cc<br />Infus lancar<br />PCV : belum diketahui<br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Intervensi diteruskan<br /><br />Tanggal 13 Juli 2001<br />Diagnosa III : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme, penurunan intake<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />08.00<br /><br /><br />08.30<br /><br />09.00<br /><br /><br />12.30<br /><br />12.00 Mengukur TD dan Nadi<br />TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC<br />Memberikan makanan personde<br />Klien tidak muntah<br />Menentukan reduksi cairan lambung<br />Cairan keluar dari selang sonde + 50 cc<br />Memberikan makanan personde<br />Klien tidak muntah<br />Memberika injeksi Insulin 4 U SC<br />Reaksi Hipoglikemia (-) 13/07/01; 14.00 WIB<br />S : -<br />O :<br />GDA 352, Kesadaran menurun, GCS ::1/1/1<br />Makanan personde 6 X 150 cc, klien tidak muntah<br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Intervensi diteruskan<br /><br /><br />Tanggal 13 Juli 2001<br />Diagnosa IV : Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran<br />Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI<br />09.30<br /><br />09.45<br /><br /><br /><br />10.30<br /><br /><br />12.00<br /><br /><br />12.00<br /><br /><br />14.00 Mengkaji derajad kesadaran<br />GCS : 2/3/3, pasien gelisah<br />Memperbaiki posisi Klien, merapikan tempat tidur<br />Posisi klien terlentang, tempat tidur rapi<br />Mengkaji lokasi pemasangan restrain<br />Tidak terdapat kerusakan kulit/distensi cairan<br />Mengkaji lokasi pemasangan restrain<br />Tidak terdapat tanda komplikasi pemasangan<br />Mengkaji tanda vital<br />TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,2 OC<br />Mengkaji lokasi pemasangan restrain, mengatur posisi, membersihkan tempat tidur 13/07/01; 14.00 WIB<br />S :-<br />O :<br />GCS : 2/3/3, Klien gelisah<br />Terpasang restrain<br />Posisi terlentang<br />Kondisi daerah restrain tidak tertekan/rusak kulit<br />A : Masalah teratasi sebagian<br />P : Pengkajian resiko/dampak pemasangan restrain</span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-56030128894719147502008-07-10T20:39:00.001-07:002008-07-10T20:41:29.348-07:00Diabetes melitusBAB II<br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />A. Konsep Dasar<br />1. Definisi<br />Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).<br /><span class="fullpost"><br />Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).<br />Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).<br />2. Anatomi Fisiologi<br />Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.<br />Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.<br />Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :<br />(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.<br />(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.<br />Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 . Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.<br />Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :<br />(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.<br />(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.<br />(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.<br />Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.<br />Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.<br />Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.<br />Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.<br /><br /><br /> 3. Etiologi<br />a. Diabetes Melitus<br />DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :<br />1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.<br />2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.<br />3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.<br />4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.<br /><br /><br /><br /><br />b. Gangren Kaki Diabetik<br />Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.<br />Faktor endogen : a. Genetik, metabolik<br />b. Angiopati diabetik<br />c. Neuropati diabetik<br />Faktor eksogen : a. Trauma<br />b. Infeksi<br />c. Obat<br />4. Patofisiologis<br />a. Diabetes Melitus<br />Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:<br />1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.<br />2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.<br />3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.<br />Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.<br />Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.<br />b. Gangren Kaki Diabetik<br />Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.<br />1. Teori Sorbitol<br />Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.<br />2. Teori Glikosilasi<br />Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.<br />Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.<br />5. Klasifikasi<br />Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :<br />Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan<br />disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.<br />Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.<br />Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.<br />Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.<br />Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.<br />Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.<br />Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :<br />1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )<br />Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.<br /><br /><br />Gambaran klinis KDI :<br /> - Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.<br />- Pada perabaan terasa dingin.<br />- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.<br />- Didapatkan ulkus sampai gangren.<br />2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )<br />Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.<br />6. Dampak masalah<br />Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :<br />a. Pada Individu<br />Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.<br />1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat<br />Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.<br />2. Pola nutrisi dan metabolisme<br />Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.<br />3. Pola eliminasi<br />Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.<br />4. Pola tidur dan istirahat<br />Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.<br />5. Pola aktivitas dan latihan<br />Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.<br /><br /><br />6. Pola hubungan dan peran<br />Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.<br />7. Pola sensori dan kognitif<br />Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.<br />8. Pola persepsi dan konsep diri<br />Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).<br />9. Pola seksual dan reproduksi<br />Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.<br />10. Pola mekanisme stres dan koping<br />Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.<br />11. Pola tata nilai dan kepercayaan<br />Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.<br />b. Dampak pada keluarga<br />Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam –macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya.<br /> B. Asuhan keperawatan<br />Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.<br />Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.<br />Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.<br />1. Pengkajian<br />Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :<br />a. Pengumpulan data<br />Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.<br />1. Anamnese<br />a. Identitas penderita<br />Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.<br />b. Keluhan Utama<br />Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.<br /><br /><br />c. Riwayat kesehatan sekarang<br />Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.<br />d. Riwayat kesehatan dahulu<br />Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.<br />e. Riwayat kesehatan keluarga<br />Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.<br />f. Riwayat psikososial<br />Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.<br />2. Pemeriksaan fisik<br />a. Status kesehatan umum<br />Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.<br />b. Kepala dan leher<br />Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.<br />c. Sistem integumen<br />Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.<br />d. Sistem pernafasan<br />Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.<br />e. Sistem kardiovaskuler<br />Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.<br />f. Sistem gastrointestinal<br />Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.<br /><br /><br /><br />g. Sistem urinary<br />Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.<br />h. Sistem muskuloskeletal<br />Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.<br />i. Sistem neurologis<br />Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.<br />3. Pemeriksaan laboratorium<br />Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :<br />a. Pemeriksaan darah<br />Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.<br />b. Urine<br />Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).<br />c. Kultur pus<br />Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.<br /><br /><br /><br />b. Analisa Data<br />Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :<br />1. Kebutuhan dasar atau fisiologis<br />2. Kebutuhan rasa aman<br />3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang<br />4. Kebutuhan harga diri<br />5. Kebutuhan aktualisasi diri<br />Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.<br />2. Diagnosa keperawatan<br />Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.<br />Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut :<br />1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.<br />2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.<br />3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.<br />4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.<br />5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.<br />6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.<br />7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.<br />8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.<br />9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.<br />10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.<br />3. Perencanaan<br />Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.<br />a. Diagnosa no. 1<br />Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.<br />Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.<br />Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler<br /> - Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis<br /> - Kulit sekitar luka teraba hangat.<br /> - Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.<br /> - Sensorik dan motorik membaik<br />Rencana tindakan :<br />1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi<br />Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.<br />2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :<br />Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.<br />Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.<br />3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :<br />Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.<br />Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.<br />4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).<br />Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.<br />b. Diagnosa no. 2<br />Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.<br />Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.<br />Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.<br />2. pus dan jaringan berkurang<br />3. Adanya jaringan granulasi.<br />4. Bau busuk luka berkurang.<br />Rencana tindakan :<br />1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.<br />Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.<br />2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.<br />Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.<br />3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.<br />Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.<br />c. Diagnosa no. 3<br />Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.<br />Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang<br />Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .<br />2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .<br />3. Pergerakan penderita bertambah luas.<br />4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).<br />Rencana tindakan :<br />1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.<br />Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.<br />2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.<br />Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.<br />3. Ciptakan lingkungan yang tenang.<br />Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.<br />4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.<br />Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.<br />5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.<br />Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.<br />6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.<br />Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.<br />7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.<br />Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.<br />d. Diagnosa no. 4<br />Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.<br />Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.<br />Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas<br />2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).<br />3. Rasa nyeri berkurang.<br />4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.<br />Rencana tindakan :<br />1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.<br />Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.<br />2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.<br />Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.<br />3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.<br />Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.<br />4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.<br />Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.<br />5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.<br />Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.<br />e. Diagnosa no. 5<br />Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.<br />Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi<br />Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.<br />2. Pasien mematuhi dietnya.<br />3. Kadar gula darah dalam batas normal.<br />4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.<br />Rencana Tindakan :<br />1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.<br />Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.<br /><br /><br />2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.<br />Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.<br />3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.<br />Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).<br />4. Identifikasi perubahan pola makan.<br />Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.<br />5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.<br />Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.<br />f. Diagnosa no. 6<br />Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.<br />Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).<br />Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.<br />2. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 – 37,5 0C )<br />3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.<br />Rencana tindakan :<br />1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.<br />Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.<br />2. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.<br />Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.<br />3. Lakukan perawatan luka secara aseptik.<br />Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.<br />4. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.<br />Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.<br />5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.<br />Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.<br />g. Diagnosa no. 7<br />Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.<br />Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.<br />Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.<br />2. Emosi stabil., pasien tenang.<br />3. Istirahat cukup.<br />Rencana tindakan :<br />1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.<br />Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.<br />2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.<br />Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.<br />3. Gunakan komunikasi terapeutik.<br />Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.<br />4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.<br />Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.<br />5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.<br />Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.<br />6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.<br />Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.<br />7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.<br />Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.<br />h. Diagnosa no. 8<br />Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.<br />Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.<br />Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.<br />2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.<br />Rencana Tindakan :<br />1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.<br />Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.<br />2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.<br />Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.<br />3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.<br />Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.<br />4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.<br />Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.<br />5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).<br />Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.<br />i. Diagnosa no. 9<br />Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.<br />Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif.<br />Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.<br />- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.<br />Rencana tindakan :<br />1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.<br />Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.<br />2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.<br />Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.<br />3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.<br />Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.<br />4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.<br />Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.<br />5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.<br />Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.<br />6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.<br />Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.<br />j. Diagnosa no.10<br />Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.<br />Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.<br />Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.<br />2. Pasien tenang dan wajah segar.<br />3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.<br />Rencana tindakan :<br />1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.<br />Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.<br />2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.<br />Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.<br />3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.<br />Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.<br />4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .<br />Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.<br />5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.<br />Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.<br />4. Pelaksanaan<br />Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.<br />5. Evaluasi<br />Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.<br />Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:<br />1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.<br />2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.<br />3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.</span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-70936785185582399512008-07-10T20:22:00.001-07:002008-07-10T20:27:05.763-07:00Kejang demamBAB 1<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang<br />Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.<span class="fullpost"><br />Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).<br />Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)<br />Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.<br />Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .<br />Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).<br />Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik membuat karya tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak “A” dengan Kejang Demam di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya”.<br />1.2 Batasan Masalah<br />Mengingat keterbatasan waktu yang penulis miliki , maka penulis membatasi permasalahan Asuhan Keperawatan pada Anak “A” dengan Kejang Demam di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.<br /><br />1.3 Tujuan Penulisan<br />1.3.1 Tujuan Umum<br />Diperolehnya pengetahuan atau gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada kasus Kejang Demam di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.<br /><br />1.3.2 Tujuan Khusus<br />1.3.1.1 Mampu melakukan pengkajian yaitu mengumpulkan data subyektif dan data obyektif pada pasien dengan kejang demam.<br />1.3.1.2 Mampu menganalisa data yang diperoleh<br />1.3.1.3 Mampu merumuskan diagnosa kebidanan pada pasien dengan kejang demam<br />1.3.1.4 Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan kejang demam<br />1.3.1.5 Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ditentukan.<br />1.3.1.6 Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan<br />1.4 Manfaat Penulisan<br />1.4.1 Bagi penulis<br />Hasil studi kasus ini dapat memberikan wawasan tantang kejang demam pada anak dengan menggunakan asuhan keperawatan.<br />1.4.2 Bagi institusi<br />1.4.2.1 Sebagai bahan bacaan di perpustakaan dan bahan acuan perbandingan pada penanganan kasus keperawatan.<br />1.4.2.2 Menghasilkan ahli madya kebidanan sebagai bidan profesional yang memiliki pengetahuan yang memadai sesuai perkembangan ilmu dan pengetahuan.<br />1.4.3 Bagi klien<br />Memberikan pengetahuan dan ketrampilan pada keluarga tentang perawatan anak dengan kejang demam.<br />1.4.4 Bagi rumah sakit<br />Dapat memberikan asuhan keperawatan untuk kasus yang sama serta menjaga dan meningkatkan pelayanan kepada mesyarakat, khususnya asuhan keperawatan dengan kejang demam.<br /><br />1.5 Metode Penulisan<br />1.5.1 Metode Penyusunan<br />Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menggunakan metode penulisan deskriptif observasional dalam bentuk studi kasus yaitu metode yang dibuat berdasarkan keadaan sebenarnya dan tertuju pada pemecahan masalah.<br /><br />1.5.2 Teknik Pengumpulan Data<br />Untuk memperoleh data yang relevan, penulis menggunakan teknik sebagai berikut :<br />1.5.2.1 Wawancara : suatu cara untuk mendapatkan data dengan cara tanya jawab yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien.<br />1.5.2.2 Pemeriksaan fisik : data yang diperoleh melalui pemeriksaan dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.<br />1.5.2.3 Dokumenter : suatu cara untuk memperoleh data dengan melihat data yang sudah ada dalam status klien, catatan medik maupun dari hasil pemeriksaan laboratorium.<br />1.5.2.4 Studi kepustakaan : mengumpulkan data melalui bahan ilmiah dari buku-buku yang terkait dengan kasus kejang demam.<br />1.5.2.5 Studi lapangan : mengumpulkan data melalui wawancara dan pemeriksaan fisik pada pasien dengan kejang demam.<br /><br />1.5.3 Sumber Data<br />1.5.3.1 Data primer<br /> Didapatkan melalui wawancara dan observasi terhadap pasien dan keluarga<br />1.5.3.2 Data sekunder<br /> Data sekunder didapatkan melalui : Catatan medik dan catatan perawatan, Hasil-hasil perawatan yang menunjang, Catatan tenaga kesehatan lain yang terkait.<br /><br />1.6 Lokasi dan Waktu Penulisan<br />1.6.1 Lokasi<br />Lokasi pelaksanaan Asuhan Keperawatan dalam penyusunan karya tulis dilakukan di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.<br />1.6.2 Waktu<br />Penyusunan karya tulis ini dibuat dari mulai tanggal 8 September 2001 sampai dengan 30 September 2001.<br /><br />1.7 Sistematika Penulisan<br />Sistematika penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :<br /> Bab 1 : Pendahuluan<br />Terdiri dari latar belakang, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, lokasi dan waktu, sistematika penulisan.<br />Bab 2 : Tinjauan Pustaka<br />Terdiri dari konsep dasar teori kejang demam, konsep dasar asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.<br />Bab 3 : Tinjauan Kasus<br />Meliputi pengkajian, analisa data, rumusan diagnosa keperawatan, rencana/perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi serta catatan perkembangan.<br /><br /><br />Bab 4 : Pembahasan<br />Pembahasan mengenai kesenjangan yang penulis jumpai antara teori dan fakta yang ditemukan selama pelaksanaan asuhan keperawatan.<br />Bab 5 : Simpulan dan Saran<br />Terdiri dari simpulan dan saran khususnya dalam rangka melaksanakan asuhan keperawatan .<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB 2<br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />2.1 Batasan/Pengertian<br />Batasan/pengetahuan dari karya tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak “ A” dengan Kejang Demam meliputi :<br />2.1.1 Asuhan adalah bantuan yang dilakukan bidan kepada individu, pasien atau kliennya (Santoso. NI, 1989 : 3)<br />2.1.2 Keperawatan adalah suatu pelayanan kesehatan profesional berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial spiritual yang komprehensip yang ditujukkan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat (Santosa. NI, 1989 : 1)<br />2.1.3 Asuhan keperawatan adalah metode pemberian pelayanan keperawatan kepada pasien / klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) yang logis, sistematis, dinamis dan teratur (Santosa. NI, 1989 : 151)<br />2.1.4 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Darto suharso, 1994: 148).<br /><br /><br /><br /><br />2.2 Konsep Kejang Demam<br />2.2.1 Pengertian<br />Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).<br /><br />2.2.2 Etiologi<br />Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll<br /><br />2.2.3 Patofisiologi<br />Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.<br />Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :<br />2.2.3.1 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular<br />2.2.3.2 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya<br />2.2.3.3 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan<br />Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.<br /><br />2.2.4 Prognosa<br />Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung faktor :<br />2.2.4.1 Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga<br />2.2.4.2 Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang<br />2.2.4.3 Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal<br />Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja (“Consensus Statement on Febrile Seizures 1981”).<br /><br />2.2.5 Manifestasi Klinik<br />Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.<br />Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :<br /><br />2.2.5.1 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun<br />2.2.5.2 Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit<br />2.2.5.3 Kejang bersifat umum<br />2.2.5.4 Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam<br />2.2.5.5 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal<br />2.2.5.6 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan<br />2.2.5.7 Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali<br /> <br />2.2.6 Penatalaksanaan Medik<br />Dalam penaggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :<br />2.2.6.1 Pemberantasan kejang secepat mungkin<br />Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI sebagai berikut :<br />Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :<br />1. Segera diberikan diazepam intravena dosis rata-rata 0,3 mg/kg<br />Atau<br />diazepam rectal dosis 10 kg : 5 mg<br />bila kejang tidak berhenti ≥ 10 kg : 10 mg<br />tunggu 15 menit<br /><br /> dapat diulang dengan cara/dosis yang sama<br /> kejang berhenti <br /> berikan dosis awal fenobarbital<br /> dosis : neonatus : 30 mg I.M<br /> 1 bulan – 1 tahun : 50 mg I.M<br /> 1 tahun : 75 mg I.M<br />2. Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat. <br />2.2.6.2 Pengobatan penunjang<br />Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :<br />1. Semua pakaian ketat dibuka<br />2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung<br />3. Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen<br />4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen<br />2.2.6.3 Pengobatan rumat<br />Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.<br />2.2.6.4 Mencari dan mengobati penyebab<br />Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dll.<br /><br />2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kejang Demam<br />Langkah-langkah dalam proses keperawatan ini meliputi :<br />2.3.1 Pengkajian<br />Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)<br />Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).<br />Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :<br /><br />2.3.1.1 Data subyektif<br />1. Biodata/Identitas<br />Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.<br />Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.<br />2. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)<br />Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :<br />Apakah betul ada kejang ?<br />Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak<br />Apakah disertai demam ?<br />Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..<br />Lama serangan<br />Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.<br />Pola serangan<br />Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?<br />Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?<br />Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?<br />Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?<br />Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.<br />Frekuensi serangan<br />Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.<br />Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan<br />Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?<br /><br /><br />Riwayat penyakit sekarang yang menyertai<br />Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.<br />3. Riwayat Penyakit Dahulu<br />Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?<br />Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.<br />4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan<br />Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.<br />5. Riwayat Imunisasi<br />Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.<br />6. Riwayat Perkembangan<br />Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :<br />Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.<br />Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.<br />Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.<br />Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.<br />7. Riwayat kesehatan keluarga.<br />Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.<br />8. Riwayat sosial<br />Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak ?<br />Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?<br />9. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan<br />Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?<br />Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :<br />Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat<br />Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?<br />Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.<br />Pola nutrisi<br />Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?<br />Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?<br />Pola Eliminasi :<br />BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.<br />BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?<br /><br />Pola aktivitas dan latihan<br />Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang disukai ?<br />Pola tidur/istirahat<br />Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?<br /><br />2.3.1.2 Data Obyektif<br />1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)<br />Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.<br />2. Pemeriksaan Fisik<br />Kepala<br />Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.<br />Rambut<br />Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.<br />Muka/ Wajah.<br />Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?<br />Mata<br />Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?<br />Telinga<br />Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.<br />Hidung<br />Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?<br />Mulut<br />Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?<br /><br /><br />Tenggorokan<br />Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?<br />Leher<br />Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?<br />Thorax<br />Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi<br />Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?<br />Jantung<br />Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?<br />Abdomen<br />Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?<br />Kulit<br />Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?<br />Ekstremitas<br />Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?<br />Genetalia<br />Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?<br /><br />2.3.1.3 Pemeriksaan Penunjang<br />Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :<br />1. Darah<br />Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)<br />BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.<br />Elektrolit : K, Na<br />Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang<br />Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )<br />Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )<br />2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.<br />3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi<br />4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.<br />5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.<br />6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.<br /><br />2.3.2 Analisa dan Sintesa Data<br />Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.<br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 2.1 Analisa dan Sintesa Data Pada Kasus Kejang Demam<br />NO Pengelompokan Data Kemungkinan Penyebab Masalah<br />1<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />4<br /><br /><br /> - Suhu Tubuh > Normal<br /> t. 36,5 – 37,5 ºC (bayi)<br /> t. 36 - 37,5 ºC(anak)<br /> - Denyut nadi lebih cepat<br /> N 110-120x/menit (bayi)<br /> N 100-110x/menit (1 th )<br /> N 80- 90x/menit (5-12th)<br />- Adanya riwayat kejang<br /> demam<br />- Kulit teraba panas<br />- Frekwensi pernafasan me-<br /> ningkat<br /> R.R 30-40x/menit (bayi)<br /> R.R 24-28x/menit (anak )<br /><br /><br /><br />- Capek<br />- Kelelahan<br />- Nyeri otot<br />- Penurunan kesadaran<br />- Riwayat kejang demam<br />- Hasil laboratorium glukosa darah abnormal (< 80 gr)<br />- Elektrolit abnormal<br /> Na : N 135 –144 meq/dl<br /> K : N 3,80-5,00 meq/dl<br />- Suhu tubuh abnormal<br /> > 37,5º C<br />- Kulit terasa panas<br />- Denyut nadi meningkat<br />- Riwayat infeksi pernafa-san atas, ostitis media akut, pneumonia, saluran kencing, pencernaan.<br />- Anak gelisah dan tidur terganggu<br />- Keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya, pengobatan dan perawatannya Hipertemia<br />↓<br />Gangguan metabolisme otak<br />↓<br />Perubahan keseimbangan dan sel netron<br />↓<br />Difusi ion kalium dan<br />natrium<br />↓<br />Lepas muatan listrik<br />↓<br />Kejang<br />(M.E. Sumijati, 2000;103)<br /><br />Kejang<br />↓<br />Berkurangnya koordinasi otot<br />↓<br />trauma fisik<br />(ME. Sumijati, 2000;103)<br /><br /><br /><br />Kuman penyakit<br />↓<br />infeksi<br />↓<br />Thermoregulasi<br />(Hipothalamus)<br />tak efektif<br />↓<br />hipertermi<br /><br />Kurangnya atau keterbatasan informasi<br />↓<br />sering bertanya<br />(Ngastiyah, 1997:230) Potensial ke-jang berulang<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Resiko trauma fisik<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gangguan rasa nyaman<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Kurangnya pengetahuan keluarga<br /><br />2.3.3 Diagnosa Keperawatan<br />Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.<br />Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :<br />2.3.3.1 Potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.<br />2.3.3.2 Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot<br />2.3.3.3 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang ditandai :<br />1. Suhu meningkat<br />2. Anak tampak rewel<br />2.3.3.4 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.<br /><br />2.3.4 Perencanaan<br />Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)<br />2.3.4.1 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi<br />Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi<br />Kriteria hasil : <br />1. Tidak terjadi serangan kejang ulang.<br />2. Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)<br />3. Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)<br />100-110 x/menit (anak)<br />4. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)<br /> 24 – 28 x/menit (anak)<br />5. Kesadaran composmentis<br />Rencana Tindakan :<br />1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.<br />Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.<br />2. Berikan kompres dingin<br />Rasional : perpindahan panas secara konduksi<br />3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)<br />Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.<br />4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam<br />Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.<br />5. Batasi aktivitas selama anak panas<br />Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.<br />6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.<br />Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis<br />2.3.4.2 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot<br />Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.<br />Kriteria Hasil : <br />1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.<br />2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.<br />3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.<br />Rencana Tindakan :<br />1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.<br />Rasional : meminimalkan injuri saat kejang<br />2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..<br />Rasional : meningkatkan keamanan klien.<br />3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.<br />Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.<br />4. Letakkan klien di tempat yang lembut.<br />Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.<br />5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.<br />Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.<br />6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang<br />Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal<br />2.3.4.3 Diagnosa Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.<br />Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi<br />Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,<br /> RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.<br />Rencana Tindakan :<br />1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.<br /> Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.<br />2. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali<br /> Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.<br />3. Pertahankan suhu tubuh normal<br /> Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.<br />4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .<br /> Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.<br />5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun<br /> Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.<br />6. Atur sirkulasi udara ruangan.<br /> Rasional : Penyediaan udara bersih.<br />7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum<br /> Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.<br />8. Batasi aktivitas fisik<br /> Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.<br /><br />2.3.4.4 Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi<br />Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.<br />Kriteria hasil : <br />1. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.<br />2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.<br />3. keluarga mentaati setiap proses keperawatan.<br />Rencana Tindakan :<br />1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga<br />Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.<br />2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam<br />Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga<br />3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.<br />Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan<br />4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam, antara lain :<br />1. Jangan panik saat kejang<br />2. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.<br />3. Kepala dimiringkan.<br />4. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.<br />5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.<br />6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum<br />7. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.<br /> Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.<br />5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas.<br />Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.<br />6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.<br />Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang<br />7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam.<br />Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam<br /><br />2.3.5 Pelaksanaan<br />Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )<br /><br />2.3.6 Evaluasi<br />Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).<br /><br />Tabel 2.2 Evaluasi Pada Kasus Kejang Demam<br />NO. Diagnosa/Masalah Evaluasi<br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />4.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />. Potensial kejang berulang berhu-bungan dengan hiperthermi.<br /><br /><br /><br /><br /><br />Potensial terjadi trauma fisik berhubungan kurangnya koordina-si otot.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gangguan rasa nyaman berhu-bungan dengan hiperthermi.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi. Klien tidak mengalami kejang selama 2x24 jam.<br />Kriteria :<br />- Tidak terjadi serangan ulang<br />- Suhu : 36 – 37,5 º C<br />- N : 100 – 110 kali/menit<br />- Kesadaran : composmentis<br />Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.<br />Kriteria :<br />- Tidak terjadi traumas fisik selama kejang.<br />- Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.<br />- Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.<br />Rasa nyaman terpenuhi<br />Kriteria :<br />- Tanda vital :<br />Suhu : 36 – 37,5ºC<br />N : 100 – 110 kali/ menit<br />RR : 24 – 28 kali/menit<br />- Kesadaran : composmentis<br />- Anak tidak rewel<br />Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.<br />Kriteria :<br />- Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.<br />- Keluarga mampu diikutserta-kan dalam proses perawatan.<br />- Keluarga mentaati setiap proses perawatan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB 3<br />TINJAUAN KASUS<br /><br />Pada bab 3 ini melaksanakan asuhan keperawatan pada anak A dengan diagnosa medis kejang demam + faringitis di ruang anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.<br />3.1 Pengkajian<br />Pengkajian dilakukan oleh Kurnia Yuliastutik pada tanggal 8 September 2001 jam 11.00 WIB.<br />3.1.1 Data Subyektif<br />3.1.1.1 Biodata/Identifitas<br />Nama anak : An “A”<br />Umur : 15 bulan<br />Jenis kelamin : Perempuan<br />Nomor Register : 10082571<br />Lahir : Normal (Spontan B)<br />Tempat/tanggal lahir : Surabaya, 23 Mei 2000<br />Diagnosa Medis : Kejang Demam + Faringitis<br />Tanggal MRS : 8 September 2001 jam 03.30 WIB<br /><br />Nama Ibu : Ny. “H”<br />Umur : 29 tahun<br />Agama : Katolik<br />Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia<br />Pendidikan : SMA<br />Pekerjaan : -<br />Penghasilan : -<br />Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya<br /><br />Nama Ayah : Tn. “B”<br />Umur : 31 tahun<br />Agama : Kristen<br />Suku/Bangsa : Batak/Indonesia<br />Pendidikan : SMA<br />Pekerjaan : Swasta<br />Penghasilan : Rp 500.000/bulan<br />Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya<br /><br />3.1.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang<br />1. Keluhan utama : Ibu mengatakan bahwa anaknya panas sejak 7-9-2001 jam 14.30 WIB<br />2. Perjalanan penyakit sekarang<br />Tanggal 7-9-2001 jam 14.30 WIB Anak mulai panas lalu diberi obat penurun panas (Sirup Salmol) 1 kali dan dikompres, disertai batuk dan pilek. Tetapi panas tidak turun. Muntah sebanyak 2 kali yaitu jam 23.30 WIB dan 01.30 WIB sebanyak ± 2-3 sendok makan dengan berisi makanan. Lalu kejang terjadi pada jam 02.30 WIB sebanyak 1 kali, lamanya ± 5-10 menit, tidak mengeluarkan busa dari mulut. Keadaan saat kejang adalah mata melirik ke atas, kedua tangan fleksi, dan kedua kaki kaku (ekstensi). Setelah kejang terjadi anak langsung menangis. Batuk tidak mengeluarkan dahak, suara grok-grok, konsistensi pilek agak kental, jernih, dan keluar kadang-kadang, tetapi tidak sesak.<br /><br />3.1.1.3 Penyakit Riwayat Dahulu<br />Sebelumnya anak tidak pernah menderita/mengalami kejang, epilepsi, trauma kepala, radang selaput otak, ostitis media akut. Penyakit yang pernah diderita anak yaitu panas, batuk, pilek tetapi jarang terjadi.<br /><br />3.1.1.4 Riwayat Kehamilan dan Persalinan<br />1. Prenatal : selama hamil sehat tidak ada kelainan seperti pendarahan dan sakit panas, Ibu hanya minum obat yang diberikan bidan. Ibu tidak minum jamu.<br />2. Natal : melahirkan usia kehamilan 9 bulan, spontan, tidak ada kelainan, anak langsung menangis keras, BB : 3300 gr PB : 48cm.<br />3. Post Natal : bayi sehat, menetek kuat, tidak ada kelainan, tali pusat lepas hari ke 7.<br /><br />3.1.1.5 Riwayat Imunisasi<br />Ibu mengatakan bahwa imunisasi anaknya sudah lengkap.<br />Reaksi setelah mendapat imunisasi DPT anak panas tetapi tidak kejang, sembuh dengan meminum obat yang diberikan petugas kesehatan.<br /><br />3.1.1.6 Riwayat Perkembangan Anak<br />1. Riwayat personal sosial :<br />Anak mudah beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Anak masih ngompol dan belum bisa memberi tahu orang tua bila ingin BAK/BAB.<br />2. Gerakan motorik kasar : anak sudah bisa berjalan, mendorong, dan menarik kursi, dapat mengerjakan perintah secara sederhana.<br />3. Gerakan motorik halus : anak bisa memegang pensil dan mencoret-coret.<br />4. Bahasa : anak sudah bisa bicara beberapa kata, misalnya : mama, papa, memanggil kakaknya (Iza), dan memanggil binatang peliharaan (anjing), minum, dll.<br />Kesimpulan : Tidak ada kelainan dalam perkembangan.<br /><br />3.1.1.7 Riwayat Kesehatan Keluarga<br />Ayah : tidak ada keluarga yang menderita penyakit epilepsi, kelainan syaraf, penyakit menular ataupun menurun dari ayah.<br />Ibu : ibu menderita hipotensi. Orang tua perempuan ibu menderita penyakit diabetes mellitus sejak tahun 1992, dari keluarga ibu tidak ada yang menderita kelainan syaraf, epilepsi.<br />Anak : kakaknya menderita sakit batuk dan pilek selama satu minggu<br />3.1.1.8 Riwayat Sosial<br />1. Yang mengasuh ibu sendiri, di rumah tidak ada pembantu ataupun orang lain.<br />2. Hubungan dengan anggota keluarga baik: anak sangat dekat dan manja dengan ibunya. Biasanya anak bermain bersama kakak apabila ditinggal ibu memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Kakaknya berusia 9 tahun, sudah kelas 4 SD.<br />3. Hubungan dengan teman sebaya : anak lebih banyak bermain di rumah bersama ibunya. Kadang-kadang anak bermain dengan teman sebayanya yang dekat dengan rumahnya.<br />4. Pembawaan secara umum<br />Anak tampak gelisah dan rewel, kadang-kadang menangis minta digendong, anak sangat manja kepada ibunya.<br /><br />3.1.1.9 Pola Kebiasaan dan Fungsi<br />1. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat<br />Sebelum sakit : mandi 2 kali/hari, keramas 2 kali/minggu, ganti celana setiap ngompol, baju ganti tiap pagi dan sore.<br />Setelah sakit : mandi 2 kali/hari, tidak pernah keramas, ganti baju tiap pagi dan sore dan celana ganti tiap ngompol.<br />Keluarga sangat khawatir saat anaknya kejang karena selama ini tidak ada keluarga yang kejang. Keluarga tidak tahu cara pencegahan dan pertolongan kejang. Kalau anak sakit biasanya dibawa ke dokter atau rumah sakit bila setelah diberi obat paracetamol atau bodrexin tidak sembuh. Anak bila sakit rewel, sering minta digendong. Anak tampak takut bila ada petugas kesehatan yang akan melakukan perawatan/ tindakan medik.<br />2. Pola Nutrisi<br />Sebelum sakit : makan 3-4 kali/hari, dengan porsi satu mangkuk kecil habis, tidak ada pantangan dalam makanan, komposisinya nasi tim dan lauknya bervariasi tiap hari yaitu tahu, tempe, ikan laut, telur dan daging kadang-kadang dengan ukuran 1 satu porsi sebesar korek api. Sayurnya seperti bayam, sup, soto, dan lain-lain.<br />Minum : air putih ± 3 – 5 gelas (ukuran 100 cc), anak masih menetek.<br />Selama sakit : sehari makan 3 kali/hari, porsi yang disediakan rumah sakit dimakan separuh. Komposisinya nasi tim, lauk, sayur, dan buah. Anak lebih sering menetek. Minum air putih ± 4 – 6 kali/100 cc, pasi (SGM 2) baru diberikan 2 sendok lalu dimuntahkan.<br />3. Pola Eliminasi<br />Sebelum sakit : BAK ± 4 – 5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada. BAB lancar setiap pagi hari, konsistensi lembek, warna kuning.<br />Selama sakit : BAK ± 4 – 5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada. BAB setiap hari, konsistensi lembek, warna kuning.<br />4. Pola Aktivitas dan Latihan<br />Sebelum sakit : Bermain bersama kakaknya ± 4 – 5 jam sehari, waktu terbanyak bersama ibu. Bersama ayah kadang–kadang, antara 3 – 4 jam. Biasanya anak juga bermain sendiri sambil melihat TV atau mendengarkan musik sambil menari.<br />Selama sakit : aktivitas anak menjadi menurun karena terpasang infus di tangan kiri, anak sering minta digendong ibu.<br />5. Pola Tidur dan Istirahat<br />Sebelum sakit : tidur malam antara jam 20.00 – 05.00 WIB, siang tidur antara jam 12.00 – 15.00 WIB, terbangun bila ngompol.<br />Selama sakit : pada siang hari tidurnya sulit ± ½ - 1 jam, tidurnya sering terbangun dan rewel minta digendong. Pada malam hari tidurnya jam 01.00 – 04.00 WIB, anak rewel dan tidurnya sering terjaga.<br /><br />3.1.2 Data Obyektif<br />3.1.2.1 Pemeriksaan Umum<br />1. Keadaan umum : lemah<br />2. Kesadaran : composmentis<br />3. Tekanan darah : -<br /> Nadi : 132 kali/menit<br />Respirasi : 30 kali/menit<br /> Suhu : 38,2 ºC<br />4. BB / TB : 9 kg / 77 cm<br /> Status gizi : 2n + 8<br />2(1,5) + 8 = 11 kg<br />9/11 x 100 % = 81,8 % (gizi kurang)<br /><br />3.1.2.2 Pemeriksaan Fisik Umum<br />1. Kepala<br />Tak ada tanda – tanda mikrochepali ataupun makrochepali, lingkar kepala 46 cm, ubun – ubun besar menutup, bentuk kepala normal.<br />2. Rambut<br />Warna pirang, rambut tidak mudah dicabut, ketebalan rambut cukup, tidak terdapat kutu.<br />3. Muka / wajah<br />Tidak ada rhisus sardonicus, simetris, tidak terdapat oedema, wajah tidak tampak pucat.<br />4. Mata<br />Ketajaman penglihatan baik, palpebra simetris, tak ada midriasis atau miosis, sklera tidak ikterus, konjungtiva tak anemis, pergerakan normal, tak ada strabismus.<br /><br />5. Hidung<br />Bentuk normal, tidak terdapat epistaksis, nampak keluar sekret berwarna kental dan jumlahnya sedikit, tidak ada polip, tidak ada pernapasan cuping hidung.<br />6. Telinga<br />Simetris kanan dan kiri, pendengaran normal, tak tampak keluar cairan.<br />7. Mulut<br />Simetris, tak tampak cyanosis, gigi berjumlah 8 buah, tak ada karies, lidah bersih, tidak terdapat stomatis, tak ada strismus, bibir tampak kering dan pecah-pecah<br />8. Tenggorokan<br />Tonsil tak tampak kemerahan dan tak tampak pembesaran, faring tampak kemerahan, tak ada eksudat.<br />9. Leher<br />Tak ada kaku kuduk, tak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak ada pembesaran vena jugularis, tak ada pembesaran kelenjar getah bening.<br />10. Dada / Thorax<br />Lingkar dada 46 cm, bentuk dada normal, tak ada refraksi intercostal, tidak terdapat ronchi, tak ada wheezing, pernaasan cepat dan iramanya teratur.<br />11. Jantung<br />Detak jantung normal dan frekwensinya teratur<br /><br />12. Abdomen<br />Turgor kulit cukup, tak ada meteorismus, keadaan lien dan hepar normal, tidak teraba benjolan / tumor, gerak peristaltik normal.<br />13. Kulit<br />Kebersihan kulit cukup, tidak ada hemangioma, tidak ada oedem, kulit teraba panas.<br />14. Ekstrimitas<br />Ekstrimitas atas : tak ada oedem, pergerakan normal, pada tangan kiri terpasang infus sejak 8 september 2001, tak ada tanda – tanda flebitis, akral hangat, lila = 14 cm.<br />Ekstrimitas bawah : tak ada oedem, pergerakan normal, akral hangat.<br />15. Genetalia<br />Vulva : kebersihan cukup, tidak tampak keluar sekret, tidak ada oedema maupun iritasi.<br />Anus : kebersihan cukup, haemorroid tidak tampak.<br /><br />3.1.3 Pemeriksaan Penunjang<br />3.1.3.1 Data Laboratorium<br />1 Laboratorium 8 – 9 2001 jam 03.30<br />Pemeriksaan darah<br />HB : 12,00 gr % (P 11,4 – 15,1)<br />Leukosyt : 19 x 109/L (P 4,3 – 11,3)<br />Trombosyt : 173 x 109/L (150 – 350)<br />PCV : 0,35 (P 0,38 – 0,42)<br />Glukosa darah acak : 288 mq/dl (< 200)<br />Elektrolit : Kalium = 3,60 meq/L (3,8 - 5)<br /> Natrium = 133 meq/L (135 - 144)<br />LP (lumbal pungsi) : Keluarga menolak walaupun sudah diberikan penjelasan tujuan dan prosedurnya.<br />3.1.4 Data Lain<br />Therapi yang diberikan :<br />8-9-2001 : Ampicilin 3x300 mg IV<br /> Paracetamol 3x100 mg P.O<br /> Diazepam 2,7 mg IV (bila kejang)<br /> Infus D5 ¼ S 500 cc/24 jam.<br /><br />3.2 Analisa dan Sintesa Data<br />Tabel 3.1 Analisa dan Sintesa Data Pada Kasus Kejang Demam<br />No Pengelompokan data Kemungkinan Penyebab Diagnosa/masalah<br />1 Tanggal 8-9-2001<br />jam 11.00 WIB<br />S : Ibu mengatakan bahwa anaknya masih panas dan rewel minta menetek terus, sebelumnya anak tidak pernah sakit kejang.<br />O : keadaan composmentis<br />Tanda vital :<br />S : 38,2oC<br />N : 132x/mnt<br />RR : 30x/mnt<br />Kulit terasa panas, akral hangat, anak tampak rewel dan sedang menetek. Bibir tampak kering dan pecah-pecah , turgor kulit cukup.<br />Pemeriksaan laboratorium: Hb : 12 gr %<br />(N : 11,4-15,1)<br />Leucocyt : 9x109/L<br />(N : 4,3-11,3)<br />Trombocyt : 173x109/L<br />(N : 150-350)<br />PCV : 0,35<br />(N : 0,38-0,42)<br />Glukosa darah acak :<br />288 mq/dl<br />(N kurang dari 200)<br />Elektrolit :<br />- Kalium : 3,6 meq/L (N : 3,8-5)<br />- Natrium : 133 meq/L (N : 135-144) Hipertermia<br /><br />gangguan metabolisme otak<br /><br />Perubahan keseimbangan dari sel neuron<br /><br />difusi ion kalium dan natrium<br /><br />Lepas muatan listrik<br /><br />kejang Potensial kejang ulang<br />2 Tanggal 8-9-2001<br />jam 11.00 WIB<br />S : Ibu mengatakan porsi dari rumah sakit dihabiskan separuh, pasi (SGM 2) baru diberikan 2 sendok, lalu dimuntahkan, anak sering menetek, dan minum air putih + 4 - 6x/100cc<br />O : turgor kulit cukup, wajah dan telapak tangan tidak pucat. Konjungtiva tidak anemis.<br />BB : 9 kg (N : 11 kg)<br />Status gizi kurang<br />Lila : 14 cm Proses penyakit<br />(faringitis)<br /><br />kesulitan dalam menelan<br /><br />asupan nutrisi berkurang Gangguan pemenuhan nutrisi<br /><br />3 Tanggal 8-9-2001 jam 11.00 WIB<br />S . Ibu bertanya mengapa bisa terjadi kejang padahal sebelumnya anak tidak pernah kejang dan panasnya belum turun setelah diberi obat penurun panas.<br />O : Ibu tampak khawatir dengan keadaan anaknya. Ibu sering bertanya tentang keadan anaknya dan setiap tindakan yang akan dilakukan. Kurangnya atau keterbatasan informasi<br /><br />sering bertanya Kurangnya pengetahuan<br /><br /><br /><br /><br />3.3 Diagnosa Keperawatan<br />Dari analisa dan sintesa data di atas maka dapat diambil diagnosa keperawatan sebagai berikut :<br />3.3.1 Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi<br />3.3.2 Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan yang ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan, BB kurang dari normal, anak tidak mau PASI.<br />3.3.3 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai dengan keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.<br /><br />3.4 Perencanaan<br />Tabel 3.1 Perencanaan Pada Kasus Kejang Demam<br />No. Rencana Rasional<br />1<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2 Tanggal 8-9-2001 jam 11.30 WIB<br />Diagnosa / masalah : potensial kejang berulang berhubungan dengan hiperthermi<br />Tujuan : kejang ulang tidak terjadi dalam waktu 2x24 jam<br />Kriteria :<br />- Tidak terjadi serangan ulang<br />- Suhu tubuh normal (36-37,5oC)<br />- Nadi (100-110 x /mnt)<br />- RR (24-28 x /mnt)<br />- Kesadaran composmentis<br />Rencana :<br />1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang menyerap keringat<br />2. Berikan kompres dingin pada kepala dan ketiak<br />3. Berikan ekstra cairan (pasi, asi, sari buah, dan lain-lain)<br />Cairan: 1150–1300 cc/24 Jam<br />4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam<br /><br />5. Batasi aktivitas selama anak panas<br /><br /><br />6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advise dokter<br />- Valium 2,7 mg IV (bila kejang)<br />- Ampicillin 3 x 300 mgIV<br />- Paracetamol 3 x 100 mg (per oral)<br />7. Berikan health education kepada keluarga tentangpersonal hygene: membersihkan daerah bibir dengan air hangat 2 x/hari dan mengolesi bibir dengan madu<br />Tanggal 8-9-2001 jam 11.10 WIB<br />Diagnosa / masalah :<br />Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan<br />Tujuan : nutrisi terpenuhi dalam 2x24 jam<br />Kriteria :<br />- porsi makan yang disediakan dihabiskan<br />- anak mau minum pasi<br />- BB anak meningkat<br />- turgor kulit baik, konjungtiva tidak anemis<br />Rencana :<br />1. Beri penjelasan pada keluarga tentang penyebab gangguan pemenuhan nutrisi, pentingmya nutrisi bagi tubuh dan cara mengatasinya<br />2. Berikan health educational kepada keluarga tentang :<br />- berikan makanan pada anak dengan porsi kecil dan frekuensinya sering<br />- berikan pasi ditambah dengan madu secara bertahap<br />3. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit :<br />TKTP 900 kalori, 20 gr protein<br />PASI 6 x 100 cc<br />4. Observasi intake dan output<br /><br />5. Lakukan penimbangan BB tiap hari<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />1. Proses konveksi akan terhaalang oleh pakaian ketat dan tidak menyerap keringat<br />2. Perpindahan panas secara konduksi<br />3. Saat demam kebutuhan akan cairan tubuh semakin meningkat<br />4. Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya<br />5. Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme sehingga meningkatkan suhu tubuh<br />6. Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis<br /><br /><br /><br /><br />7. Menjaga kebersihan dan kelembaban bibir<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />1. Dengan pemberian penjelasan keluarga diharapkan mengerti, dan dapat mendukung program perawatan yang diberikan<br /><br />2. Untuk mengurangi nyeri saat menelan dan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi<br /><br /><br /><br /><br />3. Sebagai fungsi dependen perawat/bidan dengan ahli lain.<br /><br /><br />4. Mengetahui keseimbangan jumlah nutrisi tubuh.<br />5. deteksi perubahan BB sebagai evaluasi pemberian diit<br />3 Tanggal 8-9-2001 jam 11.30 WIB<br />Masalah : kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi<br />Tujuan : pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya dalam 24 jam<br />Kriteria :<br />- keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya<br />- keluarga mampu diikutsertakan dalam proses perawatan<br />- keluarga mentaati setiap proses perawatan<br />Rencana :<br />1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga<br /><br /><br />2. Beri penjelasan tentang penyakit yang diderita anak dan semua prosedur perawatan yang akan dilakukan<br /><br /><br />3. Berikan health education cara menolong anak kejang dan mencegah kejang :<br />- jangan panik saat kejang<br />- baringkan anak di tempat rata dan lembut<br />- kepala dimiringkan<br />- pasang gagang sendok di mulut yang telah dibungkus kain bersih<br />- setelah kejang berhenti dan anak sadar segera minumkan obat dan tunggu sampai keadaan tenang<br />- jika suhu tinggi, lakukan kompres dingin dan beri minum banyak<br />- segera bawa ke RS bila kejang lama<br />4. Berikan helath education agar selalu sedia obat penurun panas (sesuai dengan anjuran dokter) bila anak panas segera bawa RS bila suhu belum turun 24 jam berikutnya<br />5. Jika anak sembuh, jaga agar tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari penderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu<br />6. Beritahu keluarga agar memberikan informasi pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mendapat serangan kejang sehingga pemberian imunisasi DPT tidak diberikan pertusis, hanya DT saja <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat<br />2. Agar keluarga dapat menerima informasi dengan mudah dan tepat sehingga tidak timbul kesalahpahaman sehingga keluarga lebih kooperatif<br />3. Sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />4. Mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang<br /><br /><br /><br />5. Sebagai upaya preventif serangan kejang ulang<br /><br /><br /><br />6. Imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang ulang<br /><br /><br /><br /><br />Tanggal / Jam<br />Pelaksanaan<br />Tanggal 8-9-2001<br /><br />Jam 11.30 WIB<br /><br /><br />Jam 11.31 WIB<br /><br />Jam 11.32 WIB<br /><br /><br /><br />Jam 11.35 WIB<br /><br /><br /><br />Jam 11.40 WIB<br /><br />Jam 07.00 WIB<br />Jam 15.00 WIB<br />Jam 23.00 WIB<br /><br /><br /><br /><br />Jam 11.50 WIB<br /><br /><br /><br /><br />Tanggal 8-9-2001<br /><br /><br />Jam 11.45 WIB<br /><br /><br /><br /><br />Jam 11.50 WIB<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Jam 11.52 WIB<br /><br /><br /><br />Jam 12.00 WIB<br /><br /><br />Jam 11.55 WIB Diagnosa : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi<br />1. Melonggarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat<br />2. Memberikan kompres dingin pada kepala dan ketiak<br />3. Memberikan ekstra cairan :<br />infus : D5 ¼S . 500 cc/24 jam,ASI<br />minum pasi : anak menolak (dimuntahkan)<br />4. Mengobservasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam<br />N : 132x/mnt RR : 30x/mnt<br />Taxila : 38,2oC<br />5. Membatasi aktivitas selama anak panas. Terapi : bed rest<br />6. Memberikan antipiretika dan pengobatan sesuai advise :<br />Terapi :<br />- Valium 2,7 mg IV (bila kejang)<br />- Ampicillin 3x300 mgIV<br />- Paracetamol 3x100 mg (per oral)<br />7. Memberikan health education kepada keluarga tentang personal hygiene : membersihkan daerah bibir dengan air hangat 2 x/hari, dan mengolesi bibir dengan madu<br />Diagnosa/masalah : ganggguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan<br />1. Memberikan penjelasan pada keluarga tentang penyebab gangguan pemenuhan nutrisi, pentingnya nutrisi bagi tubuh dan cara mengatasinya<br />2. Memberikan health education kepada keluarga tentang :<br />- Berikan makanan kepada anak dengan porsi kecil dan frekuensinya sering<br />- Berikan pasi ditambah dengan madu secara bertahap<br />3. Melakukan kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit.<br />TKTP : 900 kalori, 20 gr protein<br />PASI : 6 x 100 cc/24 jam<br />4. Mengobservasi intake dan output.<br />PASI : diberi 2-3 sendok lalu dimuntahkan<br />5. Melakukan penimbangan BB tiap hari<br />BB : 9 kg<br />Tanggal 8 September 2001<br /><br /><br /><br />Jam 11.55 WIB<br /><br />Jam 12.00 WIB<br /><br /><br /><br />Jam 12.05 WIB<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Jam 12.10 WIB<br /><br /><br /><br /><br />Jam 12.15 WIB<br /><br /><br /><br /><br />Jam 12.20 WIB<br /> Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi.<br />1. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga.<br />2. Memberikan penjelasan tentang penyakit yang diderita anak dan semua prosedur perawatan yang akan dilakukan<br />3. Memberikan health education cara menolong anak kejang dan mencegah kejang :<br />1. Jangan panik saat kejang<br />2. Baringkan anak di tempat rata dan lembut.<br />3. Kepala dimiringkan.<br />4. Pasang batang sendok di mulut yang telah dibungkus kain bersih.<br />5. Setelah kejang berhenti dan anak sadar segera minumkan obat dan tunggu sampai keadaan tenang.<br />6. Jika suhu tinggi, lakukan kompres dingin dan beri minum banyak.<br />7. Segera bawa ke RS bila anak kejang.<br />4. Memberikan health education agar selalu sedia obat penurun panas (sesuai dengan advis) bila anak panas, segera bawa ke RS bila suhu belum turun 24 jam berikutnya.<br />5. Jika anak sembuh, jaga agar tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari penderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.<br />6. Memberitahukan keluarga agar memberikan informasi pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mendapat kejang sehingga pemberian imunisasi DPT tidak diberikan pertusis, hanya DT saja.<br /><br />3.6 Evaluasi dan Catatatan Perkembangan<br />1. Diagnosa / masalah : potensial terjadi kejang berulang berhubungan dengan hiperthermi<br />Catatan Perkembangan<br />Tanggal 9-9-2001 jam 09.00 WIB<br />S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami kejang ulang dan badannya masih panas, anak masih rewel, ibu sudah membersihkan bibir anaknya dan mengolesi dengan madu.<br />O : Kejang ulang tidak terjadi, badan teraba panas akral hangat, turgor kulit baik, anak tampak rewel, kelembaban bibir cukup, bibir tampak bersih.<br />Kesadaran : Composmentis<br />Tanda-tanda vital :<br />S : 38oC N : 128 x/mnt RR : 28 x/mnt<br />A : Tujuan belum berhasil<br />P : Rencana dipertahankan<br />1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat<br />2. Berikan kompres dingin pada kepala dan ketiak<br />3. Berikan ekstra cairan<br />Infus : D5 ¼ S 500cc / 24 jam, ASI, PASI : 6 x 100cc<br />4. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam<br />5. Batasi aktivitas selama anak panas<br />6. Berikan pengobatan sesuai dengan advis dokter.<br />Terapi : Valium 2,7 mgIV (bila kejang)<br />Ampicilin 3 x 300 mgIV<br />Paracetamol 3 x 100 mg per oral<br />Evaluasi<br />Tanggal 10-9-2001 jam 11.00 WIB<br />S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami kejang ulang, badannya tidak panas lagi, anak tidak rewel dan bisa tidur nyenyak, anak kembali ceria lagi.<br />O : Kejang ulang tidak terjadi kulit tidak teraba panas, turgor kulit baik anak tampak ceria, infus dilepas sejak jam 09.00 WIB<br />Kesadaran : Composmentis<br />Tanda-tanda vital :<br />S : 37,2oC N : 100 x/mnt RR : 25 x/mnt<br />A : Tujuan berhasil<br />P : Rencana dihentikan<br />2. Diagnosa / masalah : gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan<br />Catatan Perkembangan<br />Tanggal 9-9-2001 jam 10.00 WIB<br />S : Ibu mengatakan porsi makan yang disediakan dimakan separuh, anak mau minum PASI 2 - 3 x 100cc<br />O : BB : 9 kg, turgor kulit baik, akral tidak pucat, konjungtiva tidak anemi, PASI yang diberikan diminum 2 – 3 x 100cc<br />A : Tujuan berhasil sebagian<br />P : Rencana no. 4 dan 5 dipertahankan<br />4. Obserasi intake dan output<br />5. Lakukan penimbangan BB tiap hari<br />Evaluasi<br />Tanggal 10-9-2001 jam 11.10 WIB<br />S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah, porsi makan yang disediakan habis,, PASI yang diberikan diminum 5 – 6 x 100cc<br />O : BB : 9 kg, turgor lebih baik, akral tidak pucat, conjungtiva tidak anemis, anak masih menetek, anak tampak ceria kembali<br />A : Tujuan berhasil sebagian<br />P : Rencana no. 4 dan 5 dipertahankan<br />4. Obserasi intake dan output<br />5. Lakukan penimbangan BB tiap hari<br /><br />Catatan Perkembangan<br />Tanggal 11-9-2001 jam 08.00 WIB<br />S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah, porsi makan yang disediakan habis PASI yang diberikan diminum 5 – 6 x 100 cc.<br />O : BB : 9 kg, turgor kurang baik, akral tidak pucat, conjungtiva tidak anemis, anak masih menetek, anak tampak ceria dan bisa diajak bercanda<br />A : Tujuan berhasil sebagian<br />P : Rencana hari ini pulang<br /><br />3. Diagnosa / masalah : kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi<br />Evaluasi<br />Tanggal 8-9-2001 jam 12.30 WIB<br />S : Ibu mengatakan sudah mengerti tentang penyakit anaknya dan cara pencegahannya.<br />O : Ibu / keluarga dapat mengulang kembali penjelasan yang diberikan<br />Keluarga mau dan mampu diikutsertakan dalam proses perawatan,<br />Keluarga tidak sering bertanya lagi tentang penyakit anaknya,<br />Keluarga mentaati setiap proses perawatan<br />A : Tujuan berhasil<br />P : Rencana dihentikan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB 4<br />PEMBAHASAN<br /><br />Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada kasus ini dengan menggunakan proses perawatan dan setelah melihat kembali mengenai tinjauan pustaka baik pada konsep dasar, maupun asuhan perawatan, maka didapatkan beberapa kesenjangan dan kesamaan antara teori dan kenyataan di lapangan, yaitu :<br />4.1. Pengkajian<br />Pada tahap ini telah ditemukan adanya kesamaan yaitu dalam tinjauan pustaka disebutkan bahwa penyebab terjadinya kejang demam adalah infeksi luar susunan saraf pusat, misalnya: tonsilitis, OMA, bronkitis, faringitis, dan lain-lain. Kenyataannya berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya infeksi (faringitis). Riwayat penyakit sekarang (kejang demam) sesuai dengan kriteria Livingstone, yaitu: umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun, kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit, kejang bersifat umum, kejang timbul dalam 16 jam pertama timbulnya demam, tidak ada kelainan neurologis.<br />Ditemukan kesenjangan yaitu dalam tinjauan pustaka ditemukan adanya riwayat penyakit kejang dalam keluarga. Kenyataannya di lapangan tidak ditemukan riwayat penyakit kejang dalam keluarga.<br /><br />4.2 Analisa dan Sintesa Data<br />Pada tahap ini dalam kasus nyata ditemukan satu diagnosa dan dua masalah sedangkan pada tinjauan pustaka terdapat dua diagnosa dan dua masalah.<br />4.3 Diagnosa / Masalah Keperawatan<br />Pada tinjauan pustaka disebutkan bahwa masalah yang mungkin timbul pada kasus kejang demam adalah :<br />4.3.1 Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.<br />Pada pasien ini tidak lagi terjadi serangan ulang selama di RS meskipun tanggal 9 September 2001 jam 09.00 WIB suhu tubuh masih 38,2º C.<br />4.3.2 Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot.<br />Pada pasien hal ini tidak terjadi, karena kejangnya berlangsung hanya sebentar, kurang dari 15 menit, dan tidak terjadi serangan ulang.<br />4.3.3 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan dengan hiperthermi.<br />Pada pasien ini terjadi gangguan rasa nyaman (tidur/istirahat) berhubungan dengan hiperthermi. Hal ini terjadi akibat dari proses infeksi yang mengakibatkan suhu panas sehingga pasien menjadi rewel/gangguan pola tidur dan istirahat. Masalah ini tidak diangkat oleh penulis karena criteria hasilnya sama dengan diagnosa pertama yaitu bila suhu tubuh menurun maka tidak terjadi kejang ulang dan masalah gangguan rasa nyaman sudah terpenuhi.<br /><br /><br />4.3.4 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi.<br />Pada keluarga hal ini terjadi karena dalam keluarga tidak ada yang pernah menderita kejang. Sehingga keluarga menjadi khawatir tentang keadaan anaknya maka timbul berbagai pertanyaan dari keluarga.<br />Pada kenyataanya muncul diagnosa/masalah baru pada pasien, yaitu gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan. Hal ini terjadi karena adanya infeksi, yaitu faringitis.<br /><br />4.4 Perencanaan<br />Pada tahap ini tidak ditemukan adanya kesenjangn antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Karena muncul diagnosa/masalah baru pada pasien maka muncul perencanaan baru pada tinjauan kasus yang tidak didapatkan pada tinjauan pustaka.<br /><br />4.5 Pelaksanaan<br />Pada tahap ini tidak ditemukan adanya kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Muncul pelaksanaan baru sesuai dengan rencana pada kasus yang telah ditemukan di lapangan yang tidak ada dalam tinjauan pustaka.<br /><br /><br /><br />4.6 Evaluasi<br />Pada tahap ini ditemukan adanya kesenjangan dimana pada tinjauan pustaka evaluasi tidak ditulis berdasarkan SOAP, sedang pada tinjauan kasus ditulis menggunakan SOAP.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB 5<br />SIMPULAN DAN SARAN<br /><br />5.1 Simpulan<br /> Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Anak “A” didapatkan kesimpulan sebagai berikut:<br />5.1.1 Pengkajian<br />Pengkajian terpenting dari kejang demam adalah melakukan anamnese selengkap mungkin serta pemeriksaan fisik untuk menetukan penyebab kejang terjadi.<br />Apabila dari anamnese dan pemeriksaan fisik masih sulit menentukan penyebab kejang demam maka dilakukan pemeriksaan penunjang.<br />5.1.2 Analisa dan Sintesa Data<br />Pada tahap analisa data dan sintesa data dalam kasus nyata penulis hanya menemukan satu diagnosa dan dua masalah.<br />5.1.3 Diagnosa / Masalah Keperawatan<br />Masalah/diagnosa keperawatan yang muncul akibat dari kejang demam adalah potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi, gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan, kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi<br />.<br />5.1.4 Perencanaan<br />Pada tahap perencanaan dalam kasus nyata ada beberapa langkah tindakan yang ditambahkan penulis selain yang terdapat dalam tinjauan pustaka sesuai kebutuhan klien saat itu.<br />5.1.5 Pelaksanaan<br />Pada tahap pelaksanaan dalam kasus nyata toidak menemui kesulitan karena sikap keluarga yang kooperatif dan sarana dan prasarana yang memadai.<br />5.1.6 Evaluasi<br />Evaluasi merupakan kunci keberhasilan dari proses keperawatan, terdiri atas tinjauan laporan pasien dan pengkajian kembali keadaan pasien. Dengan evaluasi akan membantu perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien yang dapat berubah-ubah.<br /><br />5.2 Saran<br />5.2.1 Bagi Perawat atau Bidan<br />Karena kejang demam merupakan kasus gawat darurat pada anak dan sering ditemukan dalam praktek maka perlu mengembangkan kemampuan diri, baik melalui intitusi maupun non intitusi untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan. Dan hendaknya selalu berupaya memberikan asuhan keperawatan yang bermutu dengan memperhatikan pribadi individu yang unik, dimana aspek bio psiko sosial dan spiritual terintegrasi secar utuh.<br /><br />5.2.2 Bagi Institusi<br />Karya tulis ini sebagai acuan untuk penulisan karya tulis yang akan datang sebagai pembanding terhadap perubahan – perubahan yang akan datang.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta<br />Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta<br />Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta<br />Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta.<br />Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta<br />Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.<br />Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.<br />Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.<br />Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta<br />Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.<br />Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya. <br />Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.</span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-45889046009930969332008-07-10T20:18:00.001-07:002008-07-10T20:21:04.907-07:00Hipertensi gravidaBAB 1<br />P E N D A H U L U A N<br /><br /><br />1.1 Latar Belakang<br />Masalah kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tergolong tinggi diantara negara-negara ASEAN. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 angka kematian ibu di Indonesia 373 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi 54 per 1000 kelahiran hidup. (Santosa. NI, 1996 : 5)<span class="fullpost"><br />Kematian ibu sebagian besar (lebih dari 90%) disebabkan oleh pendarahan melalui jalan lahir (40-60%), toxemia gravidarium (20-30%) dan infeksi jalan lahir (20-30%). Kematian ini umumnya terjadi pada kelompok ibu beresiko tinggi, baik yang timbul sejak masa kehamilan maupun yang terjadi mendadak pada saat persalinan atau nifas. Dengan demikian, kematian seharusnya dapat dicegah bila kelompok resiko tinggi ini sudah terdeteksi sejak dini, kemudian mendapat penanganan yang adekuat, dan persalinannya direncanakan dengan mengatisipasi resiko yang mungkin timbul. (Gunawan. Nardho,1996 : 1)<br />Usaha mempercepat penurunan AKI, keterlibatan sektor lain selain kesehatan sangat diperlukan. Beberapa bentuk keterlibatan lintas sektor dalam upaya penurunan AKI adalah Gerakan Sayang Ibu untuk mencegah tiga macam keterlambatan yaitu keterlambatan mengambil keputusan, mencapai fasilitas kesehatan dan memperoleh pelayanan di fasilitas kesehatan, dan Gerakan Reproduksi Keluarga Sehat (GRKS) yang merupakan upaya promosi dalam mendukung terciptanya keluarga yang sadar akan pentingnya mengupayakan kesehatan reproduksi, termasuk promosi untuk kesejahteraan ibu. (Saifudin. AB, 2000 : 8)<br />Kasus kehamilan resiko tinggi memiliki bermacam jenis dan variasi. Seringkali ibu hamil tidak memahami keadaannya sebagai resiko tinggi, jika tidak merasakan keluhan yang menggangu. Berdasarkan referensi standar deteksi resiko tinggi, kehamilan dengan hypertensi kronis merupakan salah satu diantaranya. (Manuaba. IBG, 1998 : 32 )<br />Mempelajari data medik yang ada di Poli Hamil I RSUD Dr. Sutomo Surabaya periode Januari sampai dengan Desember 2000, seperti tabel berikut :<br />Tabel 1.1 Kehamilan Dengan Resiko Tinggi Di Poli Hamil I RSUD Dr. Sutomo Surabaya, Januari s.d Desember 2000<br />No Kehamilan dengan Resiko Jumlah Keterangan<br /> N % <br />1.<br />2.<br />3.<br /><br /><br /><br /><br /><br />4.<br />5.<br />6.<br />7.<br />8.<br />9.<br />10.<br />11.<br />12.<br />13.<br />14.<br />15.<br />16.<br />17.<br />18.<br />19.<br />20.<br />21. Umur ibu 35 tahun<br />Bekas Sectio Caesarea<br />Kelainan Medik<br /> Hipertensi Kronis<br /> Diabetes Mellitus<br /> Hypertiroid<br /> Penyakit Jantung<br /> Asma<br />Riwayat Obstetri Jelek (ROJ)<br />Anak terakhir < 2 tahun<br />Low High (TB < 145cm)<br />Primi tua<br />PER (Pre Eklampsia Ringan)<br />Letak Sungsang<br />Anak terakhir 5 tahun<br />Primi tua sekunder<br />Post tindakan<br />Gemelli<br />Post Date<br />PEB (Pre Eklampsia Berat)<br />IUFD (Intra Uterine Fetal Distress)<br />Letak Lintang<br />Primi muda<br />Hydramnion<br />APB (Ante Partum Bleeding)<br />Lain-lain 1039<br />919<br />825<br />247<br />165<br />123<br />123<br />165<br />793<br />308<br />248<br />214<br />184<br />176<br />171<br />137<br />102<br />85<br />79<br />57<br />43<br />30<br />20<br />12<br />12<br />946 16.23<br />14.36<br />12.89<br />3.85<br />2.57<br />1.92<br />1.92<br />2.57<br />12.39<br />4.81<br />3.88<br />3.34<br />2.88<br />2.75<br />2.67<br />2.14<br />1.59<br />1.33<br />1.23<br />0.89<br />0.67<br />0.47<br />0.31<br />0.19<br />0.19<br />14.78 <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Jumlah<br />6400 100%<br />Sumber : Laporan tahunan Poli Hamil I RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 2000<br />Berdasarkan data dari Poli Hamil I RSUD Dr. Sutomo Surabaya tahun 2000, kasus ibu hamil dengan hypertensi kronis 247 dari 6400 kasus resiko tinggi ibu hamil berarti 3,85% dari seluruh kasus resiko tinggi. Walaupun prosentase kehamilan dengan hypertensi kronis termasuk kecil, tetapi komplikasi yang terjadi saat hamil, melahirkan dan nifas baik pada ibu atau pun janinnya cukup besar. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut, dengan harapan dapat dilaksanakan penanganan dan pengawasan yang intensif. Tujuannya agar proses kehamilan dan persalinan dapat berjalan lancar dan normal, dengan penerapan konsep manajemen kebidanan, secara kompretensif yang meliputi aspek promotif, preventif, keratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio, psiko, spiritual, sosial dan kultural dengan pendekatan keluarga dalam upaya membantu memenuhi kebutuhannya. (Santosa. IN, 1996 : 7) <br /><br />1.2 Identifikasi Masalah<br />Dari data kehamilan dengan resiko tinggi di Poli Hamil I RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode Januari sampai Desember 2000, sepuluh besar kasus yang ada adalah :<br />1.2.1 Umur ibu lebih dari 35 tahun dengan prosentase sebesar 16,23%<br />1.2.2 Bekas Secsio Saesarea dengan prosentase 14,36%<br />1.2.3 Riwayat Obstetri Jelek dengan prosentase 12,39%<br />1.2.4 Anak terkecil kurang dari 2 tahun dengan prosentase 4,81%<br />1.2.5 Tinggi badan kurang dari 145 cm dengan prosentase 3,88%<br />1.2.6 Hypertensi kronis dengan prosentase 3,85 %<br />1.3.7 Primitua dengan prosentase 3,34%<br />1.3.8 Pre Eklampsi Ringan dengan prosentase 2,88%<br />1.3.9 Letak Sungsang dengan prosentase 2,75%<br />1.3.10 Anak terkecil lebih dari atau sama dengan 5 tahun dengan prosentase 2,65 %<br /><br /><br /><br />1.3 Batasan Masalah<br />Adapun pembahasan pada karya tulis ini, penulis hanya membatasi satu klien dengan kasus multigravida dengan hyipertensi kronis di PH I RSUD Dr. Soetomo Surabaya.<br /><br />1.4 Rumusan Masalah<br />Setelah mempelajari 10 kasus yang ada, penulis berusaha merumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana asuhan kebidanan pada Ny “R” multigravida dengan hypertensi kronis di PH I RSUD Dr. Soetomo Surabaya ?<br /><br />1.5 Tujuan Penulisan Karya Tulis<br /> Tujuan penulisan karya tulis ini adalah :<br />1.5.1 Tujuan Umum<br /> Setelah menyusun karya tulis diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil multigravida dengan hypertensi kronis .<br />1.5.2 Tujuan Khusus<br /> Setelah menyusun karya tulis yang menggunakan pendekatan manajemen kebidanan diharapkan mahasiswa mampu :<br />1.5.2.1 Melakukan pengkajian (data subyektif, data obyektif dan data penunjang).<br />1.5.2.2 Melakukan analisa data, merumuskan diagnosa, masalah dan kebutuhan.<br />1.5.2.3 Menyusun rencana kebidanan.<br />1.5.2.4 Melaksanakan implementasi sesuai rencana kebidanan.<br />1.5.2.5 Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan.<br />1.6 Manfaat<br /> Dengan penyusunan karya tulis ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1.6.1 Penulis<br />Hasil karya tulis ini memberikan wawasan dalam penanganan kehamilan dengan hypertensi kronis dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.<br />1.6.2 Klien<br />Meningkatkan pengetahuan klien sehingga timbul minat dan tanggung jawab terhadap upaya pemeliharaan kehamilan terutama hamil dengan hypertensi kronis.<br />1.6.3 RSUD Dr. Soetomo<br />Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam kegiatan asuhan kebidanan untuk kasus yang sama serta menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, khususnya asuhan kebidanan pada ibu dengan hypertensi kronis.<br />1.6.4 Institusi/Pendidikan<br />Sebagai bahan kepustakaan dan bacaan bagi yang memerlukan.<br /><br />1.7 Metode Penulisan Karya Tulis Ilmiah<br /> Adapun metode dalam penulisan dan penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah :<br />1.7.1 Pembahasan karya tulis menggunakan pendekatan manajemen kebidanan yang berfokus pada proses pemecahan masalah.<br />1.7.2 Sumber Data<br />Adapun sumber data dalam penulisan karya tulis ini adalah :<br /><br /><br />1.7.2.1 Data Primer<br />Yaitu data yang diperoleh langsung dari klien melalui wawancara / anamnese observasi dan pemeriksaan fisik langsung pada klien.<br />1.7.2.2 Data Sekunder<br />Yaitu data yang diperoleh melalui catatan medik dan kebidanan, hasil pemeriksaan, laporan tim kesehatan yang terkait dan data penunjang.<br />1.7.3 Tempat Pengambilan Kasus<br />Studi kasus dilaksanakan pada ibu hamil yang periksa ulang di Poli Hamil I RSUD Dr. Soetomo Surabaya.<br />1.7.4 Waktu Penulisan<br />Waktu penulisan karya tulis ini dimulai bulan Juli sampai dengan Oktober 2001.<br /><br />1.8 Sistematika penulisan<br />Dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :<br />BAB 1 : Pendahuluan<br />Meliputi latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat, metode, waktu dan sistematika penulisan.<br />BAB 2 : Tinjauan Pustaka<br />Meliputi batasan/konsep sesuai dengan judul, konsep dasar materi hypertensi kronis dan konsep asuhan kebidanan pada ibu hamil multigravida dengan hypertensi kronis.<br />BAB 3 : Tinjauan Kasus<br />Tinjauan kasus meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa, masalah dan kebutuhan, intervensi, implementasi dan evaluasi.<br />BAB 4 : Pembahasan<br />Berisi pembahasan tentang kesamaan dan kesenjangan antara kejadian pada kasus nyata dengan tinjauan pustaka dalam melaksanakan asuhan kebidanan.<br />BAB 5 : Simpulan Dan Saran<br />Terdiri dari simpulan penulisan karya tulis dan saran-saran.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB 2<br />T I N J A U A N P U S T A KA<br /><br />2.1 Batasan/Pengertian<br /> Adapun batasan/pengertian Asuhan Kebidanan Multi Gravida dengan Hypertensi Kronis adalah :<br />2.1.1 Asuhan Kebidanan<br />Asuhan Kebidanan berdasarkan rumusan berbagai pakar dijelaskan sebagai berikut :<br />Asuhan Kebidanan adalah aktifitas atau intervensi yang dilaksanakan oleh bidan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/permasalahan khususnya dalam bidang KIA/KB. (Syahlan. JH, 1993 : 3)<br />Asuhan kebidanan merupakan bagian dari pelayanan yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. (Santosa. NI, 1995 : 16)<br />Manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan pemecahan masalah kesehatan ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh bidan di dalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga dan masyarakat. (Santosa. NI, 1995 : 17)<br />2.1.2 Multi Gravida<br />Multigravida adalah seorang wanita yang telah beberapa kali hamil. (Sastrawinata. S, 1983 : 156)<br /><br /><br />2.1.3 Hypertensi Kronis Dalam Kehamilan<br />Hypertensi kronis dalam kehamilan adalah adanya penyakit hypertensi yang telah terjadi sebelum hamil ataupun diketemukan sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hypertensi yang menetap 6 minggu paska persalinan, apapun yang menjadi sebabnya. (Winardi. B, 1991 : 2)<br /><br />2.2 Batasan/Konsep Dasar Hypertensi Kronis<br />2.2.1 Batasan<br />Penyakit hypertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan nifas. (Sastrawinata. S, 1984 : 90)<br />2.2.2 Klasifikasi Hypertensi<br />Menurut American Committee and Maternal Welfare yang dikutip oleh Sulaeman Sastrawinata dalam buku Obstetri Patologi tahun 1981, klasifikasi hypertensi adalah sebagai berikut :<br />2.2.2.1 Hypertensi yang hanya terjadi dalam kehamilan dan khas untuk kehamilan ialah preeklampsia dan eklampsia.<br />2.2.2.2 Hypertensi Kronis<br /> Diagnosa dibuat atas adanya hypertensi sebelum kehamilan atau penemuan hypertensi sebelum minggu ke 20 dari kehamilan dan hypertensi ini tetap setelah kehamialn berakhir.<br />2.2.2.3 Preeklampsia dan eklampsia yang terjadi atas dasar hypertensi yang kronis. Pasien dengan hypertensi yang kronis sering memberat penyakitnya dalam kehamilan dengan gejala-gejala hypertensi yang naik, proteinuri dan edema serta kelainan retina.<br />2.2.2.4 Transient Hypertensi<br /> Diagnosa dibuat kalau timbul hypertesi dalam kehamilan atau dalam 24 jam pertama dalam nifas pada wanita yang tadinya normotensi dan yang hilang dalam 10 hari post partum.<br /><br /><br />2.2.3 Derajad Beratnya Hypertensi Akibat Kehamilan<br />Hypertensi akibat kehamilan dapat diklasifikasikan ke dalam bagian ringan atau berat, menurut frekuensi dan intensitas kelainannya. Adalah penting untuk menyadari bahwa suatu keadaan yang kelihatannya ringan dapat menjadi berat. (Winardi. B, 199: 8)<br />Tabel 2.1 Indikator Derajad Beratnya Hypertensi Akibat Kehamilan<br /> Kelainan Ringan Berat<br />Tekanan Distolik <> 110mmHg<br />Proteinnuri 1+ 2+<br />Sakit kepala tidak ada ada<br />Gangguan penglihatan tidak ada ada<br />Nyeri perut atas tidak ada ada<br />Oliguri tidak ada ada<br />Kejang tidak ada ada<br />Creatinin serum normal meningkat<br />Trombosito penia tidak ada ada<br />Hyperbilirubinemia tidak ada ada<br /><br />SGOT minimal nyata<br />Fetal Growth Retardasion tidak ada ada jelas<br />Sumber : Pritcard, Mac Donald, Giant. William Obstetri, 1991 : 612<br /><br />2.2.4 Patofisiologi Hipertensi Kronis<br /> Terdapat banyak akibat hypertensi karena kehamilan yang terjadi pada ibu, berikut akan dibahas berdasarkan analisa kelainan kardiovaskuler, hematologik, endokrin, elektrolit, renal, hepatik dan serebral. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991: 616)<br />2.2.4.1 Sistem Kardiovaskuler<br /> Meskipun terdapat peningkatan curah jantung pada ibu hamil normal, tekanan darah tidak meningkat, tetapi sebenarnya menurun sebagai akibat resistensi perifer berkurang. Pada ibu hamil dengan hypertensi, curah jantung biasanya tidak berkurang, karena curah jantung tidak berkurang sedang konstriksi arteriol dan tahanan perifer naik, maka tekanan darah akan meningkat. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 616)<br />2.2.4.2 Hematologik<br /> Perubahan-perubahan hematologik penting yang ditemukan pada wanita hypertensi ialah penurunan atau sebenarnya tidak terjadinya hypervolemia yang normal pada kehamilan, perubahan-perubahan mekanisme koagulasi dan adanya peningkatan dekstruksi eritrosit. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 619)<br />2.2.4.3 Endokrin<br /> Pada kehamilan normal, kadar plasma renin, angiotensin II dan aldosteron meningkat. Sebaliknya pada hypertensi karena kehamilan, bahan tersebut biasanya menurun mendekati batas normal pada keadaan tidak hamil.<br /> Peningkatan aktivitas hormon anti deuritik juga menyebabkan oliguri, kadar chorionic gonadotropin dalam plasma meningkat secara tidak tetap sebaliknya lactogen placenta menurun. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 620)<br />2.2.4.4 Cairan dan Elektrolit<br /> Biasanya volume cairan ekstraselular pada wanita dengan preeklampsia dan eklampsia sangat bertambah melebihi penambahan volume yang biasanya terjadi pada kehamilan normal. Mekanisme yang menyebabkan ekspansi cairan yang patologis belum jelas. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 621)<br />2.2.4.5 Perubahan Hepar<br /> Pada HKK (Hipertensi Karena Kehamilan) yang berat, kadang terdapat kelainan hasil pemeriksaan hati yang meliputi peningkatan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminace), hyperbilirubin yang berat jarang terjadi. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 623)<br />2.2.5 Pengaruh Hipertensi Terhadap Kehamilan<br /> Sebagai akibat penurunan sirkulasi uteroplasenta maka konsumsi makanan terhadap janin juga mengalami penurunan. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan badan janin merupakan akibat yang paling sering, dalam penelitian mendapatkan frekuensi 15% bayi IUGR dan 27% bayi premature walaupun dilakukan perawatan standart. (Winardi. B, 1991 : 5)<br /> Diduga bahwa kapasitas nutrisi plasenta dalam keadaan tersebut dipacu oleh peningkatan tekanan perfusi, dengan ini pula maka peningkatan klirens dehidroisoandosteron sulfat. (Winardi. B, 1991 : 6)<br /> Solusio placenta sejak lama diketahui lebih sering dijumpai pada ibu dengan hypertensi. Insiden tertinggi didapatkan pada ekslampsi 23,6% disusul hypertensi kronis 10% dan pre eklampsi 2,3%.(Winardi. B, 1991 : 6)<br />2.2.6 Pengaruh Kehamilan Terhadap Hypertensi<br /> Dikatakan 60% dari wanita yang menderita hypertensi kronis, pada saat hamil akan mengalami kenaikan tekanan darah, 15-30% mempunyai resiko untuk mendapatkan superimposed pre eklampsia.<br /> Resiko terjadinya superimposed pre eklampsi tidak tergantung pada tingkat hypertensinya. Bila terjadi penurunan fungsi renal (BUN > 20mg%) kreatinin serum > 1,5mg% pada keadaan hypertensi kronis, maka resiko terjadinya superimposed pre eklampsi mendekati angka 100%.<br /> Dengan meningkatnya tensi pada saat hamil maka resiko lain juga menjadi lebih tinggi misalnya infark miokard akut, CVA, payah jantung, gagal ginjal, hematuria. (Winardi. B, 1991 : 6)<br />2.2.7 Diagnosa<br />2.2.7.1 Diagnosa hypertensi ditegakkan dengan pengukuran secara serial dalam waktu berbeda-beda, dengan selang waktu beberapa jam sampai beberapa hari, teknik pemeriksaan sangat penting diperhatikan, karena harus dilakukan dengan benar. (Winardi. B, 1991 : 7)<br />2.2.7.2 Cara Pengukuran<br />Cara pengukuran tekanan darah yang dianjurkan adalah sebagai berikut :<br />1. Memakai alat sphygnomanometer air raksa dengan menggunakan sthetoscope yang baik (peka)<br />2. Posisi duduk praktis untuk skrining<br />3. Posisi berbaring lebih memberikan hasil yang bermakna<br />4. Lengan atas harus bebas dari baju yang ketat<br />5. Memakai cuff yang sesuai (dapat melingkari 2/3 panjang lengan atas). (Winardi. B, 1991 : 7)<br />2.2.7.2 Diagnosa hypertensi kronis<br /> Diagnosa hypertensi kronis harus memnuhi kriteria sebagai berikut :<br />1. Terjadi sebelum hamil atau sebelum 20 minggu kehamilan<br />2. Tidak ada proses mola (Winardi. B, 1991 : 7)<br /> Apabila penderita datang pertama kali sesudah minggu 20-24 kehamilan, sulit untuk membedakannya dengan PIH. Secara khusus kita bisa mengadakan diagnosa banding dengan beberapa ciri yang agak berbeda dengan PIH antara lain sebagai berikut :<br />Tabel 2.2 Perbedaan Hypertensi Kronis dengan PIH<br /> Differensial Diagnosa<br />Karakteristik Hypertensi Kronis PIH<br />1. Onset sebelum hamil/ sesudah minggu 20 -<br /> hamil < 20 – 21 minggu 24 kecuali penyakit<br /> tropoblast<br />2. Usia biasanya relatif tua relatif muda<br />3. Paritas biasanya multi biasanya primi<br />4. Nutrisi diet adekuat diet protein inadekwat<br />5. Roll Over Test negatif positif<br />6. Sesudah persalinan permanen, sesudah 3 bulan biasanya hilang<br /> 6 mg pp selalu hilang<br /> 3 bln pp<br />7. Riwayat keluarga positif biasanya negatif<br />8. Proteinun seringkali negatif biasanya positif<br />Sumber : Winardi, B. 1991. Hipertensi Kronis Pada Wanita Hamil : 8<br />2.2.7.4 Pemeriksaan Labotarium<br />Pemeriksaan pendahuluan diperlukan untuk menyingkirkan penyakit yang secara sekunder dapat menyebabkan hypertensi antara lain :<br />1. Faal ginjal : untuk mengetahui kemungkinan penyakit ginjal menahun seperti pielonefritis akut, polikistik,dll.<br />2. Cultur urine : untuk mengetahui kemungkinan infeksi ginjal.<br /> (Winardi. B, 1991 : 8)<br />2.2.7.5 Pemeriksaan Penunjang<br /> Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakan diagnosa hipertensi kronis adalah sebagai berikut :<br />1. Pemeriksaan mata : dengan funduscopy untuk evaluasi lamanya penyakit diderita<br />2. Pemeriksaan jantung : dengan bantuan ECG dapat kita diagnosa adanya komplikasi pembesaran jantung yang menggambarkan lamanya proses hypertensi.<br /> (Winardi. B, 1991 : 8)<br />2.2.7.6 Pemantauan Kesejahteraan Janin<br />Oleh karena penyakit hypertensi kronis sering kali menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin, maka pemantauan kesejahteraan janin mutlak harus dilakukan. Pemantauan bisa dilaksanakan dengan cara paling sederhana berupa pemantauan pertambahan berat badan, tinggi furdus uteri hingga paling canggih dengan pamakaian USG, NST dll. (Winardi. B, 1991 : 9)<br />2.2.8 Penatalaksanaan<br />Tujuan dari pengelolaan/pengobatan penderita hypertensi kronis pada wanita hamil adalah :<br />2.2.8.1 Untuk mempertahankan aliran darah pada uterus terutama pada saat pembentukan plasenta.<br />Usaha – usaha yang di perlukan untuk mencapai usaha tersebut adalah :<br />Tirah baring<br /> Tirah baring terutama pada siang hari mulai setidak-tidaknya 1 jam dalam sehari dan ditingkatkan sesuai umur kehamilan. Curet menganjurkan bed rest selama 4 jam pada siang hari disamping tidur malam 10 jam. (Winardi. B, 1991 : 10)<br /> Keunggulan tirah baring ini dapat meningkatkan perfusi utero placenta terutama pada posisi tidur miring kiri.<br />Mekanisme tirah baring dijelaskan sebagai berikut :<br />Tirah Baring (miring)<br /><br />Aliran darah rahim RBF GFR <br /> <br />Amine endogen PNM Diurisis <br />Epi/Nonepinefrun T D <br /> Na loss <br /> Keterangan :<br /> RBF : Aliran Darah Ginjal<br /> GFR : Glomerular Filtration Rate<br /> TD : Tekanan Darah<br /> PNM : Kematian Perinatal (Winardi. B, 1991 : 10)<br />Tirah baring absolut tidaklah diperlukan. Dikatakan bahwa absolute bed rest dapat meningkatkan resiko embas paru. Selain itu dari segi psikologis ibu kurang menguntungkan. Pada hypertensi yang berat disarankan tirah baring sampai saat persalinan.<br />Pemberian Obat<br />Pemberian phenobarbital dikatakan dapat meningkatkan keberhasilan program tirah baring ini. Apabila tirah baring dan pemberian sedatif ringan tak memberikan respon, perlu dipikirkan pemberian anti hypertensi. (Winardi. B, 1991: 12)<br />Diet<br /> Diet yang baik diperlukan bagi pertumbuhan janin dalam rahim. Kandungan protein minimal 90 gr setiap hari. Diet rendah garam tidak ada keuntungan, bila didapatkan proteinuri maka suplement pengganti protein yang hilang harus dipikirkan. Pada penderita obesitas ada baiknya menurunkan berat badan. (Winardi. B, 1991 : 12)<br />2.2.8.2 Untuk mengendalikan hypertensi dan mencegah superimposed pre eklampsia/eklampsia.<br />Pada hypertensi ringan terapi yang diajarkan adalah tirah baring saja dengan pemantauan yang rutin 2x seminggu, sampai minggu ke 30, sesudahnya seminggu sekali, bila perlu dapat diberikan phenobarbital, juga diet seimbang karbohidrat. Sedangkan obat anti hypertensi yang sering dipakai adalah alfa metildopa, beta blockers, hidralazin, clonidine, prazosun, antagonis kalsium, diuretikum. (Winardi. B, 1991 : 12)<br />2.2.8.3 Pengakhiran kehamilan bila keadaan menjelek atau terjadi gangguan pertumbuhan janin, apabila janin mampu hidup diluar tubuh ibu.<br /> Oleh karena disfungsi plasenta seringkali terjadi pada hypertensi esensial yang berat, dan kematian bayi pada umur kehamilan 38 mg tidak berbeda dengan kehamilan aterm, maka induksi persalinan dianjurkan.<br /> Indikasi penyelesaian kehamilan dapat datang dari ibu maupun janin, indikasi itu meliputi:<br />Peningkatan serum kreatinin > 50% dari pemeriksaan sebelumnya, gangguan neurologik berat, platelet count dibawah 100x109/1, hypertensi tak terkontrol, peningkatan serum bilirubin.<br />Indikasi anak : berkurangnya pertumbuhan dan pergerakan janin, maturitas paru, kardiotokografi abnormal.<br /> Cara penyelesaian persalinan dilakukan sesuai dengan situasi dan persyaratan yang ada. (Winardi. B, 1991 : 19)<br /><br />2.3 Konsep Asuhan Kebidanan Pada Ibu Multi Gravida Dengan Hypertensi Kronis<br /> Penerapan manajemen kebidanan dalam bentuk kegiatan praktik kebidanan dilakukan melalui proses yang disebut langkah-langkah proses manajemen kebidanan. Langkah-langkah itu meliputi : pengkajian, analisa data, diagnosa, masalah dan kebutuhan, intervensi, implementasi dan evaluasi hasil tindakan.<br /> Proses manajemen kebidanan merupakan proses yang terus menerus dilaksanakan, dan kemudian timbul masalah baru maka proses kembali ke langkah pertama. (Santosa. NI, 1995 : 6)<br />2.3.1 Pengkajian<br /> Pengkajian merupakan langkah awal dalam melaksanakan asuhan kebidanan. Kegiatan yang dilakukan adalah anamnesa, pemeriksaan data obyektif yang meliputi palpasi, auskultasi, perkusi, inspeksi serta pemeriksaan penunjang.<br />2.3.1.1 Anamnesa<br /> Anamnesa ialah tanya jawab antara penderita dan petugas kesehatan tentang data yang diperlukan.<br /> Tujuan anamnesa meliputi : untuk mengetahui keadaan penderita, membantu menegakkan diagnosa dan agar dapat mengambil tindakan segera bila diperlukan. (Ibrahim. C,1996 : 80)<br />Hal-hal yang ditanyakan pada saat anamnesa meliputi :<br />Anamnesa Rasional<br />1. Anamnesa Umum<br />Biodata terdiri darai nama klien dan suami, usia, suku bangsa, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan dan penghasilan serta alamat.Pada penderita dengan Hipertensi Kronis, usia biasanya lanjut atau lebih dari 35 tahun.<br />2. Anamnesa kesehatan keluarga<br />Terdiri dari penyakit keluarga klien, apa ada yang menderita penyakit keturunan (asma), diabetes mellitus, haemophili keturunan kembar dan penyakit kronis. Pada penderita dengan Hipertensi Kronis ditanya pula apakah dari pihak keluarga ada yang menderita penyakit hipertensi.<br />3. Anamnesa kesehatan klien<br />Yang perlu ditanyakan adalah sakit kepala, gangguan mata, nyeri perut atas, dan apakah sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan 20-21 minggu pernah menderita hipertensi .<br />4. Anamnesa kebidanan terdiri dari<br />Riwayat kehamilan ini ( keluhan nutrisi, pola eliminasi, astifitas, pola istirahat/tidur, seksualitas, imunisasi)<br />Riwayat menstruasi (menarche, lama haid, siklus, jumlah darah haid, dismenorrhae, keluhan, hari pertama haid terakhir, fluor)<br />Riwayat kehamilan, persalinan, nifas dan KB yang lalu, apakah pernah disertai dengan hipertensi. Dengan adanya biodata kita dapat mengenal klien serta diketahui permasalahan yang timbul sehingga lebih terbuka membicarakan masalah kepada petugas kesehatan. (Ibrahim. C, 1996 : 81)<br /><br /><br /><br />Dengan menanyakan penyakit/kesehatan keluarga dapat diketahui penyakit yang mempengaruhi kehamilan, langsung ataupun tak langsung. (Ibrahim. C, 1996 : 83)<br /><br /><br /><br /><br />Dengan menanyakan gangguan subyektif kepada klien dapat membantu menegakkan diagnosa<br /><br /><br /><br />Dengan menanyakan riwayat kehamilan sekarang diharapkan petugas kesehatan mengetahui keadaan kehamilannya. (Ibrahim. C, 1996 : 85)<br />Dengan menanyakan riwayat menstruasi untuk membantuk menegakkan diagnosa (umur kelahiran) dan tafsiran persalinan<br /><br />Dengan menanyakan riwayat kehamilan, persalinan, nifas, KB yang lalu maka petugas kesehatan dapat memperkirakan kelainan pada kehamilan maupun persalinan<br /><br />2.3.1.2 Pemeriksaan Umum<br /> Pemeriksaan umum adalah pemeriksaan yang lengkap dari penderita untuk mengetahui keadaan atau kelainan dan penderita.<br /> Tujuan dari pemeriksaan umum : untuk mengetahui kesehatan umum ibu dan mengetahui adanya kelainan yang dapat mempengaruhi kehamilan. (Ibrahim. C,1996: 87)<br />Pemeriksaan umum pada ibu hamil dengan hypertensi kronis meliputi :<br />No Pemeriksaan Rasional<br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br />2.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3. Keadaan umum meliputi :<br /> Postur tubuh klien (tinggi atau pendek) bentuk perut klien, ekspresi klien (lesu, pucat atau senang). (Ibrahim. C, 1996 : 87)<br /><br /><br />Tanda-tanda vital<br /> Tekanan darah : pada usia kehamilan 20-30 minggu. Normalnya pada wanita hamil dibagi menurut umur sebagai berikut :<br />20 tahun : Tekanan darah 120/80 mmHg<br /> 20-30 tahun : Tekanan darah 110/70 mmHg<br /> (Ibrahim. C, 1996 : 91).<br />Pada penderita dengan hipertensi kronis didapatkan tekanan darah >140/90 mmHg sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan 20-21 minggu.<br /> Nadi : dihitung 15 menit dikalikan empat, menghitung dengannadi pada pergelangan tangannya. (Bouwhizen. M, 1986 : 28)<br /><br /><br /><br /><br /> Suhu : suhu badan normalnya 36,5oC-37.5oC. (Bouwhizen. M, 1986 : 14)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Respirasi : respirasi dihitung dari keteraturan pernapasan normalnya 18-24 x 1 menit. (Bouwhizen. M, 1986 : 28)<br /><br /><br /><br /><br /><br />Mengukur berat badan<br />Beratbadan pertambahannya sampai hamil genap bulan lebih kurang 11-11,5 kg sehingga kenaikan rata-rata berat badan setiap minggu 0.5 kg. (Ibrahim. C,1996 : 110)<br />Pada penderita Hipertensi Kronis yang mengarah kearah superimposed pre eklampsia didapatkan kenaikan berat badan yang melebihi dari normal.<br />Mengukur tinggi badan<br />Pengukuran tinggi badan dilakukan pada ibu yang pertama kali datang. Tinggi badan tidak boleh 145 cm. (Manuaba. IBG, 1998 : 37)<br /><br />Mengukur lingkaran lengan atas (LILA) normalnya 23,5 cm. (Santosa. NI, 1995 : 67)<br /> Dengan melihat keadaan umum pasien atau klien dapat diketahui keadaannya normal atau menunjukkan adanya kelainan<br />Pada wanita hamil yang dikatakan darahnya lebih dari normal perlu mendapat pengawasan dan nasehat untuk banyak istirahat dan pengaturan denyut<br /><br /><br /><br /><br />Pada penderita yang mengalami kehilangan darah maka frekuensi denyut nadi pergelangan tangan akan meningkat dan denyutnya lebih sukar diraba<br />Pada penderita dengan suhu tubuh lebih dari 38oC menunjukkan orang yang bersangkutan mengalami demam, kalau suhu tubuh kurang dari 35oC maka orang tersebut mengalami suhu rendah.<br /><br />Dengan menghitung pernapasan dapat kita ketahui apakah pernapasan penderita terhenti sama sekali atau tidak, sehingga perlu segera diambil tindakan untuk menyelamatkan penderita<br />Dengan mengukur berat badan dan memantau hasilnya. Pada kenaikan berat badan yang lebih dari 0,5 tiap minggunya dan disertai adanya aedema pada trimester III harus diwaspadai<br />Dengan mengukur tinggi badan dapat kita ketahui apakah ibu hamil masih belum katagori resiko tinggi atau resiko rendah<br />Dengan mengukur LILA dapat diketahui status gizi ibu (apakah mengalami kekurangan energi kalori atau tidak)<br /><br />2.3.1.3 Pemeriksaan fisik dibagi menjadi :<br />1. Pemeriksaan Inspeksi ialah<br />Pemeriksaan Inspeksi ialah<br /> memeriksa penderita dengan melihat atau memandang.<br /> Tujuan dari inspeksi ialah melihat keadaan umum penderita melihat gejala-gejala kehamilan dan kemungkinan adanya kelainan-kelainan. (Ibrahim. C,1996: 111)<br /><br />Hal-hal yang diperiksa Rasional<br />Kepala dan muka (muka, mata, hidung, bibir dan gigi), apakah ada oedema dan gangguan penglihatan.<br /><br />Keadaan leher (kelenjar gondok, linfe, struma, pembesaran vena jogularis)<br /><br /><br />Keadaan buah dada (betuk, warna kelainan, puting susu, coloustrun)<br /><br /><br /><br />Keadaan perut (bentuk perut, pembesaran, striae, linea, luka parut)<br /><br /><br />Keadaan vulva (aedema, tandu chadwik, varisei, fluxus, flour, candi lama)<br /><br /><br />Keadaan tungkai (aedema, varises, luka dari pangkal paha samapai ujung kaki)<br /> Dengan melihat kepala dan muka dapat disampaikan keadaan klien sehat, gembira, sakit atau sedih. (Ibrahim. C, 1996 : 112)<br />Dengan melihat keadaan leher adalah pembesarannya kemungkinan adanya gangguan kardiokvasikuler. (Ibrahim. C, 1996 : 113)<br />Dengan melihat keadaan buah dada dapat diketahui bentuk puting susu sehingga bila ada kelainan harus mendapat perawatan atau pemeliharaan yang baik. (Ibrahim. C, 1996 : 114)<br />Dengan melihat perut bila ada luka parut mungkin akan berpengaruh atau mempengaruhi kehamilan dan persalinan. (Ibrahim. C, 1996 : 114)<br />Dengan melihat keadaan vulva untuk mencegah terjadinya infeksi waktu persalinan maupun nifas. (Ibrahim. C, 1996 : 115)<br />Dengan melihat anggota bagian bawah terutama tungkai dapat dipakai untuk menegakkan diagnosa. (Ibrahim. C, 1996 : 115)<br /><br />2. Pemeriksaan Palpasi<br /> Pemeriksaan palpasi ialah memeriksa klien dengan meraba. Tujuan dari pemeriksaan palpasi meliputi usia kehamilan, posisi, letak dan presentasi janin serta adanya kelainan.<br />Hal-hal yang diperiksa meliputi :<br />Pemeriksaan Rasional<br />Leher meliputi kelenjar thygroid, linfe dan vena jogularis<br />Dada meliputi benjolan, nyeri tekan pada payudara, pengeluaran coloustrum<br /><br />Abdomen meliputi leopold I, II, III, IV<br /><br /><br />Tungkai Dengan pemeriksaan palpasi pada leher untuk mengetahui kelainan seacara dini<br />Dengan pemeriksaan dada untuk mengetahui adanya tumor payudara dan pengeluaran coloustrum<br />Dengan palpasi abdomen maka dapat diketahui usia kehamilan dan posisi janin<br />Dengan palpasi tungkai maka dapat diketahui adanya kelainan yang menyertai kehamilan. (Ibrahim. C, 1996 : 121)<br /><br />Untuk menentukan tinggi fundus uteri dan umur kehamilan :<br />Umur kehamilan Tinggi findus uteri (jari) Tinggi firdus uteri (cm)<br />0-12 minggu<br />16 minggu<br />20 minggu<br />24 minggu<br />28 minggu<br />32 minggu<br /><br />36 minggu<br /><br /><br /><br />40 minggu Belum berubah<br />3 jari atas symphisis<br />3 jari bawah pusat<br />Setinggi pusat<br />3 jari diatas pusat<br />Antara pusat dan processus xyphoideus<br />Lengkungan tulang iga atau lebih kurang 3 jari dibawah processus xyphoideus<br />3 jari dibawah processus xyphoideus<br />(Ibrahim. C, 1996 : 124) -<br />-<br />20 cm<br />23 cm<br />26 cm<br /><br />30 cm<br /><br /><br /><br />33 cm<br /><br />3. Pemeriksaan Auskultasi<br />Pemeriksaan auskultasi adalah memeriksa klien dengan mendengarkan detil jantung janting, untuk menentukan keadaan janin didalam rahim hidup atau mati. (Ibrahim. C,1996 : 137)<br />4. Pemeriksaan Perkusi<br /> Pemeriksaan perkusi adalah memeriksa klien dengan mengetuk lutut bagian depan menggunakan refleks hammer untuk mengetahui kemungkinnan klien mengalami kekurangan vitamin B1. (Syahlan. JH, 1993 : 68)<br />2.3.1.4 Pemeriksaan Penunjang<br /> Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan labotarium (urin dan darah) kalau perlu rontgen, ultrasonografi dan Non Stres Test (NST). (Santosa. NI, 1996 : 6 )<br />2.3.2 Analisa Data, Diagnosa, Masalah, Kebutuhan<br /> Analisa, diagnosa, masalah adalah interpretasi dan data ke dalam masalah-masalah yang khusus atau diagnosa-diagnosa. (Varney, 1997 : 25)<br /> Hasil dari perumusan masalah merupakan keputusan yang ditegakkan oleh bidan yang disebut diagnosa kebidanan.<br /> Diagnosa kebidanan mencakup : kondisi klien yang terkait dengan masalah-masalah utama dan penyebab utamanya (tingkat resiko), masalah potensial dan prognosa (Syahlan, 1995 : 9)<br /> Masalah potensial adalah masalah yang mungkin timbul dan bila tidak segera diatasi akan mengganggu keselamatan hidup klien. (Syahlan, 1995 : 10)<br /> Analisa data dalam rangka menentukan diagnosa atau masalah klien meliputi pengelompokkan data sejenis, yang dapat menunjang untuk merumuskan suatu diagnosa, masalah ataupun kebutuhan klien. Analisa data pada klien dengan hypertensi kronis meliputi :<br />2.3.2.1 Diagnosa<br />Multi gravida dengan hypertensi kronis<br />Data pendukung : 1. Kehamilan lebih dari satu kali, 2. Tekanan darah arteri melebihi 140/90 mmHg, 3. Tidak terdapat protein dalam urine, 4. Oedema ekstremitas hanya sedikit atau tidak ada. (Muchtar. R, 1998 : 158)<br />2.3.2.2 Masalah<br /> Adapun masalah-masalah yang timbul pada ibu hamil dengan hypertensi kronis adalah :<br />Gangguan rasa nyaman pusing, data pendukung : 1. Klien mengeluh kadang-kadang kepala pusing, 2. Keadaan umum ibu baik, 3. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih.<br />2.3.2.3 Kebutuhan<br /> Nasehat yang dapat dianjurkan pada ibu hamil dengan hypertensi kronis adalah sebagai berikut :<br />1. Istirahat (tirah baring)<br />2. Pemberian obat anti hypertensi<br />3. Diet nutrisi seimbang<br />4. Pemantauan kahamilan<br />5. Pengenalan tanda-tanda persalinan<br />6. Pengenalan gawat janin<br /><br />2.3.2.4 Diagnosa Potensial<br />Diagnosa potensial terhadap kasus hypertensi kronis pada ibu hamil meliputi :<br />1. Toxemia Gravidarum<br />Data pendukung : 1. Tekanan darah 140/90 mmHg, 2. Terdapat protein didalam urine, 3. Oedema pada extremitas, 4. Disertai gejala-gejala subyektif seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan, oliguri dan berat badan meningkat secara berlebihan.<br />2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin<br /> Data pendukung : Non Stres Test (NST)<br />3. Partus Prematur<br /> Data pendukung : partus usia kehamilan 37 minggu.<br />4. Solusio Placenta<br /> Data pendukung : 1. Keluarnya darah berwarna kehitaman yang disertai rasa nyeri, 2. Palpasi rahim teraba keras seperti papan, 3. Anemia, 4. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah).<br />2.3.3 Perencanaan<br /> Berdasarkan diagnosa, masalah, kebutuhan yang ditegakkan, bidan menyusun rencana tindakan. Rencana tindakan mencakup tujuan dan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh bidan dalam melakukan intervensi.<br />Langkah-langkah penyusunan rencana kegiatan adalah sebagai berikut :<br />2.3.3.1 Menentukan tujuan tindakan yang akan dilakukan. Di dalam tujuan dikemukakan sasaran dan hasil yang akan dicapai.<br />2.3.3.2 Menentukan kriteria evaluasi dan keberhasilan tindakan. Kriteria evaluasi dan hasil tindakan ditentukan untuk mengukur keberhasilan dan pelaksanaan asuhan yang dilakukan.<br />2.3.3.3 Menentukan langkah-langkah tindakan sesuai dengan masalah dan tujuan yang akan dicapai.<br /> Langkah-langkah tindakan mencakup : kegiatan yang dilakukan secara mandiri, kegiatan kolaborasi dan rujukan. (Syahlan, 1995 : 10-11)<br /> Perencanaan yang terdapat pada kehamilan dengan hypertensi kronis adalah sebagai berikut :<br />Rencana Rasional<br />1. Diagnosa<br />Multigravida dengan hypertensi kronis<br />Tujuan :<br />Setelah dua minggu dilakukan asuhan kebidanan maka gejala hypertensi kronis hilang<br />Kriteria hasil :<br />Tekanan darah 140/90 mmHg, pemeriksaan kehamilan normal<br />Rencana<br /> Jelaskan pada klien tentang kehamilan nya dan hal-hal yang harus diperhatikan<br /><br /><br /><br />Anjurkan pada klien istirahat yang cukup setidakanya 1 jam pada siang hari dan 10 jam pada tidur malam.<br />Anjurkan pada klien untuk mengkonsumsi diet gizi seimbang.<br /><br /><br />Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti hypertensi.<br /><br />Jelaskan tanda-tanda bahaya kehamilan dan anjurkan untuk segera ke rumah sakit bila ada tanda-tanda itu.<br /><br />Anjurkan pada klien untuk kontrol satu minggu atau sewaktu-waktu bila ada keluhan.<br />Masalah<br />Gangguan rasa nyaman, pusing<br />Tujuan :<br />Setelah 7 hari dilaksanakan asuhan kebidanan pada klien dengan hypertensi kronis rasa nyaman terpenuhi<br />Kriteria :<br />Keluhan kepala pusing tidak ada tekanan darah 140/90 mm Hg klien merasa nyaman<br />Rencana :<br />Kaji penyebab timbulnya rasa pusing pada klien<br /><br /><br />Jelaskan pada klien tentang cara mengatasi rasa pusing<br /><br /><br />Anjurkan pada klien untuk sering jalan-jalan pagi hari sesuai batas kemampuan<br /><br /><br /><br /><br />Kebutuhan:<br />HE tentang kehamilan resiko tinggi .<br />Tujuan :<br />Setelah diberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil multigravida dengan hypertensi kronis selama 24 jam, klien memahami akan kehamilannya.<br />Kriteria :<br />Ekspresi wajah tenang<br />perasaan khawatir hilang<br />istirahat cukup<br />Rencana :<br />Kaji penyebab rasa cemas dan pengaruh rasa cemas dan pengaruh cemas terhadap kehamilan<br /><br />Anjurkan pada klien untuk sering menyimak berita soal kehamilan seperti majalah, TV atau radio<br />Berikan dukungan dan juga dari keluarga secara ramah dan tenang terhadap kehamilan klien<br /><br />Anjurkan untuk kontrol teratur setiap satu minggu sekali <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Dengan penjelasan yang diberikan diharapkan klien mengerti dan memahami kelainan pada kehamilannya sehingga termotivasi untuk mengatasi masalah yang timbul<br />Keuntungan tirah baring dapat meningkatkan perfusi uteroplacenta terutama pada posisi tidur miring kiri.<br />Dengan mengkonsumsi diet gizi seimbang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan metabolisme klien dan pertumbuhan janin didalam rahim.<br />Dengan melakukan kolaborasi, bidan melakukan fungsi dependent untuk membantu mempertahankan kondisi klien.<br />Dengan mengetahui tanda-tanda berbahaya kehamilan diharapkan klien dapat segera mengambil keputusan yang cepat dan tepat.<br />Dengan kontrol teratur diharapkan kesejahteraan ibu dan janin dapat dipantau dengan baik.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Dengan mengetahui penyebab rasa pusing, intervens yang diberikan diharapkan dapat lebih mengena faktor penyebabnya.<br />Dengan penjelasan alternatif-alternatif cara mengatasi/mengurangi pusing diharapkan dapat mengurangi masalah klien<br />Dengan jalan-jalan pagi akan menyebabkan relaxasi otot sehingga kehamilan dan persalinan dapat berlangsung dengan baik, dan yang lebih penting klien akan nampak selalu segar dan sehat<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Cemas yang berlebihan dapat menyebabkan vasukonstriksi sehingga terjadi vasuspasme dan akhirnya menambah peningkatan tekanan darah<br />Dengan pengetahuan diharapkan dapat mengurangi tingkat kecemasan klien<br /><br />Dengan dukungan dari orang-orang terdekat, diharapkan dapat mengurangi beban psikis klien karena lingkungan banyak yang peduli terhadap klien<br />Dengan kontrol teratur, dapat dipantau kesejahteraan janin sehingga mengurangi kecemasan klien terhadap keadaan bayinya<br /><br />2.3.4 Pelaksanaan<br />Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Beberapa prinsip dalam pelaksanaan tindakan meliputi :<br />2.3.4.1 Tindakan kebidanan apa yang dapat dikerjakan sendiri, dibantu atau dilimpahkan kepada staf lainnya, kepala klien atau keluarga serta di rujuk kepada tenaga lain dari team kesehatan.<br />2.3.4.2 Penguasaan pengetahuan dan ketrampilan bidan tentang tindakan yang dilakukan.<br />2.3.4.3 Mengamati hasil dari tindakan yang diberikan petugas kesehatan.<br />dan mengadakan konsultasi atau Mencatat jika perlu dilakukan rujukan. (Santosa. NI, 1993 : 131-132)<br />2.2.4.4 Mencatat dan mengadakan konsultasi jika perlu di lakukan perujukan (Santosa. NI, 1993 : 131-132)<br /><br /><br />2.3.5 Evaluasi<br /> Evaluasi tindakan merupakan langkah terakhir dalam melaksanakan manajemen kebidanan. Setelah dilakukan evaluasi, bidan merencanakan pada klien yang telah dilakukan tindakan kebidanan, perlu atau tidak melakukan follow up. Apabila perlu dilakukan follow up, harus direncanakan bentuk dan waktu follow up terhadap klien. Sehingga klien mendapatkan asuhan kebidanan yang kompresiensif dan berkesinambungan. (Santosa. NI, 1993 : 132)</span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-82949679957176807622008-07-10T19:57:00.002-07:002008-07-10T20:02:17.184-07:00ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PRA BEDAH KARSINOMA MAMMA DI RUANG BEDAH A RSUD DR. SOETOMO SURABAYALAPORAN KASUS<br /><br />PERIODE TANGGAL 17 JUNI 2002 S/D 21 JUNI 2002 DI SUSUN<br />OLEH :<br /><br />SUBHAN<br />NIM 010030170 B<br /><br />DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL<br />FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA<br />PROGRAM STUDI S.1 ILMU KEPERAWATAN<br />SURABAYA<br />2002<br />LAPORAN PENDAHULUAN<br />KARSINOMA MAMMA<br /><br />BATASAN<br />Karsinoma mamma ialah Karsinoma yang berasal dari parenkim, stroma, areola dan papilla mamma.<span class="fullpost"><br />Karsinoma mamma atau Kanker Payudara adalah terjadinya pertumbuhan sel yang tidak terkendali pada mamma.<br />Resiko tinggi terkena kanker mamma terdapat pada wanita :<br />1. Umur > 35 tahun.<br />2. Menark umur < 13 tahun.<br />3. Menopause umur > 50 tahun.<br />4. Melahirkan anak pertama umur > 30 tahun.<br />5. Tidak/sedikit mempunyai anak.<br />6. Tidak/tidak cukup lama menyusui anak.<br />7. Tidak/sedikit punya anak.<br />8. Displasia mamma.<br />9. Obesitas.<br />10. Mamma kontralateral pada klien kanker mamma<br /><br />Keluhan klien kanker mamma dapat :<br />1. Mungkin tidak ada.<br />2. Tumor mamma, umumnya tidak nyeri.<br />3. Ulkus/perdarahan dari ulkus.<br />4. Erosi putting susu.<br />5. Perdarahan/keluar cairan dari putting susu.<br />6. Nyeri pada Payu dara.<br />7. Kelainan bentuk payudara.<br />8. Keluhan karena metastase.<br /><br />Kapan Memikirkan Kemungkinan Kanker Mamma<br />1. Tumor pada mamma. Umumnya:<br />1) Tumor yang timbul pada umur > 35 tahun.<br />2) Tumor yang klinis tidak jelas jinak.<br />3) Kista yang berisi cairan berdarah.<br />2. Mamma mengkerut atau ada oedema mamma.<br />3. Erosi/eksem pada putting susu yang tak mau sembuh.<br />4. Darah/ cairan abnormal keluar dari putting susu.<br />5. Nyeri mamma yang tidak ada kaitannya dengan mensis.<br />6. Mommografi/USG terdapat bayangan tumor mamma berbentuk bintang atau mikrokalsifikasi yang irreguler.<br /><br />Tumor pada mamma pada wanita umur 35 tahun atau lebih yang :<br />1. Tumbuh progresif<br />2. mengadakan infasi atau nekrose:<br />1) Batas tidak jelas.<br />2) Bentuk tidak teratur.<br />3) Mobilitas terbatas.<br />4) Retraksi kulit/papil.<br />5) Eritema kulit.<br />6) “Peau d’orange”<br />7) Nodul satelit.<br />8) Ulkus.<br />9) Tumor melekat dengan :<br />(1) Kulit.<br />(2) M. pektoralis.<br />(3) Dinding thoraks.<br />3. Mengadakan metastase<br />1) Regional :<br />(1) Pembesaran kelenjar limfe aksila.<br />(2) Pembesaran kelenjar limfe mammaria interna.<br />2) Organ jauh :<br />(1) Kelenjar limfe : supraklavikula, aksila kontralateral, leher dsb.<br />(2) Mamma kontralateral : Tumor dengan tanda maligna, “Peau d’orange”.<br />(3) Kulit : nodul satelit diluar kulit mamma,eritema kulit.<br />(4) Paru : efusi pleura,atelektase, “coin lesin, lymphangitic spread”.<br />(5) Tulang : nyeri tulang, distruksi tulang (ostiolitik, ostioblastik, fraktur), alkali fosfatase naik.<br />(6) Hati : Hepatomegali, nodus di hati umumnya multipel, ikterus, dsb.<br />(7) Sumsum tulang : anemia, trombositopenia, terdapat sel kanker di sumsum tulang.<br />(8) Otak : sefalgia, neuroplegia, tekanan intra kramial meninggi, lumpuh dsb.<br />PEMERIKSAAN<br />Bila ada dugaan suatu keganasan, maka dikerjakan pemeriksaan yang teliti.<br />1. Pemeriksaan Klinis<br />1) Status umum.<br />2) Status penampilan.<br />3) Status penyakit :<br />(1) Penyakit utama.<br />• Keluhan utama dll keluhan serta sejak kapan.<br />• Riwayat penyakit (perjalanan penyakit, pengobatan yang telah diberikan).<br />• Faktor etiologi / faktor resiko.<br />• Keadaan tumor lokal (tofografi) tumor (T) :<br /> Banyak.<br /> Lokasi Kwadran.<br /> Besar (sm)<br /> Batas.<br /> Konsistensi.<br /> Infintrasi (kulit, m. pekt. Dinding thoraks).<br /> Ulserasi.<br /> Operabilitas.<br />• Ada/tidaknya metastase (nodus) regional (N).<br />• Ada/tidaknya metastase jauh (M).<br />• Stadium Kanker<br />(2) Komplikasi Penyakit.<br />(3) Penyakit sekunder.<br /><br />2. Pemeriksaan Penunjang Klinis<br />1) Pemeriksaan radiologis :<br />(1) Mammografi / USG mamma.<br />(2) X-foto thoraks.<br />(3) Kalau perlu :<br />• Galaktografi.<br />• USG Abdomen.<br />• CT-scan.<br />• Tulang-tulang.<br />• Bone scan. dsb<br />2) Pemeriksaan Laboratoriun :<br />(1) Rutin : darah lengkap, urin.<br />(2) Gula darah : puasa dan 2 jam pp.<br />(3) Enzym : alkali fosfatase, LDH.<br />(4) Petanda tumor : CEA, MCA, AFP.<br />(5) Hormon reseptor : ER, PR.<br />(6) Kalau perlu : aktivitas estrogen/”vaginal smear”.<br /><br />3) Pemeriksaan Sitologis :<br />(1) FNA dari tumor.<br />(2) Cairan kista.<br />(3) Cairan pleura.<br />(4) Sekret putting susu.<br /><br />3. Pemeriksaan /patologis<br />1) Durante operase : “Vries coupe”.<br />2) Pasca operasi : dari spesimen operasi<br />pT :<br />(1) Banyak tumor.<br />(2) Besar tumor dalam sm.<br />(3) Tipe histologis.<br />(4) Derajat diferensiasi sel.<br />(5) Invasi pembuluh darah.<br />(6) Invasi keluar jaringan mamma.<br />(7) Histologi lain disekitar tumor.<br />pN :<br />(1) Banyak nodus yang ditemukan.<br />(2) Banyak nodus yang mengandung metastase.<br />(3) Banyak nodus dalam sm.<br />(4) Tinggi level meta (Berg level)<br />(5) Ada/tidak invasi sel ganas ke kapsul.<br />(6) Ada/tidak metastase ekstra nodul.<br />(7) Ada/tidak reaksi immunologis.<br /><br />TERAPI<br />TERAPI KURATIF<br />Untuk kanker mamma stadium 0, I, II dan III.<br />1. Terapi utama : Mastektomi radikal modifikasi.<br />Alternatif : Tumorektomi + diseksi aksila.<br />2. Terapi ajuvan :<br />1) Radioterapi paska bedah 4000 – 6000 rads.<br />2) Kemoterapi untuk pra menopause dengan CMF atau CAF untuk 6 siklus.<br />3) Hormon terapi untuk paska menopause dengan Tamoksifen untuk 1 – 2 tahun.<br />3. Terapi bantuan : Roboransia, bila perlu.<br />4. Terapi sekunder : bila perlu.<br />5. Terapi komplikasi pasca bedah : bila perlu.<br />Misalnya gangguan gerak lengan : Fisioterapi.<br /><br />TERAPI PALIATIF<br />Untuk kanker mamma stadium IIIB dan IV.<br />1. Terapi utama :<br />1) Pra menopause : bilateral ovariektomi.<br />2) Pasca menopause :<br />(1) Hormon reseptor positif : Tamoksifen.<br />(2) Hormon reseptor negatif : Kemoterapi dengan CMF atau CAF.<br />2. Terapi ajuvan : bila perlu :<br />1) Operabel : mastektomi simpel.<br />2) Inoperabel : radioterapi.<br />3. Terapi bantuan : Roboransia<br />4. Terapi komplikasi pasca bedah : bila ada :<br />1) Patah : Reposisi-fiksasi-immobilisasi dan radioterapi pada tempat patah.<br />2) Oedema lengan :<br />(1) Diuretika.<br />(2) “Pneumatic sleeve”.<br />(3) Operasi transposisi omentum atau Kondoleon.<br />3) Efusi pleura :<br />(1) Aspirasi cairan atau drainase Bulleau.<br />(2) Bleomicin 30 mg + Teramisin 1000 mg. Intra pleura.<br />4) Hiperkalsemia :<br />(1) Diuretika. + rehidrasi.<br />(2) Kortikosteroid.<br />(3) Mitramisin, ¼ - ½ mg/kg BB, iv.<br />5) Nyeri : Terapi nyeri sesuai WHO.<br />6) Borok : Perawatan borok.<br />5. Terapi sekunder : bila ada.<br />ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN<br />PRA BEDAH KARSINOMA MAMMA<br /><br />TUJUAN PERAWATAN PENANGANAN KARSINOMA MAMMA<br />Tujuan umum :<br />1. Menurunkan angka kematian karsinoma mamma.<br />2. Meningkatkan kualitas hidup klien karsinoma mamma.<br />3. Mengurangi permasalahan psiko-sosial klien karsinoma mamma.<br /><br />Tujuan khusus :<br />1. Mempersiapkan mental klien pre operatif.<br />2. Mengurangi perasaan nyeri pra dan post operatif.<br />3. Mengurangi bau busuk ulkus yang tidak mengenakkan.<br />4. Melatih pergerakan sendi bahu supaya tidak mengalami kontraktur.<br />5. Menghindari pembengkakan lengan.<br />6. Mencegah infeksi luka operasi.<br /><br />MASALAH DALAM PEMBAHASAN<br />Persiapan dan Perawatan Sebelum operasi<br />1. Persiapan Psikologis.<br />Persiapan Psikologis sudah dipersiapkan sejak dokter menegakkan diagnose yang ditindak lanjuti dengan pembedahan dengan tujuan membantu klien mempersiapkan diri dalam menghadapi operasi. Perawat hendaknya mengetahui informasi dokter kepada klien maupun keluarga tentang macam tindakan yang akan dilakukan, manfaat dan akibat yang mungkin terjadi serta memberikan penjelasan tentang prosedur- prosedur yang akan dilakukan sebelum operasi.<br /><br />2. Persiapan Psikososial.<br />Pada karsinoma mamma stadium lanjut dimana terjadi perubahan kondisi kesehatan akan berpengaruh terhadap hubungan interpersonal dan peran dimasyarakat. Klien seolah-olah tidak bisa merasakan simpati dari orang lain, menarik diri dari pergaulan dan merasa canggung untuk bersosialisasi di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Perawat hendaknya memperhatikan juga keluhan klien, dan menyarankan untuk tetap menjaga kebersihan diri.<br /><br /><br /><br />3. Mengurangi Rasa Nyeri.<br />Karsinoma mamma umumnya tidak memberi rasa nyeri pada stadium dini. Nyeri terjadi bila ada penyebaran lokal ke jaringan sekitarnya, seperti : otot pektoralis costa (tulang iga), dan kelenjar-kelenjar getah bening axilla dan supraklavikula. Nyeri juga ditemukan jika sudah ada penyebaran jauh ke organ-organ vital seperti tulang, hati, otak, kulit dan kontralateral mamma. Untuk mengatasi nyeri yang sifatnya simtomatis dapat diberikan obat anti nyeri sesuai pedoman yang dianjurkan oleh WHO atau Kep. Menkes 324/99.<br /><br />4. Persetujuan Pembedahan.<br />Pembedahan mastektomi sebagai terapi kuratif yang berarti klien akan kehilangan mamma dapat mempengaruhi psikologis klien. Kecemasan yang dialami oleh klien adalah takut kehilangan rasa kewanitaan karena simbol yang dibanggakan akan hilang, takut apakah dirinya tetap normal dan menarik, takut kehilangan suami, takut mati dan berbagai tekanan emosi yang lain. Oleh karena itu seyogyanya klien dan keluarga diberitahu lebih dahulu tentang bagaimana prosedur pembedahan yang akan dikerjakan agar pasca operasi klien dapat menerima kondisi seperti itu. Disini peranan perawat sangat dominan untuk melakukan konsultasi dengan klien sehubungan dengan rencana-rencana pembedahan manfaat dan akibat-akibat yang mungkin terjadi setelah pembedahan.<br /><br />5. Persiapan Fisik<br />Sebelum operasi harus dipersiapkan supaya klien secara fisik siap menjalani operasi.<br />a. Perawatan ulkus pada karsinoma mamma.<br />Ulkus karsinoma mamma umumnya memberikan bau yang tidak sedap yang dapat mengganggu lingkungan sekitarnya, karena itu perlu perawatan yang intensif sebelum operasi. Bau ini terjadi karena adanya jaringan nekrotik yang disertai sekunder infeksi. Untuk mengurangi bau tersebut silakukan nekrotomi dan pencucian luka, bisa dengan BWC 3%, Bethadine 10% atau antiseptik lainnya. Jangan lupa mengerjakan pemeriksan kultur pus dan sensitiviti tes bakterinya.<br />b. Mengontrol data-data laboratorium, seperti pemeriksaan darah, fungsi lever, fungsi ginjal, faal hemostasis, gula darah dan urine.<br />c. Mengontrol kelengkapan data-data radiologi, seperti foto thoraks, USG mamma, mammografi dan bone scan.<br />d. Pengosongan saluran pencernaan : 6 – 8 jam dipuasakan kemudian 3 – 4 jam dilakukan lavemen.<br />e. Pencukuran rambut ketiak dilakukan 2 jam sebelum operasi.<br />f. Mandi bersih dan keramas.<br />g. Bila akan di;lakukan skin graf, maka kulit donor paha dikompres alkohol 70%.<br />h. Baju klien diganti dengan baju operasi.<br />i. Klien tidak boleh memakai lipstik, cat kuku dan perhiasan saat berada di kamar operasi.<br />j. Obat, alat kesehatan, foto dan status klien harus disertakan.<br /><br />Asuhan Keperawatan<br /><br />Asuhan Keperawatan menggunakan proses keperawatan dengan pengkajian, perencanan, pelaksanaan dan evaluasi.<br /><br />A. Pengkajian Data<br />Pada saat pre operasi digunakan data subjektif dan objektif.<br />a. Data Subjektif :<br />Klien mengeluh adanya benjolan atau ulkus pada mamma dan kadang-kadang timbul nyeri serta perasaan takut atau cemas.<br />b. Data Objektif :<br />• Karsinoma mamma terdapat adanya borok atau nodul-nodul yang mengeras serta bau tidak enak yang menyengat.<br />• Klien tampak enggan bergaul dan berinteraksi dengan klien lain.<br />• Klien terlihat sedih dan sering melamun.<br />• Observasi gejala kardinal : tensi, nadi suhu dan pernafasan.<br />• Klien sering memegangi payudara dan wajah tampak menyeringan.<br /><br />B. Diagnosa Keperawatan & Tindakan Pada Pasien Dengan Karsinoma Mammaa<br />1. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.<br /><br /><br />Tujuan :<br />1. Klien dapat mengurangi rasa cemasnya<br />2. Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.<br />3. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.<br /><br />Tindakan :<br />a. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.<br />b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.<br />c. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.<br />d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.<br />e. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll.<br />f. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.<br />g. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.<br />h. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.<br /><br />Rasional:<br />a. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.<br />b. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.<br />c. Dapat menurunkan kecemasan klien.<br />d. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya.<br />e. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.<br />f. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.<br />g. Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.<br />h. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong.<br /><br /><br /><br />2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mengatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.<br />Tujuan :<br />1. Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas<br />2. Melaporkan nyeri yang dialaminya<br />3. Mengikuti program pengobatan<br />4. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin<br />Tindakan :<br />1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas<br />2. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya<br />3. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV<br />4. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.<br />5. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.<br />Kolaboratif:<br />6. Disusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien.<br />7. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narcotik dll<br /><br />Rasional:<br />a. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.<br />b. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi.<br />c. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.<br />d. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.<br />e. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri.<br />f. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.<br />g. Untuk mengatasi nyeri.<br /><br />3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping.<br />Tujuan :<br />1. Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi<br />2. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat<br />3. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya<br /><br />Tindakan :<br />a. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya.<br />b. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan.<br />c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.<br />d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.<br />e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.<br />f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga.<br />g. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.<br />h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien.<br /><br />Kolaboratif<br />i. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin<br />j. Berikan pengobatan sesuai indikasi<br />Phenotiazine, antidopaminergic, corticosteroids, vitamins khususnya A,D,E dan B6, antacida<br />k. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.<br /><br />Rasional:<br />a. Memberikan informasi tentang status gizi klien.<br />b. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.<br />c. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.<br />d. Kalori merupakan sumber energi.<br />e. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas.<br />f. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.<br />g. Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.<br />h. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).<br />i. Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.<br />j. Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping dan meningkatkan status kesehatan klien.<br />k. Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang maksimal dan tepat sesuai kebutuhan.<br /><br />4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.<br />Tujuan :<br />1. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada ting-katan siap.<br />2. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.<br />3. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengo- batan.<br />4. Bekerjasama dengan pemberi informasi.<br /><br />Tindakan :<br />a. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya.<br />b. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker.<br />c. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan.<br />d. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.<br />e. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya.<br />f. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.<br />g. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi.<br />h. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.<br /><br />Rasional:<br />a. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien.<br />b. Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian.<br />c. Membantu klien dalam memahami proses penyakit.<br />d. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.<br />e. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien.<br />f. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.<br />g. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman.<br />h. Meningkatkan integritas kulit dan kepala.<br /><br />5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi.<br />Tujuan :<br />1. Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi<br />2. Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.<br />3. Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut.<br /><br /><br />Tindakan :<br />a. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara periodik.<br />b. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah.<br />c. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygine.<br />d. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras.<br />e. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral.<br />Kolaboratif<br />f. Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi<br />g. Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash preparation.<br />h. Kultur lesi oral.<br /><br />Rasional:<br />a. Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi memberikan informasi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan.<br />b. Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan minuman.<br />c. Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi.<br />d. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa.<br />e. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut.<br />f. Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi.<br />g. Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam rongga mulut/infeksi sistemik.<br />h. Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang tepat.<br /><br />6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake<br />Tujuan :<br />Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry refill normal, urine output normal.<br /><br />Tindakan :<br />a. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.<br />b. Timbang berat badan jika diperlukan.<br />c. Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil.<br />d. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada klien.<br />e. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu.<br />f. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan pethekie.<br />g. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah.<br />Kolaboratif<br />h. Berikan cairan IV bila diperlukan.<br />i. Berikan therapy antiemetik.<br />j. Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin<br />Rasional:<br />a. Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia.<br />b. Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan cairan.<br />c. Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi.<br />d. Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia.<br />e. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.<br />f. Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan.<br />g. Mencegah terjadinya perdarahan.<br />h. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.<br />i. Mencegah/menghilangkan mual muntah.<br />j. Mengetahui perubahan yang terjadi.<br /><br />7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif.<br />Tujuan :<br />1. Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi<br />2. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal<br />Tindakan :<br />a. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang sama.<br />b. Jaga personal hygine klien dengan baik.<br />c. Monitor temperatur.<br />d. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.<br />e. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.<br />Kolaboratif<br />f. Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.<br />g. Berikan antibiotik bila diindikasikan.<br /><br />Rasional:<br />a. Mencegah terjadinya infeksi silang.<br />b. Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.<br />c. Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi.<br />d. Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi.<br />e. Mencegah terjadinya infeksi.<br />f. Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.<br />g. Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi.<br /><br />8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.<br />Tujuan :<br />1. Klien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi terhadap seksualitas<br />2. Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan<br />Tindakan :<br />a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya.<br />b. Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya.<br />c. Berikan privacy kepada klien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk.<br />Rasional:<br />a. Meningkatkan ekspresi seksual dan meningkatkan komunikasi terbuka antara klien dengan pasangannya.<br />b. Membantu klien dalam mengatasi masalah seksual yang dihadapinya.<br />c. Memberikan kesempatan bagi klien dan pasangannya untuk mengekspresikan perasaan dan keinginan secara wajar.<br /><br />9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.<br /><br />Tujuan :<br />1. Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik<br />2. Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan<br /><br />Tindakan :<br />a. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.<br />b. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.<br />c. Ubah posisi klien secara teratur.<br />d. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter.<br /><br />Rasional:<br />a. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit.<br />b. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.<br />c. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.<br />d. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.<br /><br />Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.<br /><br />Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.<br /><br /> Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.<br /><br />Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.<br /><br />Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.<br /><br />Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.<br /><br /> (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya<br />LAPORAN KASUS (PROSES KEPERAWATAN)<br /><br />Nama Mahasiswa : Subhan<br />N I M : 010030170 B<br />Ruangan : Bedah A. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo.<br />Pengkajian diambil tanggal : 17 Juni 2002. Jam 08.00 BBWI<br />Tanggal Masuk Rumah Sakit : 12 Juni 2002<br />No. Regester : 10128466<br />Diagnosa Medis : Ca Mamma (S) Stadium IIIB Post Chemoterapi 4 x.<br /><br />1. IDENTITAS PASIEN<br />Nama : Ny Dariati.<br />Umur : 50 Tahun.<br />Jenis Kelamin : Perempuan.<br />Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia<br />Agama : Islam<br />Status Marietal : Kawin<br />Pendidikan : SD<br />Pekerjaan : Tani<br />Bahasa yang digunakan : Indonesia<br />Alamat : Kabupaten Nganjuk.<br />Cara Masuk : Lewat Poliklinik RSUD Dr. Soetomo Surabaya<br />Keluhan Utama : Benjolan pada payudara kanan dan kiri.<br /><br />2. RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)<br />1) Riwayat Sebelum Sakit<br />Klien tidak mempunyai riwayat Hipertensi maupun diabetes Melitus.<br />Klien tidak pernah menjalani tindakan operasi sebelumnya.<br /><br />2) Riwayat Penyakit Sekarang<br />Benjolan pada payudara kiri sejak 1½ tahun yang lalu dan semakin membesar.<br />Klien sudah menjalani Chemoterapi sebanyak 4 kali.<br />Benjolan pada payudara kanan sejak satu bulan yang lalu, mula-mula sebesar biji jagung dan semakin membesar.<br />Excisi + VC direncanakan Hari kamis tanggal 20 Juni 2002.<br /><br /><br />3) Riwayat Kesehatan Keluarga<br />Riwayat kesehatan keluarga yang lain tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita klien saat ini.<br /><br />4) Keadaan Kesehatan Lingkungan<br />Keluarga klien mengatakan bahwa Lingkungan rumah tempat tinggal cukup bersih.<br /><br />3. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK<br />1) Keadaan Umum : Baik.<br /><br />2) Tanda-tanda vital<br />Suhu : 36,9 0C<br />Nadi : 80 X/menit. kuat dan teratur<br />Tekanan darah : 120/80 mmHg.<br />Respirasi : 24 x/menit<br />Berat Badan : 40 Kg.<br />Tinggi Badan : 150 Kg.<br />3) Body Systems<br />(1) Pernafasan (B 1 : Breathing)<br />Pernafasan melalui hidung. Frekuensi 24 x/menit. Trachea tidak ada kelainan. Bentuk dada simestris.<br /><br />(2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)<br />Nadi 80 X/menit kuat dan teratur, tekanan darah 120/80 mmHg, Suhu 36,9 0C. Palpitasi tidak ada, clubbing fingger tidak ada. Suara jantung normal. Edema : tidak ada.<br /><br />(3) Persyarafan (B 3 : Brain)<br />Tingkat kesadaran : Composmentis.<br />GCS : Membuka mata : Spontan (4)<br />Verbal : Berorientasi (5)<br />Motorik : Mematuhi perintah sederhana (6)<br />Kepala : rambut rontok akibat efek samping dari Chemoterapi sebanyak 4 kali.<br />Leher : tak ada kelaianan.<br />Terdapat benjolan pada payudara kanan dan kiri.<br />(4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)<br />Jumlah urine 1000 cc/24 jam. Warna urine kuning pekat. Bau : Khas.<br /><br />(5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)<br />Mulut dan tenggorokan normal, Abdomen normal, Peristaltik normal, tidak kembung, tidak diare.<br />Diet TKTP.<br /><br />(6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)<br />Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai bebas (tidak terbatas)<br />Ekstrimitas : Tidak ada kelainan<br />Tulang Belakang : Tidak ada kelainan.<br />Warna kulit : Kuning kecoklatan.<br />Akral : Hangat.<br />Turgor : kurang.<br />Kulit & membran mukosa : kering.<br />Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus.<br />DIAGNOSTIC TEST/PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />Hasil Pemeriksaan Mamografi Tanggal 15 Februari 2002.<br />Susp lesi maligna mamma kiri dengan metastase di aksila kiri.<br /><br />Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap Tanggal : 5 Juni 2002.<br />- Hb : 11,2 mg/dl (11,5 – 16,0 mg/dl).<br />- Leukosit : 6.700 (4000 – 11.000).<br />- BBS/LED : 46 - 71 (0 – 20/jam).<br />- RBC/Eritrosit : 3,9 (3,9 – 5,95 juta/ul).<br /><br />Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi/Sitologi Tanggal : 17 Juni 2002.<br />Nodul mamma dextra QLA, FNA : Benign Epithelial Hyperplasia.<br /><br />TERAPI :<br />1. <br />2. <br />3. <br />4. <br /><br /> Tanda tangan mahasiswa<br /><br /><br /><br /><br /><br />(Subhan)<br />ANALISA DAN SINTESA DATA<br /><br />NO D A T A KEMUNGKINAN ETIOLOGI MASALAH<br />1. S :<br />Klien mengatakan makannya sedikit.<br />O :<br />1. Makanan yang disajikan di rumah sakit hanya dimakan setengah porsi.<br />2. Berat badan 40 Kg.<br />3. Tinggi badan 150 Kg.<br />4. Penurunan massa otot dan lemak subkutan.<br /> Hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker. Resiko tinggi gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh)<br />2. S :<br />Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakit, pemeriksaan, perawatan maupun pengobatan.<br />O :<br />Sering bertanya, menyatakan masalahnya.<br /> Kurangnya informasi. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan<br />3. S :<br />O :<br />Membran mukosa mulut yang kering.<br />Pemeliharan oral hygine yang kurang.<br /> Efek samping kemotherapi. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut<br />4. S :<br />O :<br />Minum hanya + 1000 cc/24 jam.<br />Jumlah urine+ 1000 cc/24 jam.<br />Warna urine kuning pekat.<br /> Hipermetabolik dan kurangnya intake. Resiko tinggi kurangnya volume cairan<br />5. S :<br />Klien mengatakan kemampuan fisiknya berkurang.<br />O :<br /> Tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi), malnutrisi.<br /> Resiko tinggi infeksi<br />6. S :<br />O :<br />Kulit kering dan rambut rontok. efek kemotherapi, deficit imunologik dan penurunan intake nutrisi. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit.<br />DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1. Resiko tinggi gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker.<br />2. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.<br />3. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi.<br />4. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan hipermetabolik, dan kurangnya intake.<br />5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi) dan malnutrisi.<br />6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kemotherapi, deficit imunologik dan penurunan intake nutrisi.<br />RENCANA TINDAKAN<br /><br />NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL<br />1. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker.<br /> Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.<br />Kriteria hasil :<br />1. Klien menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat.<br />2. Klien berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya.<br /> 1. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.<br />2. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya.<br />3. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan.<br />4. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.<br />5. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis dan berlemak.<br /><br /><br />6. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga.<br />7. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien.<br />8. Observasi texture, turgor kulit.<br />9. Observasi intake out put.<br />10. Anjurkan kaluarga klien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.<br /><br />11. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.<br /><br />12. Identifikasi perubahan pola makan.<br /><br /><br />13. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian diet TKTP.<br /> 1. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.<br />2. Memberikan informasi tentang status gizi klien.<br /><br />3. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.<br />4. Kalori merupakan sumber energi.<br /><br /><br /><br />5. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas.<br />6. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.<br /><br />7. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).<br />8. Mengetahui status nutrisi klien.<br />9. Mengetahui keseimbangan nutrisi klien.<br />10. Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.<br />11. Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).<br />12. Mengetahui apakah keluarga klien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.<br />13. Pemberian diet TKTP yang sesuai dapat mempercepat pemulihan terhadap kekurangan kalori dan protein dan membantu memenuhi kebutuhan nutrisi klien karena klien terjadi penurunan reflek menelan.<br /><br />2. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan :<br />1. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada ting-katan siap.<br />2. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.<br />3. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengo- batan.<br />4. Bekerjasama dengan pemberi informasi.<br /> 1. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya.<br />2. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan.<br />3. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.<br />4. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya.<br />5. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi.<br /><br /><br />6. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut. 1. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien.<br /><br />2. Membantu klien dalam memahami proses penyakit.<br /><br />3. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.<br /><br /><br />4. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien.<br />5. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman.<br />6. Meningkatkan integritas kulit dan kepala.<br />3. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi. Tujuan :<br />1. Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi<br />2. Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.<br />3. Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut.<br /> 1. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygine.<br />2. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras.<br />3. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral. 1. Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi.<br />2. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa.<br /><br />3. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut.<br />4. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan hipermetabolik dan kurangnya intake. Tujuan :<br />Klien menunjukkan keseimbangan cairan.<br />Kriteria hasil :<br />Tidak ada tanda-tanda dehidrasi:<br />1. Vital sign normal.<br />2. Mukosa normal.<br />3. Turgor kulit bagus.<br />4. Capilarry refill normal<br />5. Jumlah urine output normal /urine seimbang dengan asupan.<br />6. Suara tidak parau. 1. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare. Hitung keseimbangan selama 24 jam.<br />2. Timbang berat badan jika diperlukan.<br /><br /><br />3. Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil.<br /><br /><br />4. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu.<br />5. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan pethekie.<br />6. Pantau tanda vital tiap 1 – 2 jam.<br /><br />7. Pantau masukan, pastikan sedikitnya 1500 ml cairan per oral setiap 24 jam.<br />8. Pantau haluaran, pastikan sedikitnya 1000 - 1500 ml/24 jam..<br />9. Jelaskan tentang alasan-alasan untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan masukan cairan. 1. Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia.<br /><br /><br />2. Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan cairan.<br />3. Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi.<br />4. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.<br /><br />5. Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan.<br /><br />6. TD, suhu nadi dan pernapasan sebagi indicator kegagalan sirkulasi.<br />7. Catatan masukan membantu mendeteksi tanda dini ketidak seimbangan cairan.<br />8. Catatan haluaran membantu mendeteksi tanda dini ketidak seimbangan cairan.<br />9. Informasi yang jelas akan meningkatkan kerjasama klien untuk terapi.<br />5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi), malnutrisi. Tujuan :<br />1. Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi<br />2. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal<br /> 1. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang sama.<br />2. Jaga personal hygine klien dengan baik.<br /><br />3. Monitor temperatur.<br /><br />4. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.<br />Kolaboratif<br />5. Monitor Hb, Lekosit,BBS/LED dan Eritrosit.<br />6. Berikan antibiotik bila diindikasikan. 1. Mencegah terjadinya infeksi silang.<br /><br /><br />2. Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.<br />3. Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi.<br />4. Mencegah terjadinya infeksi.<br /><br /><br />5. Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.<br />6. Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi.<br />6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kemotherapi, deficit imunologik dan penurunan intake nutrisi. Tujuan :<br />1. Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik<br />2. Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan 1. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.<br />2. Ubah posisi klien secara teratur.<br /><br />3. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter.<br /> 1. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.<br />2. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.<br />3. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif.<br /><br />TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI (SOAP)<br /><br />DIAGNOSA KEPERAWATAN TINDAKAN KEPERAWATAN EVALUASI (SOAP)<br />1. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker. 1. Mereview klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.<br />2. Mengobservasi texture, turgor kulit.<br />3. Mengobservasi intake out put<br />4. Menganjurkan klien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.<br />5. Menimbang berat badan setiap seminggu sekali.<br />6. Mengidentifikasi perubahan pola makan.<br />7. Bekerjasama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian diet TKTP.<br /> S :<br /><br />O :<br />1. Klien menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat.<br />2. Klien berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya.<br /><br />A : Tujuan tercapai sebagian<br /><br />P : Intervensi terus dilakukan.<br /><br />2. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. 1. Mereview pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya.<br />2. Memberikan informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan.<br />3. Memberikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi.<br />4. Menganjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan Mengoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya.<br />5. Menganjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi.<br />6. Menganjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut. S :<br /><br />O :<br />1. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada ting-katan siap.<br />2. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.<br />3. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengo- batan.<br />4. Bekerjasama dengan pemberi informasi.<br /><br />A : Tujuan tercapai<br /><br />P : Intervensi dihentikan<br />3. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi. 1. Mendiskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygine.<br />2. Menginstruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras.<br />3. Mengamati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral. S :<br />O :<br />1. Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi<br />2. Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.<br />3. Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut.<br />A : Tujuan tercapai<br />P : Intervensi dihentikan<br /><br />4. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan hipermetabolik, kurangnya intake. 1. Memonitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare. Hitung keseimbangan selama 24 jam.<br />2. Menimbang berat badan jika diperlukan.<br />3. Memonitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil.<br />4. Menganjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu.<br />5. Mengobservasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa.<br />6. Menghindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah.<br />7. Memantau tanda vital tiap 6 – 8 jam.<br />8. Memantau tanda dan gejala dehidrasi :.<br />Kulit & membran mukosa kering.<br />Haus.<br />Jumlah urine sedikit.<br />Suara parau.<br />9. Memantau masukan, pastikan sedikitnya 1500 ml cairan per oral setiap 24 jam.<br />10. Memantau haluaran, pastikan sedikitnya 1000 - 1500 ml/24 jam.<br />11. Menjelaskan tentang alasan-alasan untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan masukan cairan.<br /> S :<br /><br />O :<br />Tidak ada tanda-tanda dehidrasi :<br />1. Vital sign normal.<br />2. Mukosa mulut basah normal.<br />3. Turgor kulit bagus.<br />4. Capilarry refill normal.<br />5. Jumlah urine output normal / urine seimbang dengan asupan.<br />6. Suara tidak parau.<br /><br />A : Tujuan tercapai.<br /><br />P : Intervensi dihentikan.<br /><br />5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi). 1. Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan.<br />2. Menjaga personal hygine klien dengan baik.<br />3. Memonitor temperatur.<br />4. Menghindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.<br />Kolaboratif<br />5. Memonitor Hb, Lekosit, BBS/LED dan Eritrosit.<br /> S :<br />O :<br />1. Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi.<br />2. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal.<br />A : Tujuan tercapai<br />P : Intervensi dihentikan.<br /><br />6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kemotherapi, deficit imunologik dan penurunan intake nutrisi. 1. Menganjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.<br />2. Merubah posisi klien secara teratur.<br />3. Memberikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter. S :<br />O :<br />1. Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik<br />2. Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan<br />A : Tujuan tercapai<br />P : Intervensi dihentikan.<br /></span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-92038558180300649732008-07-10T19:03:00.001-07:002008-07-10T19:06:24.494-07:00Lima Cerita Zen: Self Relation PsychotherapyMay 15, 2008 By: Asep Category: Dasar NLP<br />(Di copy dari www.ciptarasakarsa.com/portalnlp)<br /><br />SS<br /><br />aya tuliskan artikel ini sebagai oleh-oleh untuk pembaca PortalNLP , hasil nyantri 88 jam kepada Kyai Stephen G. Gilligan,PhD di North Sydney. Tulisan ini merujuk pada konsep Self Relation Psychotherapy yang dikembangkan Gilligan.<span class="fullpost"><br /><br />Saya persembahkan tulisan ini untuk sahabat saya, Adi W. Gunawan dan Pak Sas yang telah memperkenalkan Abidhamma, Budhism Psychology. Pak Adiputera Wijaya dan Sang Kakak yang telah memberikan buku” Tibetan Mind Training” untuk dibaca juga kepada para Bikhu tanpa nama yang sempat bertemu dalam perjalanan hidup saya.<br /><br />-–<br /><br />Menjelang peringatan Waisyak, saat Sidharta Gautama mencapai Budha di bawah pohon bodhi, mari kita dapatkan saripatinya melalui 5 cerita Zen berikut.<br /><br />Cerita-cerita ini menunjukkan bahwa fenomena TRANCE adalah alamiah, dapat terjadi saat seorang Professor bingung dengan perilaku Nan-In, saat kelekatan atas Identitas Hakuin ditantang oleh fitnah pencabulan, saat Ryokan rela bertelanjang memberi baju yang hanya satu-satunya ke pencuri, kala Ekido mampu membedakan antara tindakan dan identitas, dan waktu Daiju menyadari bahwa yang dicari ada di dalam diri.<br /><br />Konsep Self Relation Psychotherapy terkandung pada 5 cerita ini. Temukan makna dari cerita berikut. Semoga cerita ini membangunkan kesadaran kita untuk menyadari harta karun yang ada pada diri kita dan menggunakannya untuk kebaikan semesta.<br /><br />—-<br /><br />CERITA 1.<br /><br />Nan-In , Guru Zen pada era Meiji (1868-1912) menerima kunjungan seorang Professor yang ingin memahami mengenai Zen. Nan-In menyuguhkan teh. Ia menuangkan air teh ke cangkir sang tamu hingga penuh, lalu tetap menuangkan air ke dalamnya. Sang Professor yang mengamati air meluber dari cangkir, kaget dan berkata ” Ini sudah penuh. Tak akan dapat masuk lagi !”. “Seperti cangkir ini,” kata Nan-In, “Anda penuh oleh pendapat dan perkiraan. Bagaimana saya dapat menunjukkan kepada Anda mengenai Zen sebelum Anda terlebih dahulu mengosongkan cangkir Anda”<br /><br />—<br /><br />PERTANYAAN:<br />Dalam kegiatan pembelajaran, kitalah sang professor itu. Siapa sajakah Nan-In dalam kehidupan Anda?<br />Selama ini Apa sajakah isi cangkir Anda?<br />Upaya apa yang perlu Anda lakukan agar kapanpun dan dimanapun Anda bertemu dengan Nan-In, anda mendapatkan pembelajaran?<br /><br />—<br /><br />CERITA 2.<br /><br />Guru Zen Hakuin dihormati lingkungannya . Ia bertetangga dengan gadis cantik , anak pemilik toko makanan. Sang ayah kaget karena tiba-tiba menyadari bahwa anak gadisnya dalam keadaan hamil. Dengan sangat marahnya sang Ayah bertanya mengenai siapa ayah dari janin yang dikandung, namun sang gadis membisu. Di bawah tekanan akhirnya sang gadis memberitahu bahwa nama sang ayah adalah Hakuin. Sang ayah yang kalap mendatangi Hakuin . “Baiklah, ” itulah jawaban yang diberikan Hakuin”. Setelah sang bayi lahir, sang bayi diberikan kepada Hakuin. Hakuin kehilangan reputasi, namun ia tidak terganggu karenanya, dan merawatnya sang bayi dengan baik. Setahun berikutnya, Gadis, Ibu si bayi merasa tidak nyaman dan menyatakan kebenaran bahwa ayah sang bayi adalah pemuda yang bekerja di pasar ikan. Ayah dan Ibu sang gadis segera datang menemui Hakuin dan memohon maaf atas kesalahan, dan meminta sang bayi kembali. Ia pun sambil membawa dan memberikan sang bayi hanya menjawab “Baiklah!”<br /><br />—<br /><br />PERTANYAAN :<br />Bila Anda menjadi Hakuin, apa saja perasaan yang muncul saat anda menerima tuduhan sebagai pencabul gadis tetangga?<br />Apakah reputasi anda anggap merupakan diri Anda?<br />Seberapa sering anda menjadi tidak nyaman akibat sesuatu berefek pada reputasi Anda?<br />Bila reputasi Anda hancur, apakah sama dengan Anda pun hancur?<br />Apakah persepsi orang mengenai Anda anda pandang sama dengan Anda?<br /><br />—<br /><br />CERITA 3.<br /><br />Ryokan, Guru Zen , tinggal di gubuk sederhana di kaki gunung. Suatu malam seorang pencuri masuk ke gubuk dan mendapatkan tak ada satu bendapun yang dapat dicuri. Ryokan memergoki dan menangkap sang pencuri “Kau telah bersusah payah dan melalui perjalanan jauh untuk menemuiku,” katanya kepada san pencuri, “dan kau tak boleh pulang dengan tangan hampa. Bawalah pakaianku ini sebagai hadiah”. Sang pencuri terpana, mengambil pakaiannya dan segera pergi. Ryokan dalam keadaan telancang, memandang bulan. “Malang benar si miskin, Aku berharap aku dapat menghadiahkan kepadanya bulan inda ini”.<br /><br />—<br /><br />PERTANYAAN<br />Bila anda seperti Ryokan, yang tidak memiliki apa pun apakah ada alasan Anda untuk ketakutan anda kecurian?<br />Apakah benda-benda yang Anda miliki adalah diri Anda, sehingga hilangnya benda tersebut menjadi mengganggu Anda?<br />Apakah identitas Anda dilekatkan kepada benda-benda yang anda miliki, sehingga bila benda itu hilang, berkurang atau musna, maka diri Anda pun menjadi hilang dan musna?<br />Mampukan Anda memberi benda yang anda miliki tanpa merasa kehilangan?<br />Apa makna kepemilikan bagi Anda? Apakah kebahagiaan Anda digantungkan pada kepemilikan atas sesuatu?<br /><br />—<br /><br />CERITA 4.<br /><br />Tanzan dan Ekido berjalan bersama menuruni lembah . Pada saat tersebut hujan turun dengan derasnya. Di tepi sungai mereka bertemu dengan seorang gadis dengan kimono indah yang ingin tiba segera di seberang namun tidak dapat menyeberang. “Ayo kemari,” tiba-tiba kata TANZAN, kemudian mengangkat sang gadis dengan tangannya dan menggendongnya hingga di seberang. Ekido lalu tidak mengajaknya bicara hingga tiba di kuil. Kemudian ia mengatakan” Kita ini pendeta tidak boleh dekat dan bersentuhan dengan wanita,” katanya pada Tanzan”, kecuali sudah tua dan kau tidak akan berhasrat padanya. Ini berbahaya. Mengapa kau melakukannya?”. “Aku telah meninggalkan sang gadis di tepi sungai.” sahut Tanzan.” Apakah kau masih menggendongnya?”<br /><br />—<br /><br />PERTANYAAN<br />Lebih sering menjalankan peran sebagai siapakah Anda, sebagai Tanzan atau Ekido?<br />Apakah tindakan Anda sama anda pandang sebagai Identitas Anda?<br />Seberapa sering Anda merasa terganggu dengan pertentangan dalam diri untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain bahwa Anda benar?<br />Seberapa sering Anda merasa tidak nyaman atas apa yang dilakukan orang lain yang menurut pandangan Anda melakukan hal yang tidak benar?<br />Apa yang perlu Anda lakukan dalam mengendalikan ide-ide yang muncul di benak Anda?<br /><br />—<br /><br />CERITA 5.<br /><br />Daiju berkunjung ke Guru Baso di China. Baso bertanya, “Apa yang kau cari ?”. “Pencerahan”, jawab Daiju. “Kau memiliki rumah harta karun , mengapa malah mencari di luar?”. Daiju bertanya “Dimana rumah harta karunku?”. Baso menjawab” Apa yang kau cari adalah rumah harta karunmu. “. Daiju tercerahkan dan menyatakan kepada sahabatnya “Bukalah rumah harta karunmu dan gunakan harta-harta tersebut”.<br /><br />—<br /><br />PERTANYAAN :<br />Apakah yang Anda cari selama ini ?<br />Apakah Anda cari selama ini di luar?<br />Apa rumah harta karun Anda?<br />Apa sajakah harta karun yang terdapat di rumah harta karun Anda?<br />Apa saja yang menghalangi Anda selama ini dengan rumah harta karun Anda?<br />Bagaimana caranya agar Anda dapat selalu membuka rumah harta karun Anda dan memanfaatkan harta karun Anda?<br /><br />—-<br /><br />Pun Sapun Ampun Paralun<br /><br />Pakena Gawe Rahayu, Sangkan Nanjung di Juritan Nanjeur di Buana<br /><br />Asep Haerul Gani</span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-41185875217888575272008-07-10T18:57:00.000-07:002008-07-10T18:59:50.740-07:00Fokus Pada Penyelesaian MasalahJune 25, 2008 By: Waidi Category: Dasar NLP<br />(Di copy dari www.ciptarasakarsa.com/portalnlp)<br /><br />“Bila Anda fokus pada masalah, yang Anda peroleh adalah berbgai kemungkinan negatif; bila fokus pada penyelesaian masalah, yang Anda peroleh adalah berbagai peluang” (Stepphen Covey)<br /><br />PP<br /><br />ikiran itu energi dan satu sifat dasar dari energi adalah membentuk. Energi membentuk, seperti energi listrik, energi ini tdak terlihat namun dapat dirasakan, dan merupakan sumber untuk membentuk energi lain, yakni dari setrum (arus) listrik dapat menggerakkan mesin atau menjalankan komputer.<span class="fullpost"> <br /><br />Saya katakan bahwa pikiran itu energi, karena pikiran kitalah yang akan menggerakkan aktifitas kita dan bahkan membentuk nasib kita. Apa pun aktifitas Anda hari ini dan bahkan nasib Anda hari ini merupakan hasil dari aktifitas energi pikiran Anda. Pikiran –bekerja sama dengan niat (spirit)– menentukan aktifitas kita hari ini.<br /><br />Bermanfaat atau tidaknya sebuah energi sangat tergantung pada bagaimana seseorang dapat memanfaatkannya. Energi listrik yang mengalir di rumah kita, kemanfaatannya (untuk bisnis atau sekedar konsumsi rumah tangga) sangat tergantung pada pemiliknya. Listrik tinggalah listrik.<br /><br />Demikian pula dengan pikiran, mau dimanfaatkan, dikembangkan secara optimal untuk kesuksesan hidup, atau malah diterlantarkan begitu saja hingga bodoh, juga sangat tergantung pada pemiliknya: Anda sendiri. Apabila Anda membiarkan bodoh, pikiran juga tidak pernah protes, malahan pikiran itu akan mengucapkan “terima kasih” karena tidak pusing-pusing. Namun perlu dicatat, pikiran itu sifatnya sama dengan besi: bila besi tidak dimanfaatkan maka akan karatan, pikiran juga demikian akan “karatan” alias bodoh karena pemiliknya membiarkannya saja, tidak mau memanfaatkan melaui belajar.<br /><br />Pikiran akan berkembang bila ada belajar. Belajar pada dasarnya adalah bagaimana menghadapi dan menyelesaikan masalah. Tanpa masalah tidak dapat disebut belajar. Anda masuk sekolah atau masuk kuliah pada dasarnya dilatih untuk menghadapi dan mengatasi masalah, dari masalah kesulitan materi, tugas-tugas kurikuler hingga ujian. Apabila Anda menceburkan diri ke dunia bisnis, sesungguhnya Anda sedang belajar bagaimana mengembangkan otak/pikiran agar lebih cerdas khususnya dalam hal bisnis. Maka jangan heran bila orang-orang bisnis nampak lebih kreatif, lebih punya banyak akal, dari pada mereka yang menjadi pekerja monoton (itu-itu saja). Percayalah bahwa masuk bisnis merupakan salah satu cara mencerdaskan otak/pikiran. Hanya perlu dibedakan di sini. Memang benar bahwa suatu masalah memang dapat menjadi media asah otak atau media pembelajaran. Namun yang penting di sini, apabila sedang menghadapi masalah, jangan larut secara total emosional dengan masalah tersebut. Sebab, apabila hal itu terjadi konsekuensinya adalah energi pikiran akan terkuras habis untuk “meratapi” masalah itu. Contoh, bila hari ini bisnisnya rugi yang berdampak pada kemampuan membayar karyawan, janganlah bersedih hati, meratapi nasib berlama-lama pada akhirnya, menjadi depresi.<br /><br />Apa jadinya bila Anda depresi? Sumber daya diri Anda terkuras habis untuk mengatasi depresi. Tenaga, pikiran, emosi, dan bahkan orang-orang di sekitar Anda tersedot energinya untuk mengatasinya. Cukupkah sumber daya diri Anda? Bila tidak akan berlanjut pada depresi parah: gila! Bila ini terjadi, semua energi diri mubadzir, semua capaian Anda (prestasi) hilang!<br /><br />Mengapa bisa terjadi demikian? Ingat sifat dasar energi, tergantung peruntukannya. Ketika Anda sedang fokus pada masalah ; dan masalah tersebut membutuhkan energi (emosi, pikiran dan fisik), maka sesungguhnya Anda sedang menghabiskan energi hanya untuk “memperbesar masalah” yakni: mengambil energi dari diri sendiri untuk hal-hal yang mubadzir (hanyut dengan masalah). Hanyut dengan masalah secara berlebihan membutuhkan energi tanpa batas. Sampai kapan? Kecuali Anda membatasinya yakni tidak hanyut.<br /><br />Energi Anda akan mengikuti pikiran Anda (energies follow mind). Arah kapal kemana berlayar akan mengikuti nahkodanya. Demikian halnya dengan pikiran, kemana fokus Anda, pikiran mengikutinya. Apabila hari ini fokus Anda pada masalah sampai hanyut maka energi pikiran akan mengikutinya. Saya kira, siapa pun orangnya, apalagi seorang entrepreneur tidak akan menghanyutkan diri dengan masalah yang justru tidak memberdaya diri. Sebaliknya, ambil tindakan yang dapat membedayakan diri, jaga jarak dengan masalah untuk melihat masalah secara objektif tanpa harus ikut hanyut yang dapat menjadikan diri Anda depresi.<br /><br />Bagaimana caranya agar tidak terhanyut dalam masalah yang menyedihkan? Pertama, putus dan stop arus emosional yang menghanyutkan. Anda harus berani untuk memutuskannya. Sadari bahwa meratapi masalah bukanlah cara menyelesaikan masalah. Apabila masih merasa berat dan sulit untuk memutusnya, coba duduk diam sejenak, rileks dan lepaskan segala ketegangan. Ambil nafas yang dalam, tahan, dan buang nafas sambil mengatakan rileks…! Lakukan beberapa kali sampai benar-benar rileks. Apabila sudah merasa rileks, selanjutnya Anda boleh jalan-jalan kecil di sekeliling rumah, lihat-lihat taman, atau sekedar baca-baca ringan. Anda juga boleh bercanda sejenak dengan anggota keluarga. Menonton tivi juga boleh. Intinya, ambil aktifitas yang menjadikan diri Anda bisa rileks dan bisa memutuskan/menyetop rasa depresi lebih dulu. Pastikan bahwa Anda sekarang sudah lebih baik dari pada sebelumnya, pastikan bahwa Anda sekarang rileks dan siap untuk melakukan aktifitas baru.<br /><br />Sekarang, dengan modal kondisi pikiran yang sudah rileks, coba tuliskan sejumlah (minimal lima buah) prestasi besar atau kecil. Bila tidak mempunyai prestasi, tuliskan sejumlah peristiwa yang menyenangkan (minimal lima buah). Ketika Anda menuliskan setiap prestasi/peristiwa yang menyenangkan, sambil mengingat dan sambil merasakan seolah-olah prestasi/peristiwa itu hadir kembali, seolah-olah nyata. Selanjutnya, sambil duduk rileks, diam dan pejamkan mata, ingat dan rasakan satu persatu dari setiap prestasi/peristwa yang menyenangkan itu.<br /><br />Tahapannya, mulailah dari prestasi/persitiwa yang pertama. Rasakan, dengarkan atau lihatlah seolah-olah prastasi tu hadir kembali. Nikmatilah prestasi/peristiwa itu. Bila Anda sudah benar-benar merasakannya, berhentilah sejenak dan simpan pengalaman satu itu dalam hati. Dengan cara yang sama, lakukan untuk pengalaman kedua sampai dengan ke lima. Setelah semua peristiwa itu sudah dialami kembali dan Anda benar-benar merasakannya, langkah berikutnya adalah kumpulkan lima pengalaman (prestasi/peristiwa) ikat lima pengalaman tersebut menjadi satu.<br /><br />Sekarang Anda asudah merasa lebih berdaya diri, tidak depresi lagi. Apabila kondisi pikiran dan perasaan Anda merasa lebih baik, saatnya pikiran Anda untuk fokus pada penyelesaian masalah tanpa harus ikut hanyut pada masalah. Bila fokus pada masalah, pikiran secara otomatis, cepat atau lambat akan menemukan solusinya. Ingat, pikiran itu energi. Sering-seringlah rileks, pikiran Anda akan dengan sendirinya akan menemukan solusinya. Mungkin pada saat di kamar mandi, saat membaca koran, atau saat memulai takbirratul ikram (Allahu Akbar)<br /><br />shalat. Selanjutnya apabila sudah menemukan solusinya, gunakan kekuatan lima pengalaman yang tadi sudah diikat, akses lagi dan jadikan satu kekuatan untuk mendukung solusi tersebut. Dengan segenap kekuatan yang Anda miliki, Anda akan mampu menghadapi masalah yang ada.<br /><br />Ketika Anda fokus pada penyelesaian masalah, pikiran akan mencarikan ”segudang” solusi yang Anda simpan di alam bawah sadar. Sebaliknya, bila Anda fokus pada masalah, dan bahkan hanyut dengan masalah, pikiranbawah sadar akan mencarikan tambahan masalah yang berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi. Anda adalah nahkoda pikiran Anda sendiri.<br /><br /><br /><br /></span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-25649439626819002372008-07-10T18:37:00.002-07:002008-07-10T18:50:37.512-07:00Kebangkitan Mindset “Berkaryalah Untuk Kehidupan”Tip Praktis NLP(Di copy dari www.ciptarasakarsa.com/portalnlp)<br /><br />May 10, 2008 By: Krishnamurti Category: Dasar NLP, NLP & Motivasi<br /><br />SS<br /><br />ecuil Singkong ikut Peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional<br /><br />“Banyak Karya besar yang akan tercipta,<br /><br />jika kita tidak peduli siapa yang mendapat pujian”<br /><br />Secuil Mindset para Jawara Jesuit.<br /><br />Saat diminta menulis, apakah itu pengalaman, ide, masukan, pandangan ataupun pemikiran sebagai Motivator, dalam rangka peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional, cukup sulit bagi saya untuk menyampaikan apa yang ada di dalam benak saya tentang hal tersebut. Karena saya belum terbiasa untuk berpikir secara nasional. Umumnya artikel saya bersifat personal yang aromanya wangi Self Help.<br /><br />Unconscious Sering Ngagetin<span class="fullpost"><br /><br />Tiba-tiba klik “Aha” dalam pikirkan saya akan sebuah kalimat mindset favorit yang jadi pegangan saya belasan tahun ini dari para Jawara Jesuit. Mudah, namun sulit untuk dilaksanakan. Sederhana, namun hati ruwet menerimanya. Karena dalam diri manusia, sudah di-install ego diri, entah oleh siapa. Gak tahu dari mana asalnya…<br /><br />Setahu saya, saya belum pernah membuat artikel untuk urusan nasional. “Wong, pribadi saya sendiri belum beres, kok! Mau mikiran Negara?” demikian bunyi suara “sisi lain” di benak saya. Namun ajakan Mas Dharnoto, wartawan Intisari, mendorong saya menuliskan beberapa pemikirin (sebut saja ide) untuk “ikut-ikutan” memperingati Kebangkitan Nasional tahun 2008 ini. Saya membuat 2 artikel, yang lebih bersifat pengalaman kebangkitan pribadi, saya berikan untuk majalah Intisari. Satunya, yang sedang Anda baca ini, saya posting di milis PortalNLP.com.<br /><br />Kebangkitan Mindset 1: Stimulus Pemerintah Bertujuan MENDIDIK<br /><br />Agar terbentuk masyarakat yang bertumbuh, masyarakat yang mandiri, yang madani, pemerintah sebaiknya mulai menanamkan, memiliki dan berperan sebagai “Mindset” Pembimbing, “Mindset” Guru, “Mindset” Dosen, “Mindset”Ayah atau “Mindset”Pelatih. Ya, kewajiban pemerintah untuk melatih masyarakat yakni dengan menelorkan kebijakan yang bersifat mendidik agar masyarakat makin maju dan bertumbuh.<br /><br />Pemerintah haruslah PeDe, Yakin, dan Mantaaap dalam membuat keputusan atau kebijakan, selama itu bertujuan untuk MENDIDIK masyarakat. Saya tidak menggunakan kalimat “demi kepentingan umum” karena bisa atau sering salah kaprah. Saya lebih tertarik menggunakan kata MENDIDIK.<br /><br />Menurut pengertian mindset saya, kata “Mendidik” memiliki rasa tanggung jawab pada Allah, namun kalimat “demi kepentingan umum” lebih memihak kepada jumlah yang besar, jumlah yang lebih banyak, yang belum tentu benar, lho!<br /><br />Contoh kasus: Bantuan Langsung Tunai (BLT) sungguh sangat tidak mendidik, masyarakat penerima akan terlatih menjadi malas dan kontra produktif, bahkan bisa jadi memiliki mental pengemis, peminta-minta. Jika sudah terlatih demikian, akan sangat sulit merubah mindset ini menjadi produktif. Perlu kerja ekstra keras untuk merubah besi yang sudah dingin.<br /><br />Kebangkitan Mindset # 2: Jiwa Masyarakat Harus Terus Bertumbuh<br /><br />Menurut saya, urusan bangsa kita ini sangatlah besar, ruwet juga rumit (baca: kompleks). Sungguh deh. bukanlah suatu pekerjaan yang mudah untuk diselesaikan dalam waktu yang singkat. Sangat banyak hal yang perlu dibenahi, ditata ulang, dirubah atau mungkin dihilangkan sama sekali.<br /><br />Sehingga jika kita hanya mengandalkan dan mengharapkan otot pemerintah untuk mengurusi semua hal, baik dalam kehidupan bernegara (yang memang urusan negara) sampai ke urusan kehidupan bermasyarakat, pastilah otot itu akan kelelahan deh…<br /><br />Walau tidak bisa dipungkiri, tentu peran pemerintah sangatlah besar dalam kehidupan kita, baik sebagai individu, maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, coba sekarang kita berpikir sedikit dibalik. Bagaimana mindset kita sebagai pribadi yang berada di masyarakat dan negara Indonesia ini? Sungguh indah bukan jika kita memiliki mindset berikut ini:<br /><br />“Banyak Karya besar yang akan tercipta,<br />jika kita tidak peduli siapa yang mendapat pujian”<br /><br />Biarlah, masalah yang terjadi di masyarakat diselesaikan sendiri oleh masyarakat itu, agar jiwa masyarakat makin hari makin bertumbuh. Bukan malah menjadi kerdil dan bonsai. Kelihatan indah tapi tetap kerdil, bukan? Sungguh, tidak bertumbuh…<br /><br />Masyarakatlah yang harus memikul inisiatif untuk terus bergerak dan berkarya untuk bangsa ini. Lupakan siapa yang akan mendapat penghargaan, sungguh lupakan. Lakukan sesuatu untuk kehidupan ini…<br /><br />Karena dengan bertumbuhnya jiwa masyarakat artinya para anggota yang ada didalam masyarakat juga akan bertumbuh. Sumber Daya Manusia Indonesiapun bertumbuh…<br /><br />Kebangkitan Mindset # 3: Berhenti Mengeluh. Membuat Lelah Diri…<br /><br />Sebagai pribadi, mana pilihanku?<br /><br />“Menunggu pemerintah yang bergerak atau aku yang terus bergerak?”<br /><br />“Memilih hidup tergantung pada pihak lain atau<br /><br />memilih hidup dimana Andalah sebagai pengendali hidup Anda sendiri?”<br /><br />“Mana yang lebih mudah? Meminta atau Memberi?”<br /><br />“Mana yang lebih terpuji? Menunggu bantuan atau terus merajut nasib baru?”<br /><br />Memantau, mengawasi dan berperan serta pada eksekusi kebijakan pemerintah, tentu baik. Namun, akhirnya banyak sekali kita temui orang yang hanya mengeluh, tapi tidak melakukan apapun untuk perbaikan dirinya, perbaikan nasibnya. Menyedihkan, bukan? Berhentilah mengeluh, karena hanya membuat diri lelah dan akhirnya mati. Mulailah bergerak dan berkarya…<br /><br />Kebangkitan Mindset # 4:Berhentilah Menunggu. Lakukan Sesuatu!<br /><br />Menunggu hanyalah membuat diri menjadi kontra produktif. Berbuatlah sesuatu, apapun! Memang tentunya lebih baik sesuatu yang bisa berhikmah. Baik untuk diri sendiri, lingkungan sekitar kita atau lebih luas lagi. Paling tidak berbuatlah sesuatu…<br /><br />Berbuat sesuatu membuat kita bergerak. Saat kita bergerak, darah kita lebih bergolak. Darah bergolak, membuat jantung makin sehat. Sederhana bukan?<br /><br />Diri makin sehat, kehidupanpun ikut bergembira. Kehidupan ikut berjoget gembira. Ritme hidup, makin lebih hidup…<br /><br />Outcome sebagai Pribadi di Masyarakat<br /><br />Nah, jadi harapan saya semoga artikel kali ini berhikmah (minimal) untuk para pembaca PortalNLP.com, sehingga kita bisa rame-rame berbuat sesuatu hikmah untuk bangsa ini, walau mungkin hanya dianggap sebagai setitik air ditengah lautan.<br /><br />Paling tidak, (semoga) ada seseorang yang ikut tergerak berbagi menuangkan segelas air, berbagi kepada yang sedang haus, sehingga butir air segar tersebut menjadi penyejuk dahaga sang hati kehidupan ini.<br /><br />Kunci Menjaga Nyala Api Semangat<br /><br />Karena untuk menjaga nyala api semangat motivasi dalam hidup ini tetap berkobar, kuncinya sungguh sederhana:<br /><br />“Berbuatlah sesuatu yang berhikmah untuk kehidupan ini dan tanpa pamrih”.<br /><br />Berbuatlah sesuatu yang mungkin saja menurut penilaian orang lain, yang kita lakukan hanyalah hal kecil, sederhana dan tidak berarti, namun untuk kehidupan mungkin bisa berhikmah sangat besar. Kita tidak pernah tahu, bukan? Yang penting adalah berbuat sesuatu…yang berhikmah.<br /><br />Mudah, kan? Selamat berkarya untuk Anda, cukup praktekan ilmu pengetahuan NLP yg kita dapat ini, di sekitar lingkungan terdekat kita saja. Buat hal-hal kecil yang mungkin sederhana sekali, juga mungkin tidak berarti (menurut orang lain) namun paling tidak kita berbuat sesuatu untuk kehidupan ini.<br /><br />Kehidupan Menerima Apapun<br /><br />Tidak ada yang tidak berguna untuk kehidupan ini. Kehidupan selalu menerima apapun yang Anda berikan. Kita kencingi tanah, bumi berterima kasih. Kita (maaf) berakin tanahpun, bumi tetap berterima kasih. Karena tetap bisa berguna sebagai pupuk. Apalagi jika kita berbuat sesuatu untuk kebaikan umat manusia yang mendiami bumi ini. Tentulah kita sendiri yang akan menerima buahnya, bukan? Demikianpun generasi kita selanjutnya.<br /><br />Badan manusia pasti mati, pemikiran manusia akan abadi.<br /><br />(Bacalah kalimat berikut ini dengan perlahan saja dan gunakan perasaan Anda untuk setiap kata, Bernafas yang dalam, membuat jedah, bisa menambah makna. Kombinasikan emosi seorang Motivator dan Pembaca Puisi)<br />Berbuatlah, berbuatlah dan berbuatlah…<br />Berbuatlah sesuatu dalam hidup ini…<br />Cukup sesuatu yang keciiil…<br />Ya…mulai yang kecil saja…<br />Kecil mungil berintikan hikmah…<br />Hikmah dari buah indah nan ranum…<br />Karya bak sebiji bibit kecil dari buah…<br />Ditanam, dipupuk dan dinafasi…<br />Hembusan nafas hati membuat tumbuh…<br />Tumbuh, tumbuh dan terus tumbuh…<br />Tanpa pamrih adalah pupuk tersubur…<br />Ikhlas adalah anti hama termurah…<br />Dan, yakinlah…yakin dan percaya…<br />Jika bulir tanpa pamrih terus ditebar…<br />Jika air ikhlas terus disiram…<br />Ada waktunya nanti…<br />Ada waktu yang pasti…<br />Panen rayapun berkilau silau di depan…<br />Pasti…!!!<br /><br />Baca kalimat mindset dengan perasaan yang mendalam, suara yang keras tapi dalam hati saja:<br /><br />“Banyak Karya besar yang akan tercipta,<br /><br />jika kita tidak peduli siapa yang mendapat pujian”<br />Krishnamurti<br />Mindset Motivator</span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-27511910975854991132008-07-10T18:34:00.003-07:002008-07-11T04:16:01.835-07:00Kekuatan Terbesar Manusia<div align="justify">Oleh: Andrew Ho / Kekuatan Pikiran Bawah Sadar<br /><br />Manusia memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan mahakarya. Kekuatan terbesar dalam diri manusia itu terdapat pada pikiran. Tetapi kita jarang membuktikan kekuatan pikiran tersebut, sebab kita sering terjebak dalam zona nyaman atau kebiasaan tertentu. Sehingga selamanya tidak dapat mencari kemungkinan yang lebih baik atau perubahan nasib yang berarti.<br /><span class="fullpost"><br />Oleh karena itu milikilah target yang lebih tinggi untuk merangsang kekuatan dalam pikiran tersebut. Sebab target atau sasaran baru yang dipikirkan itu akan menggerakkan diri kita untuk melaksanakan tindakan. Apalagi jika diyakini target tersebut bakal tercapai, maka diri kita akan lebih siap menghadapi tantangan yang ada.<br /><br />Setelah tindakan-tindakan baru yang lebih konstruktif dikerjakan hingga berulang-ulang, maka tanpa disadari kita sudah banyak melakukan hal-hal penting hinga kita tiba di zona baru, dimana kita berhasil mencapai target yang didambakan. Itulah mengapa dikatakan bahwa manusia mempunyai potensi yang sangat besar dalam pikiran bawah sadar. Kekuatan pikiran bawah sadar itu dapat dibangkitkan melalui 2 cara, yaitu: autosuggestion dan visualization.<br /><br />Autosuggestion<br /><br />Keinginan-keinginan kita merupakan informasi penting untuk pikiran bawah sadar. Sebab keinginan yang terekam kuat dalam pikiran bawah sadar sangat besar dapat menjadi daya dorong yang akan menggerakkan diri kita untuk berbuat sesuatu yang luar biasa. Keinginan yang sangat besar dan terekam dalam pikiran bawah sadar itulah yang dinamakan autosuggestion.<br /><br />Autosuggestion seharusnya dilakukan dengan penuh rasa percaya, melibatkan emosi dalam diri, dilakukan penuh konsentrasi terhadap obyek yang positif, dan berulang-ulang. Selanjutnya, pikiran bawah sadar inilah yang akan mendikte gerak-gerik tubuh kita. Kekuatan yang ditimbulkan oleh pikiran bawah sadar itu sangat dahsyat entah digunakan untuk melakukan perbuatan buruk atau baik. Kadangkala niat untuk melakukan sesuatu secara otomatis muncul dari pikiran bawah sadar.<br /><br />Autosuggestion akan mengetuk kesadaran (heartknock) . Karena dilakukan berulang-ulang dan rutin, suatu ketika kata-kata tersebut akan menembus pikiran bawah sadar. Lalu pikiran bawah sadar itupun memompa semangat. Energi itu dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan impian hidup kita.<br /><br />Mungkin kegiatan autosuggestion ini akan dianggap aneh oleh orang lain. Tetapi itulah salah satu cara untuk mengubah diri dari dalam. Biasakan mendengar pola pikir positif dan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang konstruktif. Jadi jangan ragu untuk melakukan budaya-budaya yang potensial, menumbuhkan optimisme dan kreatifitas.<br /><br />Ada 5 (P) petunjuk dalam melakukan autosuggestion, yaitu;<br /><br />Positive : pada saat melakukan autosuggestion, pikirkan hal-hal yang positif saja.<br /><br />Powerful : lakukan dengan penuh keyakinan sebab dapat memberikan kekuatan untuk berbuat sesuatu yang luar biasa.<br /><br />Precise : keinginan yang hendak dicapai harus sudah dapat dideskripsikan, karena pikiran bawah sadar hanya bisa menyusun berdasarkan kategori.<br /><br />Present Tense: dalam bentuk keinginan saat ini, bukan keinginan di masa lalu atau akan datang.<br /><br />Personal : lakukan perubahan positif terhadap diri sendiri terlebih dahulu.<br /><br />Visualization<br /><br />Bila kita menginginkan sesuatu maka pikiran bawah sadar akan menggambarkan apa yang didambakan itu. Dengan cara memvisualisasikan impian terlebih dahulu, terciptalah banyak sekali karya-karya spektakuler di dunia ini. Marcus Aurelius Antonius, seorang kaisar Romawi jaman dahulu mengatakan, “A man’s life is what his thought make of it - Kehidupan manusia ialah bagaimana mereka memikirkannya. ”<br /><br />Sesuatu yang selalu divisualisasikan manusia akan mudah terekam dalam pikiran bawah sadar. Lalu muncul kekuatan pikiran tersebut, yang berperan sebagai penghubung antara jiwa dengan tubuh. Sehingga tubuhpun bereaksi dengan mengerahkan seluruh potensi yang sebelumnya tidak pernah digunakan, dalam bentuk kreatifitas atau tindakan. Memvisualisasikan impian memungkinkan seluruh impian tercapai oleh pikiran bawah sadar.<br /><br />Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan potensi yang sama besar kepada manusia. Tidak ada ruginya membayangkan betapa berpotensinya diri kita untuk mencapai impian-impian. Berikut ini beberapa langkah dalam memvisualisasikan impian, yaitu:<br /><br />1. Mendefinisikan impian<br /><br />Mendefinisikan impian artinya memberikan batasan atau standar akan impian yang hendak dicapai. Kemudian, gambarkanlah semua impian seolah-olah Anda sudah sepatutnya meraih impian tersebut. Meskipun tindakan ini terkesan sederhana, tetapi dari gambaran impian itulah kita akan mencoba berbuat sesuatu untuk melakukan perubahan dan akhirnya dapat meraih cita-cita.<br /><br />2. Menentukan target waktu<br /><br />Dambakan impian itu terwujud sesuai target yang telah ditentukan, sebab impian tanpa target waktu hanya akan menjadi mimpi sesaat. Impian dengan target waktu akan menggerakkan kesadaran untuk tidak segan-segan melakukan perubahan. Maka mulailah dari sekarang, Be the best, do the best, and then let God take care the rest ?Jadilah yang terbaik, lakukan yang terbaik, biarlah Tuhan yang menentukan. Potensi yang kita miliki kelihatannya sangat sayang jika tidak dioptimalkan.<br /><br />3. Melakukan berulang-ulang<br /><br />Melakukan ulangan artinya mengkondisikan diri kita untuk lebih sering ingat akan impian kita. Jika sering ingat, maka perlahan-lahan impian itu akan tertanam di alam pikiran bawah sadar. Bila pesan sudah diterima oleh SCM (sub-conscience mind), maka dia akan menggerakkan diri kita untuk menciptakan keputusan atau menjadikan kita lebih kreatif.<br /><br />Jika impian lebih sering diimajinasikan ternyata dapat melipatgandakan kekuatan dari pikiran bawah sadar. Imajinasi yang diulang-ulang ini akan secara tidak langsung merangsang ilusi akan kenyataan yang luar biasa tentang potensi kita sebagai umat manusia. Sehingga diri kita akan berusaha keras mencapai impian yang<br /><br />divisualisasikan. Begitulah seterusnya kekuatan pikiran bawah sadar bekerja dan dibangkitkan, hingga perubahan besar terjadi dalam diri kita pada suatu waktu.<br /><br /><br /><br /></span></div>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-87703718363384817532008-07-10T18:29:00.001-07:002008-07-10T18:32:45.530-07:00MLM: Sebuah ParadigmaIt is time… for Network Marketing<br />the most remarkable form of free–enterprise ever created<br />to get the respect and recognition it deserves.<br /><br />By: Agung Wijaya<br />yawijaya05@yahoo.com<br /><br />“MLM itu bisnis yang tidak jelas, tidak nyata, susah ‘njalaninnya, tidak pasti. Tidak seperti bisnis lainnya misalnya kalo kita punya toko, bengkel, cafe, restoran atau bahkan menyewakan mobil. Bisnis sewa mobil lebih nyata, konsumen datang menyewa mobil, dan membayar. Pendapatannya jelas. Begitu pula dengan pekerjaan kantoran atau menjadi pegawai/karyawan adalah lebih nyata dan pasti. Apalagi menjadi pegawai negeri sipil sangat menguntungkan. Bekerja dengan santaipun, selama tidak melakukan tindakan kriminal tidak akan dipecat, dan ada jaminan pensiun di hari tua.”<span class="fullpost"><br /><br />Begitu kata teman saya. Begitukah? Bagi sebagian besar orang, bekerja sebagai karyawan adalah pekerjaan yang nyata yang dapat memberikan penghasilan yang pasti. Setiap bulan akan menerima gaji. Kita lihat saja saat ini bagaimana pelamar lowongan pegawai negeri sipil membludak dimana-mana di seantero Indonesia. Sedang bisnis MLM tidak akan lebih daripada sebuah pekerjaan menjual dengan resiko tinggi dan penghasilan yang tidak menentu. Begitulah yang terjadi apabila kedua hal tersebut dibandingkan. Dan kenyataan menunjukkan teman saya tidak sendiri.<br /><br />Nampaknya paradigma mengenai apa itu pekerjaan dan bekerja perlu diperkenalkan kepada mereka yang berpandangan seperti itu. Apa itu paradigma. Paradigma adalah cara pandang atau pemahaman terhadap sesuatu. Mari bersimulasi. Anda silahkan baca kalimat berikut:<br />OPPORTUNITY NOWHERE<br /><br />Kata-kata di atas berarti Tidak Ada Kesempatan Dimanapun. Bagaimana dengan kata-kata yang sama berikut, yang hanya saya beri sentuhan warna lain:<br />OPPORTUNITY NOW HERE<br /><br />Sentuhan warna tersebut akan menuntun kita pada cara memandang atau cara membaca yang berbeda, yang akan menghasilkan arti yang sangat berbeda pula. Kalimat tersebut akan terbaca Kesempatan Sekarang Ada Disini. Begitulah paradigma.<br /><br />Demikian pula dengan cara kita memandang sebuah pekerjaan yang sudah tentu merupakan jalan kita untuk mencapai impian di hari tua. Cara pandang konvensional yang melekat pada sebagian besar masyarakat kita, yang memandang bahwa bekerja adalah menjadi pegawai atau karyawan (dengan penghasilan tetap sebagaimana tersebut di atas), sudah tidak mampu lagi memenuhi harapan kita untuk mencapai impian masa depan.<br /><br />Kondisi perekonomian Indonesia yang mempersempit peluang kerja dan meningkatkan harga barang-barang kebutuhan pokok semakin menjauhkan kita dari impian dan harapan kita untuk hidup layak. Paradigma baru tentang pekerjaan harus dibuka. Bagaimana seharusnya pekerjaan itu? Bagaimana seharusnya bekerja itu?<br /><br />Pekerjaan yang seharusnya adalah pekerjaan yang mampu memberi kita kesempatan untuk mengontrol atau menentukan sendiri penghasilan atau gaji kita. Bagaimana seharusnya bekerja itu. Bekerja sesuai keinginan kita, sesuai kemampuan kita, dimana kita sendiri yang menentukan jam kerja kita, dan yang paling penting adalah kita sendiri yang menentukan kapan atau usia berapa kita mau pensiun, berapa besaran pensiun yang kita inginkan, dan bukan dipensiunkan.<br /><br />Begitulah seharusnya bekerja. Dijamin tidak akan ada Post Power Syndrome. Pertanyaannya adalah: Apakah ada pekerjaan semacam itu? Jawabnya ADA! Dan hanya dengan menjadi seorang entrepreuneurship di bidang Multi Level Marketing (MLM) kita akan menemukan jawabannya. Hold on… jangan berpikir macam-macam. MLM adalah model bisnis biasa. Salah satu dari sekian banyak model bisnis yang dilakukan orang di seluruh dunia dari berbagai tempat dan waktu (Wikipedia Online).<br /><br />Pertanyaan berikut adalah: Apakah ada jaminan sukses kalo saya meninggalkan pekerjaan utama (konvensional) saya dan kemudian menjalankan bisnis Multilevel Marketing? Jawabnya: kenapa harus meninggalkan pekerjaan utama anda? Silahkan berbisnis MLM sambil terus bekerja secara konvensional. Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa?<br /><br />Kontak saya! Dan kita teruskan diskusi kita off the record.<br /><br />Sampai jumpa & Sukses - Yulius Agung Wijaya (HP: 081 846 4552)</span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-59676098650766577422008-07-10T18:18:00.001-07:002008-07-10T18:24:33.646-07:00Menghancurkan mental block, merangkai sukses.Artikel ini saya tulis untuk menjawab banyak sekali pertanyaan yang diajukan kepada saya baik melalui email, sms, ataupun saat seminar. Ternyata masih banyak juga orang yang kurang jelas apa itu mental block, proses pembentukan, cara mengenali, dan yang lebih penting cara untuk mengatasi dan menghilangkan mental block.<br /><br />Sebelum saya membahas apa itu mental block saya akan menjelaskan kembali proses pemrograman pikiran manusia.<br /><br />Proses pemrograman pikiran sebenarnya telah terjadi sejak seorang anak masih di dalam kandungan ibunya, sejak ia berusia 3 bulan. Pada saat ini pikiran bawah sadar telah bekerja sempurna, merekam segala sesuatu yang dialami seorang anak dan ibunya. Semua peristiwa, pengalaman, suara, atau emosi masuk ke dan terekam dengan sangat kuat di pikiran bawah sadar dan menjadi program pikiran.<span class="fullpost"><br /><br />Saat kita lahir, kita lahir hanya dengan satu pikiran yaitu pikiran bawah sadar. Bekal lainnya adalah otak yang berfungsi sebagai hard disk yang merekam semua hal yang kita alami. Sejak lahir, dan sejalan dengan proses tumbuh kembang, kita mengalami pemrograman pikiran terus menerus, melalui interaksi kita dengan dunia di luar dan di dalam diri kita.<br /><br />Pada anak kecil, yang memprogram pikirannya adalah terutama kedua orangtuanya, pengasuh, keluarga, lingkungan, guru, tv, dan siapa saja yang dekat dengan dirinya. Saat masih kecil pemrograman terjadi dengan sangat mudah karena pikiran anak belum bisa menolak informasi yang ia terima. Ketidakmampuan memfilter informasi ini disebabkan karena pada saat itu critical factor, atau faktor kritis, dari pikiran sadar belum terbentuk. Kalaupun sudah terbentuk critical factor masih lemah.<br /><br />Pemrograman pikiran saat anak masih kecil terjadi melalui dua jalur utama yaitu melalui imprint dan misunderstanding. Definisi imprint adalah “a thought that has been registered at the subconscious level of the mind at a time of great emotion or stress, causing a change in behavior” atau imprint adalah apa yang terekam di pikiran bawah sadar saat terjadinya luapan emosi atau stress, mengakibatkan perubahan pada perilaku.<br /><br />Misunderstanding adalah salah pengertian yang dialami seseorang saat memberikan makna kepada atau menarik simpulan dari suatu peristiwa atau pengalaman.<br /><br />Baik imprint maupun misunderstanding, setelah terekam di pikiran bawah sadar, akan menjadi program pikiran yang selanjutnya mengendalikan hidup seseorang.<br /><br />Satu hal yang perlu kita mengerti yaitu bahwa semua, saya ulangi… semua, program pikiran adalah baik. Program pikiran selalu bertujuan membahagiakan kita. Program pikiran diciptakan atau tercipta demi kebaikan kita berdasarkan level kesadaran dan kebijaksanaan kita saat itu.<br /><br />Program pikiran menjadi mental block apabila bersifat menghambat kita dalam mencapai impian atau tujuan kita. Sebaliknya program pikiran akan menjadi stepping block, batu lompatan, bila bersifat mendukung kita.<br /><br />Anda jelas sekarang? Atau masih bingung?<br /><br />Ok, saya kasih contoh ya biar lebih jelas.<br /><br />Ini dari kasus klinis yang pernah saya tangani. Ada seorang wanita, sebut saja Rosa, cantik, ramah, cerdas, pintar cari uang, dan mandiri tapi sampai saat bertemu saya, usianya saat itu 35 tahun, masih jomblo alias single, belum dapat jodoh.<br /><br />Rosa juga bingung mengapa ia sulit dapat jodoh. Ada banyak pria yang suka padanya. Namun setiap kali pacaran dan jika sudah masuk ke rencana untuk menikah, selalu muncul masalah sehingga hubungan mereka akhirnya putus.<br /><br />Setelah dicari akar masalahnya, saya menemukan program pikiran, di pikiran bawah sadarnya, yang sangat baik namun justru bersifat menghambat dirinya untuk bisa dapat jodoh.<br /><br />Apa itu?<br /><br />Ternyata ayah Rosa meninggal saat ia masih kecil, usia 7 tahun. Sejak saat itu ibunya yang bekerja keras menghidupi keluarga mereka. Bahkan pernah sampai jatuh sakit dan hampir meninggal.<br /><br />Nah, pas saat ibunya sakit keras,Rosa berdoa dan mohon kesembuhan untuk ibunya. Dan dalam doanya ia berjanji bahwa ia akan membalas semua pengorbanan ibunya, setelah ia dewasa kelak, dengan selalu menyayangi dan mendampingi ibunya.<br /><br />Janji ini ternyata masuk ke pikiran bawah sadarnya dan menjadi program. Benar, sejak saat itu dan hingga ia dewasa Rosa adalah anak yang begitu sayang pada ibunya. Selama ini program pikirannya telah sangat membantu Rosa dalam menjalani hidupnya. Rosa bekerja keras, menjadi anak yang sangat mencintai ibunya. Dan ibunya juga begitu bersyukur dan bahagia karena mempunyai anak yang begitu menyayanginya. Nah, program yang sangat positif ini tiba-tiba berubah menjadi program yang menghambat (baca: mental block) saat Rosa ingin berkeluarga.<br /><br />Program ini mensabotase setiap upaya Rosa untuk mendapat pasangan hidup. Saat saya berdialog dengan “bagian” (baca: program) yang tidak setuju bila Rosa menikah, saya mendapat jawaban yang jelas dan lugas. Ternyata “bagian” ini khawatir Rosa tidak bisa menepati janjinya, menyayangi dan mendampingi ibunya karena bila menikah, menurut pemikiran “bagian” ini, Rosa harus mengikuti suaminya dan meninggalkan ibunya sendiri. “Bagian” ini tidak setuju dengan hal ini.<br /><br />Nah, anda jelas sekarang?<br /><br />Saya beri satu contoh lagi biar lebih jelas.<br /><br />Saya mendapat email dari seorang pembaca buku, sebut saja Bu Asri, yang mengeluh bahwa ia telah berusaha keras untuk menaikkan penghasilannya namun selalu gagal. Setelah membaca buku The Secret of Mindset dan mendengarkan CD Ego State Therapy ia menemukan program pikiran yang menghambat dirinya, khususnya di aspek finansial.<br /><br />Ternyata dulu, saat akan menikah, ia mendapat wejangan dari ibunya, “Nak, ingat ya… nanti waktu menjadi seorang istri, cintai suamimu dengan tulus, baik di kala suka mapun duka, layani dengan sepenuh hati, tempatkan suami sebagai kepala rumah tangga, jaga perasaan dan harga diri suami, jangan melebihi suamimu…….”<br /><br />Pembaca, wejangan (baca: program) ini tentu sangat baik. Namun menjadi masalah karena program ini justru menghambat upaya Bu Asri meningkatkan penghasilannya. Selidik punya selidik ternyata penghasilan Bu Asri saat ini sama dengan penghasilan suaminya. Makanya saat ia berusaha menaikkan income-nya selalu saja ada hambatan. Program ini yang menghambat dan tujuannya juga sangat “positif” yaitu agar Bu Asri bisa menjadi istri yang baik sesuai wejangan ibunya.<br /><br />Bagaimana, jelas sekarang?<br /><br />Suatu program, selama tidak bersifat menghambat diri kita maka jangan diotak-atik. Biarkan saja. Nggak usah bingung. Ada rekan yang, setelah membaca buku dan mengerti soal mental block, begitu giat mencari berbagai mental blocknya. Bahkan sampai mengeluh,”Pak, saya kok nggak menemukan mental block saya ya?”.<br /><br />Lha, kalo memang nggak ada trus apa harus dipaksakan ada? Bukankah lebih baik bila waktu yang ada digunakan untuk belajar dan mengembangkan diri? Kekhawatiran karena tidak menemukan mental block justru bisa menjadi mental block baru.<br /><br />Lalu, bagaimana sikap yang benar?<br /><br />Ya, santai saja lah. Nggak usah aneh-aneh. Kita harus netral saja. Selama hidup kita happy, usaha lancar, semua berjalan seperti yang kita rencanakan dan harapkan maka nggak usah pusing soal mental block.<br /><br />Mental block akan kita rasakan saat ada penolakan atau hambatan untuk mencapai suatu target yang lebih tinggi. Penolakan ini juga timbul saat kita ingin berubah.<br /><br />Ini saya kutip email yang baru saya terima dari seorang pembaca buku saya:<br /><br />“Saya ingin lebih memahami dan membaca buku-buku anda. Saya beli The Secret of Mindset. Saat baca ada aja perasaan yang membuat saya malas, ngantuk dsb. Padahal saya sungguh ingin membaca buku TSOM. Bagaimana solusinya?”<br /><br />Perasaan malas, mengantuk, dan berbagai perasaan lain yang menghambat upaya untuk berubah ini adalah ulah nakal dari mental block kita. Nah, ini saatnya kita perlu menemukan dan mengenali mental block ini. Setelah ditemukan… ya dibereskan. Gitu aja kok repot.<br /><br />Intinya, jika anda telah menetapkan target yang lebih tinggi, dari apa yang telah anda capai saat ini, dan anda merasa ada yang tidak enak di hati anda maka ini indikasi adanya mental block.<br /><br />Atau jika anda mengalami kegagalan yang beruntun atau yang mempunyai pola kegagalan yang sama, maka ini indikasi sabotase diri alias mental block.<br /><br />Mental block ini ada juga yang baik. Misalnya anda telah berkeluarga. Dan ada kesempatan untuk selingkuh namun anda tidak mau. Alasannya bisa macam-macam. Bisa takut dosa, takut masuk neraka, takut malu, takut ketahuan, bisa karena anda tidak ingin melukai hati pasangan anda, atau anda setia pada janji pernikahan anda, atau alasan apapun. Yang pasti, ada satu program pikiran yang menghambat anda melakukan sesuatu. Mental block ini tentunya perlu dipertahankan.<br /><br />So… bersikaplah netral… jadilah orang yang Non Block. Artinya anda tidak neko-neko atau aneh-aneh. Cari mental block sesuai kebutuhan. Kalo sedikit-sedikit cari mental block … sedikit-sedikit cari mental block… maka saya khawatir anda akan menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, dan resource yang anda miliki untuk sesuatu yang tidak produktif. Kalo seperti ini…anda masuk kategori Go Block.<br /><br />-Adi W Gunawan, The Re-Educator and Mind Navigator</span><a href="http://Pembelajar.com"></a>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-23713415172904810372008-07-10T18:09:00.001-07:002008-07-10T18:15:41.564-07:00Mengkloning Manusia-manusia UnggulYodhia Antariksa July 7th, 2008<br /><br />Hidup ini mungkin akan berjalan dengan lebih semarak kalau saja kualitas keunggulan para great performers bisa dengan mudah di-replikasi ke banyak orang. Tidakkah sebuah kenyataan yang indah jika saja misalnya, kita bisa mengkloning Bill Gates menjadi 10, atau mengkloning seorang Rudy Hartono menjadi 100?<span class="fullpost"><br /><br />Meski tidak sama persis dengan proses kloning, dalam ilmu perilaku manusia (human behavior) sesungguhnya telah lama dikenal teknik untuk melakukan proses replikasi atau duplikasi atas keunggulan semacam itu. Para pakar human behavior menyebutnya sebagai proses modeling. Esensi modeling ini mungkin mirip-mirip dengan kloning : yakni bagaimana kita mengekstrak benih-benih keunggulan dari seorang manusia (yang dianggap hebat), untuk kemudian mencangkokkan benih itu kepada manusia lainnya.<br /><br />Dari sejumlah riset mengenai perilaku manusia, teknik modeling ini merupakan salah satu pilihan metode ampuh untuk memodifikasi perilaku manusia menuju keunggulan (excellence). Lalu apa saja yang kudu dilakukan untuk melakukan proses modeling itu? Berikut lima langkah praktikal yang barangkali bisa dilakoni untuk melakukannya.<br /><br />Langkah yang pertama adalah menanyakan pada diri Anda sendiri : What do you want to excel in? Dalam area atau bidang apa Anda ingin menjadi hebat? Contohnya saja Anda benar-benar ingin menjadi seorang entrepreneur yang sukses. Atau mungkin hendak menjadi leader-manager yang tangguh dan berprestasi. Kalau mengambil contoh dari saya sendiri, maka saya berhasrat menjadi penulis blog yang bagus.<br /><br />Langkah kedua adalah mencari dua atau tiga orang yang sudah terbukti sukses dalam area yang Anda inginkan tersebut. Jika ingin menjadi wirausahawan, carilah tiga sosok yang menurut kita sudah benar-benar terbukti sukses. Tiga sosok ini bisa kita cari melalui lingkungan sekitar kita, kerabat, atau juga dari beragam cerita yang ada di media. Demikian juga dalam contoh leader-manager yang sukses. Kita mesti mencari tiga role model yang bisa kita teladani. Kalau kembali dengan contoh saya, maka salah satu sosok penulis yang ingin saya teladani adalah Goenawan Mohamad, penyair unggul yang juga salah satu pendiri majalah Tempo.<br /><br />Langkah ketiga, adalah mengidentifikasi common practice yang telah dipraktekkan oleh ketiga role model itu. Apa saja key succes factors yang secara umum dipraktekkan oleh ketiga figur teladan itu? Teknik dan strategi apa yang menjadikan ketiganya menjadi entrepreneur sukses misalnya? Apakah model bisnisnya, apakah strategi pemasarannya, atau apakah faktor sikap mentalnya? Demikian juga dalam dalam kasus leader-manager, kita mesti mencari faktor dibalik kehebatan prestasi mereka. Kualitas dan perilaku spesifik seperti apa yang telah sama-sama dipraktekkan oleh ketiga model tersebut sehingga membuat mereka menjadi hebat?<br /><br />Dalam kasus saya misalnya, saya melihat faktor kekuatan menulis Goenawan Mohamad terletak pada serangkaian kualitas berikut ini : ketajaman memilih diksi (pilihan kata), kepiawaian merangkai kalimat secara prosais nan puitis, penguasaan yang amat kaya terhadap beragam literatur dunia, dan hampir selalu mengakhiri setiap tulisannya dengan kalimat yang menggugah dan membius.<br /><br />Langkah keempat dan paling penting : praktekkan semua yang telah Anda pelajari dalam langkah ketiga. Take real action adalah kata kunci disini. Secara bertahap, lakukan tindakan sesuai dengan resep jitu yang telah Anda ekstrak dari para role model Anda tersebut. Dua tulisan saya (bisa Anda baca disini dan disini) merupakan contoh spesifik dimana saya mencoba mempraktekkan resep kekuatan menulis dari sang teladan : yakni bagaimana merangkai sebuah tulisan yang indah, puitis dan sekaligus diakhiri dengan kalimat yang membius dan menggugah.<br /><br />Langkah kelima atau terakhir adalah : refine dan improve. Apa yang bisa Anda pelajari dari langkah 4? Strategi dan tindakan apa yang telah dapat Anda lakukan dengan berhasil, dan apa yang belum? Dan apa yang mesti harus diperbaiki dari tindakan Anda ini? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu Anda untuk terus melakukan continous improvement dalam proses mencapai keunggulan.<br /><br />Demikianlah lima langkah untuk melakukan proses modeling. Dalam proses pelaksanannya kita pasti akan menemui jalan terjal nan berliku. Namun jika kita mampu melakoninya dengan tekun dan konsisten, jalan setapak menuju kesuksesan mungkin pada akhirnya bisa kita singgahi.</span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-10706273597352997752008-07-09T21:14:00.003-07:002008-07-09T21:56:07.802-07:00KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PD PAYAH JANTUNG-ODEM PARUASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PAYAH JANTUNG , ODEM PARU DAN GAGAL NAFAS<br /><br />A. Konsep dasar<br /> Gagal nafas yang terjadi pada klien dengan hard heart failure merupakan suatu proses sistematis yang biasanya merupakan peristiwa yang panjang dan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung yang memicu terjadinya bendungan pada paru sehingga terjadi "dead space" yang berakibat kegagalan ventilasi alveolar.(Paul L.Marino 1991)<br /><span class="fullpost"><br /><br />B Pengkajian<br />a. Identitas:<br /><br />b.Keluhan utama : Jantung berdebar-debar dan nafas sesak<br /><br />c. Riwayat keperawatan :<br /> Klien merasakan jantungnya sering berdebar-debar dan nafas menjadi sesak dan terasa lelah jika beraktivitas.. Riwayat hipertensi , DM, , Asthma ,Riwayat MRS<br /><br />d. Data keperawatan<br />(a) Sistem pernafasan<br /><br /><br /><br /><br />Data Etiologi Diagnose<br />S : Sesak nafas sejak, pusing PaO2 < 95 % bertambah sesak jika bergerak atau kepala agak rendah, batuk (+) sekret berbuih, AGD tidak normal<br /><br />O : RR >20 X/mnt, Rh , Wh , Retraksi otot pernafasan, produksi sekret banyak<br /> Dekompensasi ventrikel kiri<br /><br />Bendungan paru<br />(odem paru) Resiko tinggi terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas<br />Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b.d adanya odem paru sekunder dekompensasi ventrikel kiri<br /><br />(b) Sistem kardiovaskuler<br />Data Etologi Diagnose<br />S : Kepala pusing, jantung berdebar-debar, badan terasa lemah, kaki bengkak s<br />O : Bendungan vena jugularis (+), S1S2 ireguler S3 (+), Ictus kordis pada pada iccs 5-6, bergeeser ke kiri, Acral dingin, keluar keringat dingin, odem - - Kap.refill > 1-2dt<br /> + + <br />Dekompensasi kordis<br /><br />penurunan kontraktilitas jantung<br /><br />penurunan tekanan darah<br /><br />Syok<br /><br />Ggn perfusi ke jaringan <br />Ggn perfusi jaringan b.d penurunan kotraktilitas jantung<br /><br />(c) Rasa aman<br />Data Etiologi Diagnosis<br />S : Gelisah, mengeluh nyeri dan rasa tidak enak<br />O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang, Persaan tidak enak kaena terpasang alat ventilator,<br /><br />aktivitas tak terkontrol<br /><br /><br />Resiko terjadi trauma<br /> Resiko terjadi trauma b.d kegelisahan sebagai dampak pemasangan alat bantu nafas<br />Cemas b.d ancaman terhadap kematian<br />S : Gelisah,<br />O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang Ruangan dengan berbagai alat<br />Suara monitor penyakit yg mengancam jiwa<br /><br />Lingkungan yang asing<br /><br />cemas<br /> Cemas b.d ancaman kematian, situasi lingkungan perawatan dan disorientasi tempat.<br /><br />Gangguan komunikasi verbal<br /><br /><br />C. Rencana Tindakan<br /><br />Dx: Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan kontraktilitas otot jantung<br />Tujuan : Setelah dirawat selama 3X 24 jam T : 120/80, N : 88X/mnt, Urine 40-50 cc/jam, pusing hilang<br />Rencana Tindakan Rasional<br />- Berikan posisi syok<br />- Observasi vital sign (N : T : S ) dan kapilarri refill setiap jam<br /><br /><br />- Kolaborasi:<br /> - Pemberian infus RL 28 tts/menit<br /><br /><br /> - Foto thorak<br /><br /> - EKG<br /> - Lanoxin IV 1 ampul<br /> - Lasix 1 ampul<br /> - Observasi produksi urin dan balance cairan<br /> - Periksan DL - Memenuhi kebutuhan pefusi otak<br />- Untuk mengetahui fungsi jantung dalam upaya mengetahui lebih awal jika terjadi gaguann perfusi<br /><br />- RL untuk memenuhi kebutuhan cairan intra vaskuler, mengatasi jika terjadi asidosis mencegah kolaps vena.<br />- Untuk memastikan aanatomi jantung dan melihat adanya edema paru.<br />- Untuk melihat gambaran fungai jantung<br />- Memperkuat kontraktilitas otot jantung<br />- Meningkatkan perfusi ginjal dan mengurangi odem<br />- Melihat tingkat perfusi dengan menilai optimalisasi fungsi ginjal.<br />- Untuk melihat faktor-faktor predisposisi peningkatan fungsi metabolisme klliensehingga terjadi peningkatan kerja jantung.<br /><br />Dx Resiko ganguan pertukaran gas<br />Tujuan : Setelah dirawat selama 3X24 jam RR : 18 X/mnt, sesak (-), BGA normal paO2 95-100 %<br />Rencana Tindakan Rasionalisasi<br />- Lapangkan jalan nafas dengan mengektensikan kepala<br />- Lakukan auskultasi paru<br />- Lakukan suction jika ada sekret<br />- Berikan O2 per kanul 6-10lt/mnt atau bantuan nafas dengan ventilator sesuai mode dan dosis yang telah ditetapkan.<br /><br />- Kolaborasi pemeriksaan<br /> - BGA dan SaO2<br /> - Orbservasi pernafasan observasi seting ventilator<br /> - Untuk meningkatkan aliran udara sehingga suply O2 optimal<br />- Untuk mengetahui adanya sekret<br />- Meningkatkan bersihan jalan nafas<br />- Untuk meningkatkan saturasi O2 jaringan<br /><br />- Untuk mengetahui optimalisasi fungsi pertukaran gas pada paru<br /><br />- Untuk membantu fungsi pernafasan yang terganggu<br /><br /><br />Dx : Resiko terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tidak adanya reflek batuk dan produksi sekret yang banyak<br />Tujuan : Setelah dirawat tidak terjadi sumbatan jalan nafas, stridor (-), dyspnoe (-), sekret bersih<br /><br />Tindakan Rasionalisasi<br />- Auskultasi bunyi nafas tiap 2 - jam<br />- Lakukan suction jika terdengar stridor/ ronchi sampai bersih.<br />- Pertahankan suhu humidifier 35-37,5 derajat<br />- Monitor status hidrasi klien<br />- Lakukan fisiotherapi nafas<br />- Kaji tanda-tanda vital sebelum dan setelah tindakan - Memantau keefektifan jalan nafas<br />- Jalan nafas bersih, sehingga mencegah hipoksia, dan tidak terjadi infeksi nasokomial.<br />- Membantu mengencerkan sekret<br /><br />- Mencegah sekret mengental<br />- Memudahkan pelepasan sekret<br />- Deteksi dini adanya kelainan<br /><br />Dx : Ketidakefektifan pola nafas b.d dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi ETT<br />Tujuan : Setelah dirawat nafas sesuai dengan irama ventilator, volume nafas adekuat, alarm tidak berbunyi<br />Rencana Tindakan Rasionalisasi<br />- Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 jam<br />- Evaluasi semua ventilator dan tentukan penyebabnya<br />- Pertahankan alat resusitasi bag & mask pada posisi TT sepanjang waktu<br />- Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff<br />- Masukka penahan gigi<br />- Amankan selang ETT dengan fiksasi yg baik<br />- Monitor suara nafas dan pergerakan dada - Deteksi dini adanya kelainan pada vntilator<br />- Bunyi alarm pertanda ggn fungsi ventilator<br /><br />-Mempermudah melakukan pertolongan jika sewaktu[waktu ada gangguan fungsi ventilator<br />- Mencegah berkurangnya aliran udara nafas<br />- Mencegah tergigitnya selang ETT<br />- Mencegah selang ETT tercabut<br />- Evaluasi keefektifan pola nafas<br /><br /><br /><br /><br /><br />Dx : Resiko terjadi trauma b.d kegelisahan sebagai efek pemasangan alat bantu nafas<br />Tujuan :<br />Setelah dirawat klien tidak mengalami iritasi pd jalan nafas, idak terjadi baro taruma, tidak terjadi keracunan O2, tidak terjadi infeksi saluran nafas, suhu tubuh 36,5-37 derajat celcius<br />Tindakan Rasionalisasi<br />-<br />- Orientasikan klien tentang alat perawatan yang digunakan<br />- Jika perlu lakukan fiksasi<br />- Rubah posisi setiap 2 jam<br /><br />- Yakinkan nafas klien sesuai dengan irama vetilator<br />- Obsevasi tanda dan gejala barotrauma<br />- Kolaborasi penggunaan sedasi<br />- Evaluasi warna dan bau sputum<br />- Lakukan oral hygiene setiap hari<br />- Ganti slang tubing setiap 24-72 jam<br />- Kolaborasi pemberian antibiotika<br />- -<br /> - Agar klien memahami peran dan fungsi serta sikap yang harus dilakukan klien<br />- Untuk mencegah trauma<br />- Untuk mencegah timbulnya trauma akibat penekanan yang terus menerus pada satu tempat.<br />- Mencegah fighting sehingga trauma bisa dicegah<br />- Untuk deteksi dini<br />- Untuk mencegah fighting<br />- Monitor dini terjadini infeksi skunder<br />- Mencegah infeksi skunder<br />- Menjamin selang ventilator steril<br />- Sebagai profilaksis<br /><br />Dx : Cemas b.d disorientasi ruangan dan ancaman akan kematian<br />Tujuan : Setelah dirawat kien kooperatif, tidak gelisah dan tenang<br />Tindakan Rasional<br />- Lakukan komunikasi terapeutik<br />- Berikan orientasi ruangan<br />- Dorong klien agar mengepresikan perasaannya<br />- Berikan suport mental<br /><br />- Berikan keluarga mengunjungi pada saat-saat tertentu<br />- Berikan informasi realistis sesuai dengan tingkat pemahaman klien - Membinan hubungan saling percaya<br />- Mengurangi stress adaptasi<br />- Menggali perasaan dan masalah klien<br />- Mengurangi cemas dan meningkatkan daya tahan klien<br />- Untuk meningkatkan semangat dan motivasi<br /><br />- Agar klien memahami tujuan perawatan yang dilakukan.<br /><br />Daftar pustaka :<br />Marini L. Paul (1991) ICU Book, Lea & Febriger, Philadelpia<br />Tabrani (1998), Agenda Gawat Darurat, Pembina Ilmu, Bandung<br />Carpenitto (1997) Nursing Diagnosis, J.B Lippincott, Philadelpia<br />Hudack & Galo (1996), Perawatan Kritis; Pendekatan Holistik, EGC , Jakarta<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />TINJAUAN KASUS<br />ASUHAN KEPERAWATAN TN. D.S DENGAN HHF + ODEM PARU DAN GAGAL NAFAS<br />DI RUANG ICU GBPT RS. DR. SOETOMO<br />TGL. 20-21 AGUSTUS 2001<br /><br />A. PENGKAJIAN<br />a. Identitas<br /> Nama : Tn DS<br /> Umur : 52 tahun<br /> Kelamin : Laki-laki<br /> Pendidikan : SD<br /> Pekerjaan : Sopir dan pekerja bangunan<br /> Alamat : Mojosari, Mojokerto<br /> Penanggung : Biaya sendiri<br /><br />b. Keluhan utama : -<br />c. Riwayat keperawatan<br /> Klien mengeluh batuk-batuk kecil dan sesak ringan sejak satu bulan yang lalu, setiap mengeluh biasanya memeriksakan diri ke "mantri" dan biasanya hilang setelah diberi obat (jenis dan dosis lupa). Pada tanggal 17 Agustus 2001 sore klien mengeluh sesaknya makin bertambah, klien memeriksakan diri je RS Mojosari tetapi dianjurkan langsung ke Surabaya. Tanggal 17 Agustus sore sekitar Pk 22.00 klien baru tiba di RSDS dalam keadaan sesak dan diberikan bantuan nafas (bag & mask) dan obat dibawah lidah. Riwayat Hipertensi (+) sejak tahun 1987, Riwayat DM (tidak tahu), riwayat Asthma (-) tetapi orang tua penderita asthma, riwayat MRS (-).<br /><br />d. Data keperawatan<br /> (a). Sistem respirasi<br />Data Etiologi Diagnose<br />S : -<br /><br />O : Rh +/+, Wh +/+, Stridor (+), retraksi otot pernafasan (-),Terpasang ETT No 7,5, dan ventilator dengan mode CPAP , Fi O2 40 %, PEEP 5, EMV 10, I:E 1 : 2; RR :20 X/mnt, , produksi sekret banyak, reflek menelan baik<br /><br /> BGA : PH:7,475; PCO2:32,2; PO2:98,4<br /> HCO3:23,2; BE:-0,4; cyanoisis (-),,SpO2 100 %,, Foto Thorak terdapat gambaran odem paru pada kedua lobus paru., jantung tampak membesar Terpasang ETT<br /><br />Produksi sekret banyak<br /><br />Resiko terjadi ketidakefektifan jalan nafas<br /><br /><br /><br />Dekompensasi ventrikel kiri<br /><br />Bendungan paru<br />(odem paru)<br /><br />ventilasi tidak optimal<br /><br />Hipoksia Resiko tinggi terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gangguan pertukaran gas b.d adanya odem paru sekunder dekompensasi ventrikel kiri<br /><br />(b) Sistem kardiovaskuler<br />Data Etologi Diagnose<br />S : -<br />O : Bendungan vena jugularis (-), S1S2 ireguler S3 (-), Ictus kordis 2 jari,, bergeeser ke kiri, Acral hangat, keluar keringat dingin, (-) odem pada kaki (-), Kap.refill > 2dt, EKG : tampak gambaran PVC pada seluruh lead, dan gambaran LVH pada lead V 6, Hb :12,8 HR: 132 X/mnt, T : 130/89 mm Hg,<br /> Dekompensasi kordis<br /><br />penurunan kontraktilitas jantung<br /><br />penurunan tekanan darah<br /><br />Syok<br /><br />Ggn perfusi ke jaringan <br />Resiko terjadi ggn perfusi jaringan b.d penurunan kotraktilitas jantung<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />(c) Rasa aman<br />Data Etiologi Diagnosis<br />S : -<br />O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang, gelisah Persaan tidak enak kaena terpasang alat ventilator,<br /><br />aktivitas tak terkontrol<br /><br /><br />Resiko terjadi trauma<br /> Resiko terjadi trauma b.d kegelisahan sebagai dampak pemasangan alat bantu nafas<br /><br />S : -,<br />O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang, gelisah, tidak mampu mengungkapkan keinginnaya secara verbal Ruangan dengan berbagai alat<br />Suara monitor penyakit yg mengancam jiwa, Lingkungan yang asing<br /><br />cemas<br /> Cemas b.d ancaman kematian, situasi lingkungan perawatan dan disorientasi tempat.<br />Gangguan komunikasi verbal<br />Terpasang infus pd kaki kanan. Terpasang kateter Resiko terjadi infeksi b.dadanya luka tempat insersi alat perawatan<br /><br /><br />B. Rencana Tindakan<br /><br />Dx : Resiko terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tidak adanya reflek batuk dan produksi sekret yang banyak<br />Tujuan : Setelah dirawat selama 2 hari tidak terjadi sumbatan jalan nafas, stridor (-), dyspnoe (-), sekret bersih<br /><br />Tindakan Rasionalisasi<br />- Auskultasi bunyi nafas tsebelum dan setelah suction.<br />- Lakukan suction jika terdengar stridor/ ronchi sampai bersih. @ 2 jam<br />- Pertahankan suhu humidifier 35-37,5 derajat<br />- Monitor status hidrasi klien<br />- Lakukan fisiotherapi nafas<br />- Kaji tanda-tanda vital sebelum dan setelah tindakan - Memantau keefektifan jalan nafas<br />- Jalan nafas bersih, sehingga mencegah hipoksia, dan tidak terjadi infeksi nasokomial.<br />- Membantu mengencerkan sekret<br /><br />- Mencegah sekret mengental<br />- Memudahkan pelepasan sekret<br />- Deteksi dini adanya kelainan<br /><br />Dx Resiko ganguan pertukaran gas<br />Tujuan : Setelah dirawat selama 2X24 jam RR : 18 X/mnt, sesak (-), BGA normal SpO2 95-100 %<br />Rencana Tindakan Rasionalisasi<br />- Lapangkan jalan nafas dengan mengektensikan kepala<br />- Lakukan auskultasi paru<br />- Lakukan suction jika ada sekret<br />- Berikan O2 per kanul 6-10lt/mnt atau bantuan nafas dengan ventilator sesuai mode dan dosis yang telah ditetapkan.<br /><br />- Kolaborasi pemeriksaan<br /> - BGA dan SpO2<br /> - Orbservasi pernafasan observasi seting ventilator<br /> BIPAP 10-18, FiO2 :35 %, I:E = 1:2,<br /> - Untuk meningkatkan aliran udara sehingga suply O2 optimal<br />- Untuk mengetahui adanya sekret<br />- Meningkatkan bersihan jalan nafas<br />- Untuk meningkatkan saturasi O2 jaringan<br /><br /><br /><br />- Untuk mengetahui optimalisasi fungsi pertukaran gas pada paru<br /><br />- Untuk membantu fungsi pernafasan yang terganggu<br /><br /><br /><br />Dx: Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan kontraktilitas otot jantung<br /><br />Tujuan : Setelah dirawat selama 2 hari T : 120/80, N : 88X/mnt, Urine 70 cc/jam, pusing hilang, EKG normal, dekompensasi (-)<br />Rencana Tindakan Rasional<br /><br />- Observasi vital sign (N : T : S ) dan kapilarri refill dan suhu acral setiap jam<br /><br />- Lakukan balance cairan @ 24 jam<br /><br /><br />- Kolaborasi:<br /> - Pemberian infus RL 28 tts/menit 500 cc/24 jam<br /><br /><br /> - Foto thorak<br /><br /> - EKG<br /> - Captopril 3 X 25 mg<br /><br /> - ISDN 3 X 5 mg<br /><br /> - Spironelacton 1 X 50 mg<br /> - Lasix 1 ampul<br /> - KSR 3 X 1 tab<br /><br /> - Observasi produksi urin dan balance cairan<br /><br /> - Periksan DL <br />- Untuk mengetahui fungsi jantung dalam upaya mengetahui lebih awal jika terjadi gaguann perfusi<br />- Untuk mencegah overload cairan dan mengurangi beban kerja jantung<br /><br /><br />- RL untuk memenuhi kebutuhan cairan intra vaskuler, mengatasi jika terjadi asidosis mencegah kolaps vena.<br />- Untuk memastikan aanatomi jantung dan melihat adanya edema paru.<br />- Untuk melihat gambaran fungsi jantung<br />- menurukan tekanan darah sehingga tahanan jantung berkurang.<br />- Memperbaiki kontraktilitas dan perfusi otot jantung.<br />- Menceggah Asidosis metabolik<br />- Meningkatkan perfusi ginjal dan mengurangi odem<br />- Mengatur metabolisme kalium yang bermanfaat untuk memperbaiki kontraksi otot jantung<br />- Melihat tingkat perfusi dengan menilai optimalisasi fungsi ginjal.<br />- Untuk melihat faktor-faktor predisposisi peningkatan fungsi metabolisme klliensehingga terjadi peningkatan kerja jantung.<br /><br />Dx : Ketidakefektifan pola nafas b.d dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi ETT<br />Tujuan : Setelah dirawat selama 2 hari nafas sesuai dengan irama ventilator, volume nafas adekuat, alarm tidak berbunyi<br />Rencana Tindakan Rasionalisasi<br />- Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 jam<br />- Evaluasi semua ventilator dan tentukan penyebabnya<br />- Pertahankan alat resusitasi bag & mask pada posisi TT sepanjang waktu<br />- Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff<br />- Masukka penahan gigi<br />- Amankan selang ETT dengan fiksasi yg baik<br />- Monitor suara nafas dan pergerakan dada - Deteksi dini adanya kelainan pada vntilator<br />- Bunyi alarm pertanda ggn fungsi ventilator<br /><br />-Mempermudah melakukan pertolongan jika sewaktu[waktu ada gangguan fungsi ventilator<br />- Mencegah berkurangnya aliran udara nafas<br />- Mencegah tergigitnya selang ETT<br />- Mencegah selang ETT tercabut<br />- Evaluasi keefektifan pola nafas<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Dx : Resiko terjadi trauma b.d kegelisahan sebagai efek pemasangan alat bantu nafas<br />Tujuan : Setelah dirawat selama 2 hari klien tidak mengalami iritasi pd jalan nafas, idak terjadi baro taruma, tidak terjadi keracunan O2, tidak terjadi infeksi saluran nafas, suhu tubuh 36,5-37 derajat celcius<br />Tindakan Rasionalisasi<br />-<br />- Orientasikan klien tentang alat perawatan yang digunakan<br />- Jika perlu lakukan fiksasi<br />- Rubah posisi setiap 2 jam<br /><br />- Yakinkan nafas klien sesuai dengan irama vetilator<br />- Evaluasi warna dan bau sputum<br />- Lakukan oral hygiene setiap hari<br />- <br />- Agar klien memahami peran dan fungsi serta sikap yang harus dilakukan klien<br />- Untuk mencegah trauma<br />- Untuk mencegah timbulnya trauma akibat penekanan yang terus menerus pada satu tempat.<br />- Mencegah fighting sehingga trauma bisa dicegah<br />- Untuk deteksi dini<br />- Untuk mencegah fighting<br /><br /><br />Dx : Cemas b.d disorientasi ruangan dan ancaman akan kematian<br />Tujuan : Setelah dirawat selama 2 hari diharapkan klien kooperatif, tidak gelisah dan tenang<br /><br />Tindakan Rasional<br />- Lakukan komunikasi terapeutik<br />- Berikan orientasi ruangan<br />- Dorong klien agar mengepresikan perasaannya<br />- Berikan suport mental<br /><br />- Berikan keluarga mengunjungi pada saat-saat tertentu<br />- Berikan informasi realistis sesuai dengan tingkat pemahaman klien - Membinan hubungan saling percaya<br />- Mengurangi stress adaptasi<br />- Menggali perasaan dan masalah klien<br />- Mengurangi cemas dan meningkatkan daya tahan klien<br />- Untuk meningkatkan semangat dan motivasi<br /><br />- Agar klien memahami tujuan perawatan yang dilakukan.<br /><br />Dx : Resiko terjadi infeksi s.e penurunan daya tahan dan adanya insersi alat-alat perawatan<br />Tujuan : setelah dirawat selama 3 hari tidak terjadi infeksi skunder<br />Tindakan Rasional<br />-- Ganti slang tubing setiap 24-72 jam<br />- Lakukan perawatan infus @ 24 jam<br />- Lakukan perawatan kateter @ jam<br />- Cek suhu tubuh @ 8 jam<br />- Observasi tanda peradangan pada lokasi insersi alat perawatan.<br />- Mandikan klien 2 X seharil<br />- Lakukan oral hygiene @ 24 jam<br /> - Mencegah infeksi skunder pd salnaf<br />- Mencegah infeksi /plebitis pada insersi infus<br />- Mencegah infeksi pada traktus urinarius<br />- Sebagai salah satu indikator tjd infeksi<br />- Tanda berupa panas, bengkak, kemerahan, nyeri serta ggn fungsi.<br />- Memperbaiki kebersihan kulit dan mulut sbg upaya mencegah kolonisasi kuman pada kulit/mulut.<br /><br />C.Tindakan keperawatan<br /><br />DX TGL/JAM TINDAKAN HASIL<br />1 20-8-2001<br />08.00<br />08.05<br />08.25<br />09.00<br />10.00<br />12.00<br />14.00<br /><br />21-8-200<br />08.00<br />08.05<br />08.25<br />09.00<br />10.00<br />12.00<br />14.00<br /> - Melakukan auskultasi bunyi nafas<br />- Melakukan fisiotherapi nafas<br />- Melakukan suction<br />- Mengecek suhu humidifier<br />- Memonnitor tanda-tanda vital<br />- Melakukan auskultasi paru dan suction<br />- Melakukan auskultasi paru dan suction<br /><br /><br />- Melakukan auskultasi paru dan suction<br />- Melakukan fisiotherapi nafas<br />- Melakukan suction<br />- Mengecek suhu humidifier<br />- Memonnitor tanda-tanda vital<br />- Melakukan auskultasi paru dan suction<br />- Melakukan auskultasi paru dan suction<br /> Wh -/-, Rh +/-, Stridor (-)<br />Klien dalam posisi semi fowler<br />Sekret banyak<br />S : 37 OC<br />T:136/79, N:96, RR:18X/mnt<br />Sekret bersih<br />Sekret bersih<br /><br /><br />Wh -/-, Rh +/-, Stridor (-)<br />Klien dalam posisi semi fowler<br />Sekret banyak<br />S : 37 OC<br />T:136/79, N:96, RR:18X/mnt<br />Sekret bersih<br />Sekret bersih<br /><br />2 20-8-2001<br />08.00<br /><br /><br />10.15<br />11.00<br /><br /><br />13.00<br /><br /><br /><br /><br />21-8-2001<br />08.00<br /><br /><br />10.15<br />11.00<br /><br /><br />13.00<br /> - Memonitor seting Ventilator BIPAP 18 X/mnt, PEEP 5, I:E :1:2, FiO2 :35 %,.<br />- Memonitor SpO2<br />- Mengambil bahan pemeriksaan BGA .<br />Memonitor seting Ventilator BIPAP 18 X/mnt, PEEP 5, I:E :1:2, FiO2 :35 %,.<br />- Memonitor SpO2<br />Memonitor seting Ventilator BIPAP 18 X/mnt, PEEP 5, I:E :1:2, FiO2 :35 %,.<br />- Memonitor SpO2<br />- Memeriksa adanya Cyanosis<br /><br /><br />- - Memonitor seting Ventilator CPAP 18 X/mnt, PEEP 5, I:E :1:2, FiO2 :45 %,.<br />- Memonitor SpO2<br />- Mengambil bahan pemeriksaan BGA .<br />Memonitor seting Ventilator CPAP 18 X/mnt, PEEP 5, I:E :1:2, FiO2 :40 %,.<br />- Memonitor SpO2<br />Memonitor seting Ventilator CPAP 18 X/mnt, PEEP 5, I:E :1:2, FiO2 :40 %,.<br />- Memonitor SpO2<br />- Memeriksa adanya Cyanosis<br /> - Ventilator sudah terseting<br /><br /><br />- Bahan lab sudah terambil<br />-Ventilator sudah terseting SpO2 98 %<br /><br />Monitor sudah terseting<br />SpO2 98%<br />Cyanosis (-)<br /><br /><br /><br />Nafas spontan lemah<br />SpO2 100%<br /><br />Darah arteri sudah terambil<br />SpO2 100%<br />cyanoisis (-)<br /><br /><br />Nafas spontan lemah<br />SpO2 100%<br />cyanoisis (-)<br /><br />3 20-8-2001<br />07.30<br /><br /><br /><br />09.00<br /><br /><br /><br /><br />09.10<br /><br />21-8-2001<br />07.30<br /><br /><br /><br />09.00<br /><br /><br /><br /><br />09.10<br /> - Melakukan balance cairan<br />- Pemberian infus RL 5 tts/menit<br />- Memonitor EKG dan suara jantung<br />Pemberian obat personde<br /> - Captopril 25 mg<br /> - ISDN 5 mg<br /> - Spironelacton 50 mg<br /> - KSR 1 tab<br />Pemberian terapi IV<br />- Lasix 1 ampul<br /> Mengobservasi vital sign<br />- Melakukan balance cairan<br />- Pemberian infus RL 5 tts/menit<br />- Memonitor EKG<br />Pemberian obat personde<br /> - Captopril 25 mg<br /> - ISDN 5 mg<br /> - Spironelacton 50 mg<br /> - KSR 1 tab<br />Pemberian terapi IV<br />- Lasix 1 ampul<br /> Input : 1500 Oput : 1200<br />Infus lancar<br />PVC S1S2 normal<br />Obat masuk alergi (-)<br /><br /><br /><br /><br />Alergi (+)<br /><br /><br />Input : 1500 Oput : 1200<br />Infus lancar<br />PVC<br />Obat masuk alergi (-)<br /><br /><br /><br /><br />Alergi (+)<br /><br />4 20-8-2001<br />08.30<br />10.30<br />12.30<br /><br /><br /><br /><br />21-8-2001<br />08.30<br />10.30<br />12.30<br /><br /> Melakukan pemeriksaan ventilator<br />- Memrtahankan alat resusitasi bag & mask pada posisi TT<br />- Mengevaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff<br />- Mengamankan selang ETT dengan fiksasi<br />- Memonitor suara nafas dan pergerakan dada<br /><br />Melakukan pemeriksaan ventilator<br />- epertahankan alat resusitasi bag & mask pada posisi TT<br />- Mengevaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff<br />- Mengamankan selang ETT dengan fiksasi<br />- Memonitor suara nafas dan pergerakan dada<br /> Ventilator lancar<br />Bag & mask sudah tersedia<br /><br />Kbocoran (-)<br />Fiksasi baik<br />Geraakan dada dan nafas sesuai<br /><br />Ventilator lancar<br />Bag & mask sudah tersedia<br /><br />Kbocoran (-)<br />Fiksasi baik<br />Geraakan dada dan nafas sesuai<br /><br />5 20-8-2001<br />11.00<br /><br />11.15<br /><br /><br />21-8-2001<br />11.00<br /><br />11.15<br /> Menyampaikan agar klien tidak mencabut alat-alat peralatan yang ada di tubuh klien<br />- Menganjurkan klien agar merubah posisi secara teratur<br /><br /><br />Menyampaikan agar klien tidak mencabut alat-alat peralatan yang ada di tubuh klien<br />- Menganjurkan klien agar merubah posisi secara teratur <br />Klien setuju<br /><br />Klien setuju<br /><br /><br /><br />Klien setuju<br /><br />Klien setuju<br /><br />6 20-8-2001<br />10.30<br /><br /><br /><br /><br /><br /> - Memperhatikan keluhan klien<br />- Mendorong klien agar mengepresikan perasaannya<br /><br />- Memberikan suport mental<br />- Memberika informasi tentang perkembangan keadaan klien sekarang<br /><br />- <br />Klien tenang<br />Klien bercerita tentang penyakitnya<br />Klien optimis<br />Klien paham dan tampak tenang<br />7 20-8-2001<br />09.25<br />09.35<br /><br /><br /><br /><br /><br />21-8-2001 <br />- Melakukan oral hygiene<br />- Mengobservasi tanda peradangan pada lokasi insersi alat perawatan.<br />- Merawat infus<br />- Merawat kateter<br />- Memonitor suhu tubuh<br /><br />- Melakukan oral hygiene<br />- Mengobservasi tanda peradangan pada lokasi insersi alat perawatan.<br />- Merawat infus<br />- Merawat kateter<br />- Memonitor suhu tubuh<br /> Mulut bersih<br />Tanda radang (-)<br /><br />Infus dan kateter terawat<br /><br />S ; 36,7 o C<br /><br />Mulut bersih<br />Tanda radang (-)<br /><br />Infus dan kateter terawat<br /><br />S ; 36,7 o C<br />D. Evaluasi<br /><br />DIAGNOSE PERKEMBANGAN<br />Resiko terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas 22-8-2001 Pk.09.00<br />S : Klien mengatakan dapat batuk dan menelan<br />O : sekret (-), stridor (-) sumbatan jalan nafas (-)<br />A : Masalah tidak terjadi<br />P : Pindahkan klien ke ruang perawatan jantung (ICCU)<br />Gangguan pertukaran gas 22-8-2001 Pk 09.00<br />S : sesak (-)<br />O : Klien nafas spontan dengan canul nasal 6 lt/mnt, cyanosis (-), SpO2 100 %, BGA PH:7,44, PCO2 :42,5, PO2 : 96 mmHg, BE : 3 RR : 16X<br />A : Masalah teratasi<br />P : Lakukan perawatan di ruang jantung<br />Resiko gangguan perfusi 22-8-2001 Pk.09.00<br />S : pusing (-), berdebar (-),<br />O : T : 135/89 mm Hg, N : 96 X/mnt, Acral hangat, keringat dingin (-), kapilari refill 2 dt, Hb 12,4 , EKG : PVC pada semua lead, S1S2 reguler, S3 (-), Foto Thorak LVH (+)<br />A : Masalah tidak terjadi<br />P : Lanjutkan perawatan di ruang jantung<br /><br />Ggn pola nafas 22-8-2001 Pk. 09.00<br />S : klien merasa lebih lega<br />O : Vnetilator sudah diwining, gelisah (-), tanda barotrauma (-)<br />A :Masalah tidak terjadi<br />P : -<br />Resiko terjadi taruma 22-8-2001 Pk. 09.00<br />S : klien nyaman<br />O : tanda-tanda trauma fisik tidak ada<br />A : Masalah tidak terjadi<br />P : -<br />Kecemasan 21-8-2001 Pk 11.00<br />S : Klien mengatakan optimis akan segera sembuh<br />O : Klien komunikatif dan tampak tenang<br />A : Masalah teratasi<br />P :-<br /><br />Resiko terjadi infeksi S : Klien tidak mengeluh badan terasa panas<br />O : Tanda radang (-), infus dan kateter terawat, S : 36,7 o C<br />A : Masalah tidak terjadi<br />P : lanjutkan perawatan di ICCU<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />LAPORAN UJIAN GAWAT DARURAT<br />ASUHAN KEPERAWATAN ANAK RD DENGAN GBS-BRONCHOPNEMONI DAN ATELEKTASIS<br />DI RUANG ICU GBPT RSUD DR SOETOMO SURABAY<br /><br /><br />A. PENGKAJIAN<br />a. Identitas<br /> Nama : RD<br /> Umur : 5 th<br /> Jenis kelamin : Laki-laki<br /> Anak ke : Pertama<br /> Alamat : Rejo Agung, Gempol , Pasuruan<br /> Penanggung : Orang tua ( Benny D.W)<br /><br />b. Riwayat Keperawatan<br /> Anak dikeluhkan kakinya lemas tgl 19 /8/2001 sorebdan pagi tangga; 20/8/2001 badan anak menjadi lebih lemah sehingga untuk berdiri saja susah. Anak juga dikeluhkan flu dan batuk-batuk dan sumer-sumer sejak tgl 15/8/2001 sore. Selanjutnya anak dibawa ke RSUD Dr Soetomo tanggal 20/8/2001 Pk 23.00 dan langsung ditangani di Bagian Resusitasi IRD. Riwayat MRS (-), Imunisasi lengkap, iwayat Asthma (-), Riwayat Flu (+) sejak seminggu yang lalu dan diberikan obat flu yang dibeli di Apotik.<br /><br />c. Pengkajian persistem<br /> (a) Pernafasan<br /> S : -<br />O : Terpasang ETT Uk 5,5, terpasang mayo, serta nafas dibantu dengan ventilator Mode : SIMV PS 20 X, EMV :15, PEEP +2, Inspirasi presure + 10, FiO2 40 %, SpO2 100 %, RR : 30 X, Keluar saliva lewat mulut (sering dan banyak), stridddor (+), Paru Wh -/-, Rh -/-, Suara nafas ++/+, cuping hidung (-),retraksi costae (-), cyanosis (-),<br />Foto thorak tampak gambaran hipodens pada lobus paru kiri atas,<br />BGA : PH 7,451, PCO2 44,7; PO2:91,2; BE :5,7; HCO3 : 30,4; AaDO2 177,9 mm Hg<br /><br /> (b) Kardiovaskuler<br /> S : -<br /> O: N : 87X/mnt reguler, T : 112/60 (MAP 77 mm Hg), SpO2 100 %, Acral dingin, Cyanosis (-), Capillari refill 2 dt, S : 36,6 o C,<br /> Hb : 12,4 g/dl<br /> HbO2 : 95,3 %<br /> EKG : Lead II Sinus<br /><br /> (c) Neurologi<br /> S : -<br /> O : GCS : 2x3, membuka mata (+) lemah, pupil isokor, refleks +/+, Diplopia (-), lateralisasi (-), RF<br /> RF - - , Rp - -<br /> - - - -<br /><br /> (d) Perkemihan<br /> S : -<br /> O : Terpasang cateter, out-put 2005 cc dalam 24 jam, warna kuning jernih, kateter terawat<br /><br /> (e) Pencernaan<br /> S : -<br /> O : Klien makan sonde pediasure 6 X 50 cc, peristaltik (+) lemah, distensi (-), skybala (-), sementara<br />puasa sampai tracheostomi selesai dilakukan.<br /> (f) Muskuloskeletal<br /> S : -<br /> O : Kekuatan otot 000 000, tulang intak<br /> 000 000<br /><br />(g). Psikologis<br /> S : Orang tua menyatakan bagaimana kemungkinan penyakit anaknya, berapa lama pengobatannya keluarga bersedia melanjutkan perawatan lanjutannya.<br /> O : Tampak kusut, tampak kebingungan,<br />Therapi:<br />- Infus Dex D 5 1/2 NS 1250 cc/24 jam<br />- Sonde pediasure : 6 X 50 cc<br />- Ampicillin 3 X 500 mg<br />- Cloxacillin 3 X 250 mg<br />- Alinamin F 3 X 1 amp<br />- Bisolvon 3 X 1 tab<br />- Px GDA, DL, Alb, Thorax Foto<br /><br />B. Analisa Masalah<br /> Dari data diatas dirumuskan bebepara permasalahan:<br /> 1. Resiko terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas<br /> 2. Resiko tejadi ggn pertukaran gas<br /> 3. Ketidakefektifan pola nafas<br /> 4. Ggn komunikasi verbal<br /> 5. Resiko tinggi terjadi infeksi<br /> 6. Resiko terjadi trauma<br /> 7. Resiko terjadi disuse syndrome<br /> 8. Kecemasan pada orang tua<br /><br /><br />C. Rencana Keperawatan<br />Dx 1. Resiko terjadi bersihan saluran nafas tidak efektif b.d penurunan reflek menelan dan peningkatan produksi saliva<br />Tujuan : Setelah dirawat sekret bersih, saliva bersih, stridor (-), sumbatan tidak terjadi<br />Tindakan:<br />- Lakukan perawatan EET setiap 2 jam<br />- Lakukan auskultasi sebelum dan setelah tindakan fisiotherapi dan suction<br />- Lakukan fisiotherapi nafas dan suction setiap 3 jam jika terdengar stridor atau SpO2 < 95 %<br />- Monitor status hidrasi<br />- Monitor vital sign sebelum dan setelah tindakan<br />- Kolaborasi pemberian bisolvon 3 X 1 tab<br /><br />Dx 2 Resiko terjadi ggn pertukaran gas b.d dengan adanya ggn fungsi paru sebagai efek adanya atelektasis paru<br />Tujuan : Setelah dirawat<br />- BGA dalam batas normal<br />- Wh -/-, Rh -/-, suara paru +/+<br />- Cyanosis (-), SpO2 > 95 %<br /><br />Tindakan:<br />- Lakukan pemeriksaan BGA setiap 24 jam<br />- Monitor SpO2 setiap jam<br />- Monitor respirasi dan cyanosis<br /><br />- Kolaborasi :<br />• Seting ventilator SIMV PS 15, PEEP +2, FiO2 40 %, I : E 1:2<br />• Analisa hasil BGA<br /><br /><br />Dx : Resiko tinggi terjado infeksi b.d pemakaian alat perawatan seperti kateter dan infus<br />Tujuan : setelah dirawat diharapkan<br />- Tanda-tanda infeksi (-)<br />• leiko 3-5 X 10 4, Pada px urine ery (-), sylinder (-),<br />• Suhu tubuh 36,5-37 oC<br />• Tanda-tanda radang pada lokasi insersi alat perawatan (-)<br /><br />Tindakan<br />- Rawat ETT setiap hari<br />-Lakukan prinsip steril pada saat suction<br />- Rawat tempat insersi infus dan kateter setiap hari<br />- Ganti kateter setiap 72 jam<br />- Kolaborasi :<br />• Pengggantian ETT dengan Tracheostomi<br />• Penggantian insersi surflo dengan vanocath<br />• Pemeriksaan leuko<br />• Pemeriksaan albumin<br />• Lab UL<br />• Pemberian profilaksis Amox 3 X 500 mg dan Cloxacilin 3 X 250 mg<br /><br />Dx : Resiko terjadi disuse syndrome b.d kelemahan tubuh sebagai efek perjalanan penyakit GBS<br />Tujuan : Setelah dirawat<br />-Kontraktur (-)<br />- Nutrisi terpenuhi<br />- Bab dan bak terbantu<br />- Personal hygiene baik<br /><br />Tindakan:<br />- Bantu Bab dab Bak<br />- Monitor intake dan output cairan dan lakukan balance setia 24 jam<br />- Mandikan klien setiap hari<br />- Lakukan mirimg kanan dan kiri setiap 2 jam<br />- Berikan latihan pasif 2 kali sehari<br />- Kaji tanda-tanda pnemoni orthostatik<br />- Monitor status neurologi setiap 8 jam<br />- Kolaborasi:<br />• Alinamin F 3 X 1 ampul<br />• Sonde pediasuer 6 X 50 cc<br />• Latihan fisik fasif oleh fisiotherapis<br /><br />Dx. Kecemasan pada orang tua b.d ancaman kematian pada anak serta perawatan yang lama<br />Tujuan :<br />- Setelah dirawat klien dapat menerima keadaan dan kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan<br /><br />Tindakan :<br />- He tentang penyakit GBS, perjalanan penyakit dan penanganannya.<br />- He tentang perawatan dan pemasangan alat perawatan alternatif sehubungan dengan proses perawatan yang lama seperti pemasangan tracheostomi dan vanocath<br />- Meminta agar keluarga mengisi informed konsen dari tindakan yang akan dilakukan oleh petugas<br />D. Tindakan Keperawatan<br /><br />TGL/JAM TINDAKAN PELAKSANA<br />08.10<br />08.15<br /><br />08.30<br />08.45<br />09.00<br /><br />09.10<br /><br /><br />09.30<br /><br /><br /><br /><br />10.00<br /><br /><br />10.30<br /><br /><br /><br /> Melakukan auskultasi paru (stridor (+), Wh -/-,Rh-/-<br />Melakukan fisiotherapi nafas dan suction<br />(Sekret banyak warna putih)<br />Memiringkan klien kekiri<br />Melakukan oral hygiene (Mulut bersih)<br />Merawat infus dan cateter<br />(Kateter dan infus terawat, tanda radang (-))<br />Mengambil bahan lab DL, GDA dan albumin<br />Injeksi ampicilin 500 mg<br />Alinamin F 1 ampul<br />Mengecek persiapan tracheostomi:<br />- Informed concent (+)<br />- Canul tracheostomi no 6 sudah ada<br />- Keluarga sudah siap<br />- Menunggu konfirmasi dari OK lt V<br />Observasi vital sign<br />HR 103 X/mnt, T : 121/72 mm Hg, SpO2 99 %,RR:22X/mnt, S :36,3 , Urine 90 cc 2 jam<br />Airway lancar<br />- Sekret bersih<br />- Saliva mengalir kesamping<br />- SpO2 100 %<br />- Wh -/-, Rh -/-, Stridor -/- Wayan<br />Wayan<br /><br />Wayan</span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-3596755104918288392008-07-09T20:40:00.001-07:002008-07-09T22:14:15.960-07:00INFARK MYOKARDDEFINISI<br />Infark myokard adalah suatu keadaan nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. Gambaran distribusi dipengaruhi umur, geografis, jenis kelamin dan faktor resiko sesuai dengan angina pektoris atau penyakit jantung koroner pada umumnya.<br /><br />PATOGENESIS<br />Umumnya Infark Miokard didasari oleh adanya arteriosklerosis pembuluh darah koroner. Secara marfologis Infark Miokard dapat berupa transmural atau sub endokardial. Infark Miokard transmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada Infark Miokard subendokardial, nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berbercak-bercak dan tidak konfluens seperti Infark Miokard transmural<span class="fullpost"><br /><br /> <br />. Infark Miokard subendokardial dapat regional (terjadi pada distribusi satu-satu arteri koronaria) atau difus (terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner). Patogenitas dan perjalanan kedua jenis Infark Miokard ini berbeda.<br /><br />PATOLOGI<br />Arteri koroner kiri mempengaruhi sebagian besar ventrikel kiri, septum dan atrium kiri. Arteri koroner kanan mempengaruhi sisi diafragma ventrikel kiri, sedikit bagian posterior septum dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering dipengaruhi oleh arteri koroner kanan daripada kiri (cabang sirkumfleks). Pada nodus AV, 90% dipengaruhi oleh arteri koroner kanan dan 10% dari sisi kiri cabang sirkumfleks. Kedua nodus SA dan AV juga mendapat darah dari arteri kugel. Jadi jelaslah obstruksi pada arteri koroner kiri sering menyebabkan infark anterior, dan infark inferior disebabkan oleh obstruksi pada arteri koroner kanan. Tetapi bila obstruksi telah terjadi di banyak tempat dan kolateral telah terbentuk, lokasi infark mungkin tidak dapat dicerminkan oleh pembuluh asal yang terkena. Pada nekrosis daerah infark miokard mungkin sulit dikenali pada 24 – 48 jam pertama. Setelah itu serat-serat miokard membengkak dan nuklei menghilang. Di tepi infark dapat terlihat perdarahan. Dalam beberapa hari pertama daerah infark akut amat lemah. Secara histologis penyembuhan dapat tercapai sekurang-kurangnya setelah empat minggu, umumnya setelah enam minggu.<br /><br />PATOFISIOLOGIS<br />Segera setelah terjadi Infark Miokard daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sitolik (diskinesia) dengan akibat menurunnya ejeksi fraction, isi sekuncup, dan peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri diatas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudat cairan ke jaringan interstitium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik disekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengdakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsang adrenergik untuk mempertahankan curah jantung tetapi dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak memadai jika daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang kompensasi masih normal maka pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya jika infark luas dan miokard yang harus berkompensasi juga buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik akan naik dan gagal jantung terjadi. <br /><br />Perubahan-perubahan hemodinamik Infark Miokard ini tidak statis. Bila Infark Miokard makin tenang fungsi jantung membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan daerah-daerah yang tadi iskemik mengalami perbaikan. Perubahan hemodinamik akan terjadi bila iskemik berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya mekanis penyulit seperti rupture septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.<br /><br />Aritmia merupakan penyulit Infark Miokard yang tersering dan terjadi pada saat pertama serangan. Hal ini disebabkan karena perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan terhadap terjadinya aritmia. Penderita Infark Miokard umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat. Sedangkan peningkatan tonus simpatis pada Infark Miokard anterior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.<br /><br />GEJALA KLINIS<br />Khas adalah nyeri dada retroternal, seperti diremas-remas dan tertekan, nyeri menjalar ke lengan, (kiri) bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris dan tidak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang terutama pada penderita diabetik dan orantua tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar, atau penderita sering ketakutan.<br /><br />Walaupun Infark Miokard merupakan manifestasi pertama dari penyakit jantung koroner, namun bila anamnesa dilakukan secara teliti sering didahului oleh angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.<br /><br />Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada berkarakteristik khas dan bahkan dapat normal. Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal irama gallop. Adanya krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru. Takikardi, kulit pecah, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding pada Infark Miokard anterior.<br /><br />PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />1. EKG<br />2. Laboratorium : SGOT, LDH, enzim jantung<br />3. Radiologi<br />4. Echocardiografi<br />5. Pemeriksaan radioisotop<br /><br />KOMPLIKASI<br />1. Aritmia<br />2. Gagal jantung<br />3. Syok kardiogenik<br />4. Trombo-embolisme<br />5. Perikarditis<br />6. Aneurisma ventrikel<br />7. Regurgitasi mitral akut<br />8. Ruptur jantung dan septum<br /><br />PENATALAKSANAAN<br />1. Upaya pembatasan perluasan Infark Miokard<br />2. Pemberian obat-obat trombolitik (streptokinase/urokinase) dengan atau tanpa disusul angioplasti (perkutaneus transluminal koroner angioplasty)<br />3. Pemberian obat penghambat adrenoreseptor-beta untuk pencegahan sekunder pasca infark.<br /><br />PENGKAJIAN<br />a. Aktifitas dan istirahat<br />Kelemahan, susah tidur, lelah, tachicardi, sesak nafas<br />b. Sirkulasi<br />Riwayat miokard infark, penyakit koroner, CHF, masalah tekanan darah, DM<br />Nadi : penuh, kualitas, capillary refill, ireguler. Suara jantung : murmur, friction rub. Ritme jantung.<br />Adanya edema, peningkatan tekanan vena jugularis, cyanosis, pucat.<br />c. Integritas Ego<br />Cemas, takut, gelisah, takut kehilangan keluarga<br />d. Cairan dan makanan<br />Mual, tidak ada nafsu makan, turgor jelek, muntah, perubahan berat badan.<br />e. Higiene<br />Kesulitan dalam perawatan kulit<br />f. Neurosensori<br />Kelemahan, tidak terkontrol<br />g. Nyeri<br />Kejadian, lokasi, kualitas, intensitas<br />h. Respirasi<br />Sulit bernafas, sesak, batuk produktif, riwayat merokok, penyakit pernafasan, pucat, cyanosis, suara nafas, adanya sputum. </span>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4790055089343661870.post-46748708295621826472008-07-09T07:38:00.003-07:002008-07-09T21:43:42.128-07:00ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TB PARU & HEMAPTOE DI RUANG PENYAKIT PARU LAKI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYAOleh<br />Gaguk Eko Waluyo<br /><br />Pangertian<br />Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru.<div class="fullpost"><br /><br />Etiologi<br />Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999).<br /><br />Faktor Resiko<br />Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia Tenggara.<br />Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan penurunan status kesehatan.<br />Bayi dan anak di bawah 5 tahun.<br />Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi kanker.<br /><br />Patofisiologi<br /><br /> Mycobacterium TBC<br /><br /> Masuk jalan napas<br /><br /> Tinggal di Alveoli<br /><br /> Tanpa infeksi Inflamasi disebar oleh limfe<br /><br /> Fibrosis Timbul jar. Ikat sifat<br /> Elastik & tebal.<br /> Kalsifikasi<br /> - Batuk Alaveolus tidak<br /> - Spuntum purulen Exudasi kembali saat<br /> - Hemoptisis ekspirasi<br /> - BB menurun Nekrosis/perkejuan<br /> Gas tidak dapat<br /> Kavitasi berdifusi dgn. Baik.<br /><br /> Sesak<br /> <br /> Kuman<br /><br /> Infeksi primer<br /><br />Sembuh total Sembuh dgn. Sarang Komplikasi<br /> ghon - Menyebar ke seluruh<br /> tubuh scr. Bronkhogen,<br /> limphogen, hematogen<br /><br />Infeksi post primer Kuman dormant<br /> Muncul bertahun kemudian<br /><br /><br />Diresorpsi kembali/sembuh Membentuk jar. keju Sarang meluas<br /> Jika dibatukkan sembuh dgn.<br /> membentuk kavitas. Jar. Fibrotik<br /><br /> .<br /><br />Kavitas meluas Memadat & membungkus diri Bersih & menyembuh<br />Membentuk sarang tuberkuloma <br /><br />Gejala Klinis<br />Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa.<br />Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).<br />Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.<br />Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.<br />Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.<br /><br />Pengkajian (Doegoes, 1999)<br />Aktivitas /Istirahat<br />Kelemahan umum dan kelelahan.<br />Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.<br />Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.<br />Mimpi buruk.<br />Takikardia, takipnea/dispnea.<br />Kelemahan otot, nyeri dan kaku.<br />Integritas Ego :<br />Perasaan tak berdaya/putus asa.<br />Faktor stress : baru/lama.<br />Perasaan butuh pertolongan<br />Denial.<br />Cemas, iritable.<br /><br />Makanan/Cairan :<br />Kehilangan napsu makan.<br />Ketidaksanggupan mencerna.<br />Kehilangan BB.<br />Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.<br />Nyaman/nyeri :<br />Nyeri dada saat batuk.<br />Memegang area yang sakit.<br />Perilaku distraksi.<br />Pernapasan :<br />Batuk (produktif/non produktif)<br />Napas pendek.<br />Riwayat tuberkulosis<br />Peningkatan jumlah pernapasan.<br />Gerakan pernapasan asimetri.<br />Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).<br />Suara napas : Ronkhi<br />Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.<br />Kemanan/Keselamatan :<br />Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.<br />Demam pada kondisi akut.<br />Interaksi Sosial :<br />Perasaan terisolasi/ditolak.<br /><br />Diagnosa Keperawatan<br />Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.<br />Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.<br />Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia<br />Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.<br />Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.<br /><br /><br /><br /><br />Intervensi<br />Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.<br />Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.<br />Kriteria hasil :<br />Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.<br />Mendemontrasikan batuk efektif.<br />Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.<br /><br />Rencana Tindakan :<br />Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.<br />R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.<br />Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.<br />R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.<br />Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.<br />R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.<br />Lakukan pernapasan diafragma.<br />R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.<br />Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.<br />Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.<br />R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.<br />Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.<br />R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.<br /><br /><br />Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.<br />R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.<br />Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.<br />R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.<br />9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :<br />Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.<br />Pemberian expectoran.<br />Pemberian antibiotika.<br /> Konsul photo toraks.<br />R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.<br /> <br />Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.<br />Tujuan : Pertukaran gas efektif.<br />Kriteria hasil :<br />Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.<br />Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.<br />Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.<br /><br />Rencana tindakan :<br />Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.<br />R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.<br />Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.<br /><br /><br /><br />R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.<br />Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.<br />R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.<br />Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.<br />R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.<br />Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.<br />R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.<br />Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :<br />Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.<br />Pemberian antibiotika.<br />Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.<br />Konsul photo toraks.<br />R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.<br /><br />Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia<br />Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat<br />Kriteria hasil :<br />Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori<br />Menu makanan yang disajikan habis<br />Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema<br /><br />Rencana tindakan<br />Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.<br />R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.<br /><br /><br />Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.<br />R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.<br />Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).<br />R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.<br />Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.<br />R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.<br />Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.<br />R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.<br />Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut<br />Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).<br />Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).<br />Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).<br />Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).<br />R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.<br />Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.<br />R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Daftar Pustaka<br /><br /><br />Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press<br /><br />Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC<br /><br /> (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC<br /><br />Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC<br /><br />Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.<br /><br />Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN<br /><br />Nama : Gaguk Eko Waluyo<br />N I M : 019930016 B<br /><br />Ruangan : Paru Laki-Laki No. Reg. : 10079691<br />Pengkajian : Tanggal 4-9 - 2001 Jam : 11.00 WIB<br />-------------------------------------------------------------------------------------------------<br />IDENTITAS<br />Nama : Tn. Diran (D) Tgl. MRS : 30 - 9 - 2001<br />Umur : 73 tahun Diagnosa : TB paru + Hemaptoe<br />Jenis kelamin : Laki-Laki<br />Suku/bangsa : Jawa/Indonesia<br />Agama : Islam<br />Pekerjaan : Swasta/pedagang makanan<br />Pendidikan : SLTA<br />Alamat : Girilaya 11/17 Surabaya<br />Alasan Dirawat : Batuk darah selama 1 jam kurang lebih 5 sendok makan, dan GCS 4 - 4 - 4<br />Keluhan Utama : Klien mengatakan sesak napas<br />Upaya yang telah dilakukan : Telah diberikan bantuan oksigen 2l/menit .<br />Terapi/operasi yang pernah dilakukan : minum obat OAT teratur<br /><br />RIWAYAT KEPERAWATAN<br /> Riwayat Penyakit Sebelumnya<br />Klien mempunyai TB paru sejak 5 tahun yang lalu, minum obat OAT secara teratur dan mempunyai penyakit kencing batu sejak tahun 1996.<br />Riwayat Penyakit Sekarang<br />Batuk darah sejak 1 hari sebelum MRS, tanggal 30 - 8 - 2001 batuk darah kira-kira 5 sendok makan, sebelumnya batuk berdahak putih. Lama-lama penderita tidak sadar lalu di bawa ke rumah sakit.<br />Riwayat Kesehatan Keluarga<br />Istrisekarang adalag istri ke dua, tidak mempunyai penyakit yang berbahaya, menular atau menurun. Kedua anaknya juga tidak mempnyai penyakit yang berat, hanya batuk pilek dibelikan obat sembuh.<br /><br /><br />Genogram<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Keadaan Kesehatan Lingkungan<br />Klien bertempat tinggal di Surabaya, yang penduduknya padat, dan udara panas, pada daerah tempat tinggalnya antar rumah sangat rapat, udara bersih.<br />Alat Bantu yang Dipakai<br />Klien tidak memakai alat bantu, baik gigi, kaca mata maupun pendengaran.<br />OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK<br />Keadaan Umum<br />Klien dalam keadaan lemah, kelin tidur dalamposisi head down /trendenlenbeg, kaki terpasang infus RL tetesan 20 tetes/menit, dan terpasang oksigen 2 l /menit.<br />Tanda-Tanda Vital<br />Suhu 36,8 celcius, pada axilla, nadi 92 x/menit, tidak teratur, Tensi : 160/90 mmHg. Lengan kanan, RR = 30 x/menit, dengan memakai pernapasan perut dan bantuan otot pernapasan sternokleidomastoid.<br />Body System<br />Pernapasan (B1)<br />Hidung terpasang kanula oksigen 2l/menit<br />Trachea tidak ada kelainan<br />Terdapat retraksi dada, batuk darah kira-kira 200 cc, napas dangkal.<br />Suara tambahan terdengar bunyi ronchi.<br />Bentuk dada simestris.<br />CardioVaskuler (B2)<br />Dada terasa neyri bila untuk membatukan dahak., palpitasi tidak ada, clubbing fingger tidak ada.<br />Suara jantung normal.<br />Edema : tidak ada.<br /><br />Persyarafan (B3)<br />Kesadaran Compomentis, GCS : 4 - 5 - 6<br />Kepala dan wajah : tak da kelainan.<br />Mata : sklera putih, Conjungtiva :merah muda, pupil : isokor.<br />Leher : tak ada kelaianan.<br />Reflek batuk ada, tapi tidak keras.<br />Persepsi sensoris :<br />Pendengaran : normal /dbn.<br />Penciuman : normal /dbn.<br />Pengecapan : normal /dbn.<br />Penglihatan : normal /dbn.<br />Perabaan : normal /dbn.<br />Perkemihan<br />Produksi urine : ± 1500 ml. Tak tentu.<br />Warna : kuning kecoklatan, Bau : Khas.<br />Tidak ada masalah<br />Pencernaan - Eliminasi Alvi<br />Mulut dan tenggorokan : mulut keadaan kotor ada bekas cairan darah.<br />Abdomen : tak ada kelainan.<br />Rektum tak ada kelainan, BAB 1 x/hari,<br />Diet TKTP, Bubur, tiap makan dihabiskan.<br />Tulang - Otot - Integumen<br />Kemampuan pergerakan bebas, perese tidak ada.<br />Extrimitas atas dan bawah tidak ada kelainan<br />Tulang belakang tidak ada kelainan.<br />Kulit : kuning kecoklatan<br />Akral dingin basah.<br />Turgor cukup.<br />Sistem Endokrine<br />Tidak ada kelainan<br />Sosial / Interaksi<br />Hubungan dnegan klien : kenal<br />Dukungan keluarga : aktif<br />Dukungan kelompok/teman/masyarakat : kurang.<br />Reaksi saat interaksi : kooperatif<br />Spiritual<br />Konsep tentang penguasa kehidupan Alloh<br />Sumber kekuatan/harapan di saat sakit : Alloh.<br />Ritual agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini : sholat<br /><br />Sarana/peralatan/orang yang diperlukan untuk melaksanakan ritual agama yang diharapkan saat ini lewat ibadah.<br />Keyakinan/kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dalam menghadapi situasi sakit saat ini : Ya.<br />Keyakinan/kepercayaa bahwa penyakit dapat disembuhkan : ya<br />Persepsi terhadap penyebab penyakit : cobaan/peringatan.<br />Pemeriksaan Penunjang<br />Photo thoraks terakhir :<br />Infiltrat pada kedua apex paru ka-ki<br />Fenting diafragma ka-ki<br />Kalsifikasi pada parenkhim paru ka-ki<br />Laboratorium tanggal 31 - 8 - 2001<br />Hb. 14,1 (13,5 - 18,9)<br />Leukosit : 12.250 (4.000 - 11.000/cmm)<br />Kreatinin Serum: 2,1 (0,7 - 1,3 mg/dl)<br />BUN = 36 (10 - 20 mg/dl)<br />Lab. Tanggal 3 - 9 - 2001<br />TTH = negatip,<br />Gram ; positip, negatif (saliva).<br />Terapi<br />Injeksi Transamin 3 x 1 amp.<br />Ampicillin 4 x 1 gr.<br />Codein 3 x 1<br /><br />Tanda Tangan Mahasiswa<br /><br /><br />Gaguk Eko Waluyo<br />NIM.: 019930016 B<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />ANALISA DATA<br /><br /><br />NO DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH <br /> S: Klien mengatakan kemarin sudah tidak batuk darah lagi dan sesak, sekarang kalau batuk darah lagi dan sesak.<br />O : Klien tampak diam, (setelah batuk darah)<br />: Nadi 92 x/menit<br />: Keluar keringat dingin basah<br />: Klien tampak menanyakan masalah klien ke dokter<br /><br /><br />S. Klien mengatakan segala keperluannya dibantu karena oleh dokter tidak boleh bergerak.<br /><br />O : Klien tampak segala keperluannya dibantu istrinya seperti makan, minum BAB,BAK dll.<br />: Skala AKS = 0<br /><br /><br /><br />S : Klien mengelun nyeri dada bila untuk batuk<br />O: Klien tamapak kalau batuk tidak terlalu keras, tampak memegangi dadanya.<br />: Klien tampak dian menyeringai.<br />: Nadi 92 x/menit.<br />: Skala nyeri = 2<br /><br />S: Klien mengatakan napasnya sesak lagi.<br /><br />O : Klien tampak napasnya cepat memakai pernapasan perut (RR = 30 x/menit).<br />: Tampak ada bantuan otot pernapasan sternokleidomastoid.<br />: Terpasang oksiegen 2 l/menit<br />: Posisi klien tredenlenbeg (head down).<br />: Batuk darah ± 200cc.<br /><br /><br /><br /><br />S: Klien mengatakan baru saja batuk darah ± 1/3 gelas besar.<br /><br />O : Klien kedaaan posisi tredelenbeg (head down)<br />: Di mulut masih ada bekas darah.<br />: Klien tampak batuk sambil mengeluarkan darah.<br />: Sampai jam 10.00 WIB darah yang dikeluarakan ± 200 cc<br /><br /> = Kurang akurat informasi yang diterima<br />= Pendidikan klien<br />= Stress<br /><br /><br />Fisiologi Emosional Kognitip<br />- nadi cepat - diam - sering<br />- Diaphoresis - takut menanyakan<br /><br /><br />Ansietas<br /><br /><br /><br />-Klien dengan dx. TB paru dengan hemamptoe.<br />- Dapat advis dokter tidak boleh bergerak<br /><br /><br />Segala kperluannya dibantu oleh istrinya seperti makan, minum BAB,BAK dll.<br /><br /><br />Sindrom perawatan diri<br /><br /><br />Di alveoli terjadi inflamasi, kalsifikasi, eksudasi, nekrosis, dan akhirnya terjadi kavitasi<br /><br />Batuk dengan tekanan keras pembuluh darah arteri pulmonalis pecah<br /><br />Batuk darah Merangsang ujung<br /> saraf terbuka<br /><br />Nyeri<br /><br /><br /> Inflamasi <br /><br /><br />Fibrosis disebar oleh limfe<br /> Timbul jar. Ikat sifat Elalastik & tebal.<br /> <br /> Alveolus tidak<br /> kembali saat ekspirasi <br /> <br /> Gas tidak dapat berdifusi dgn. Baik.<br /><br /> Sesak<br /><br /><br /><br /> Gangguan pertukaran gas<br /><br /><br /><br /><br /><br />Adanya inflamasi<br /><br /><br />Fibrosis<br /><br /><br />Kalsifikasi<br /> - Batuk<br /><br />Eksudasi - Spuntum<br /> Pururlen<br /> <br />Nekrosisi/perkejuan<br /><br /><br />Kavitasi ---------------- Hemoptisis <br /><br /><br /><br />Bersihan jalan napas tak efektif Ansietas<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Sindrom perawatan diri<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Nyeri<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gangguan pertukaran gas<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Bersihan jalan napas tak efektif<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />RENCANA TINDAKAN PERAWATAN<br /><br />Tanggal 5 September 2001<br />Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.<br />Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif (1 hari).<br />Kriteria hasil :<br />Klien tidak ada suara napas tambahan.<br />Klien mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara bila diindikasikan.<br />Klien minum banyak ( 1500 - 2000 cc)untuk menurnkan kekentalan sekret.<br /><br />Rencana Tindakan :<br /><br />Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk agar tidak keras-keras..<br />R/ Batuk yang keras menyebabkan perdarahan pembuluh adrah pada pulmonal.<br />Lakukan pernapasan diafragma.<br />R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.<br />Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.<br />R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.<br />Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.<br />R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.<br />Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.<br />R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.<br /><br />Jelaskan pada klien dan keluarga mematuhi anjuran dari dokter dan perawat : seperti menghindari makanan yang menyebabkan batuk, serta bau-bauan.<br />R/ Dengan informasi yang jelas klien diharapkan dapat bekerja sama dalam pemberian terapi.<br />7. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :<br />Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.<br />Pemberian obat transamin 3 x 1 amp., codein 3 x 1 tab, posisi tredelenbeg (head down)<br />R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas perdarahan klien dari batuk darahnya<br /><br />Diagnosa Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.<br />Tujuan : Pertukaran gas efektif (1 hari).<br />Kriteria hasil :<br /><br />Klien mengetahui penyebab dari batuk daraha<br />Klien tidak sesak napas lagi ( R = normal)<br />Tidak memakai oksigen tambahan.<br /><br />Rencana tindakan :<br />Berikan posisi yang nyaman, sesuai yang diindikasikan oleh dokter.<br />R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.<br />Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.<br />R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.<br />Berikan Oksigen sesuai advis dokter 2 l/menit<br />R/ dapat mengurangi sesak napas / menambahi kekurangan oksigennya.<br /><br />Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan dan jelaskan tentang etiologi /faktor pencetus adanya sesak..<br />R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.<br />Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.<br />R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.<br />Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :<br />Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.<br />Pemberian antibiotika.<br />R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />TINDAKAN KEPERAWATAN<br /><br /><br />Tanggal : 6 September 2001<br />Diagnosa : Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dnegan sekresi yang kental/ sekresi darah.<br /><br />Mengajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk agar tidak keras-keras.<br />Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.<br />Menganjurkan untuk minum agar menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari<br />Mendorong keluarga dalam memberikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.<br />Menjelaskan pada klien dan keluarga mematuhi anjuran dari dokter dan perawat : seperti menghindari makanan yang menyebabkan batuk, serta bau-bauan, menghindari banyak bergerak/bicara, tidak boleh batuk dengan keras-keras.<br />Memberikan advis dokter :<br />Pemberian obat transamin 3 x 1 amp., codein 3 x 1 tab, posisi tredelenbeg (head down)<br />R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas perdarahan klien dari batuk darahnya<br /><br /><br />Diagnosa Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.<br />Memberikan posisi yang nyaman, sesuai yang diindikasikan oleh dokter.<br />Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.<br />Memberikan Oksigen sesuai advis dokter 2 l/menit<br /><br /><br />Menjelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan dan jelaskan tentang etiologi /faktor pencetus adanya sesak..<br />Menganjurkanklien untuk berperilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Diagnosa keperawatan<br />(Berdasarakan Prioritas)<br /><br /><br />Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dnegan sekresi yang kental/sekresi darah.<br />Gangguan pertukaran gas berhubungan dnegan kerusakan membran alveolar - kapiler.<br />Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan pecahnya pembuluh darah pulmonal bila batuk darah.<br />Ansietas berhubungan dnegan informasi yang kurang/tidak akurat tentang terjadinya batuk darah.<br />Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dnegan tindakan perawatan dari batuk darah.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />CATATAN PERKEMBANGAN<br /><br />Tanggal 6 September 2001<br />Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dnegan sekresi yang kental/sekresi darah.<br />S : Klien mengatakan sudah sesak lagi.<br /><br />O ; Klien tampak memakai pernapasan perut (R ; 20 x/menit).<br /> : Possi klien masih tredelenbeg.<br /> : Tidak ada bantuan otot-otot pernapasan ketika bernapas.<br /> : Terapi Oksigen sudah dilepas.<br /><br />A : Masalah teratasi<br />P : Dihentikan, kecuali No. 3, 4, 7.<br /><br /><br />Diagnosa Gangguan pertukaran gas berhubungan dnegan kerusakan membran alveolar - kapiler.<br />S : Klien mengatakan batuk darahnya sudah tidak lagi.<br /><br />O: Klien keadaan masih agak lemah.<br /> : Posisi tredelenbeg.<br /> : Klien masih tampak batuk, tapi tidak keras dan tak ada darahnya.<br /> : Klien tampak bisa tersenyum.<br /><br />A : Masalah belum teratasi<br />P : Dilanjutkan No. 1, 2, 5, 6.</div>yudyshttp://www.blogger.com/profile/07368196303686842774noreply@blogger.com0