Kamis, 10 Juli 2008

Ketoasidosis Diabetikum

Pengertian
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau DM tipe II)

Tanda dan Gejala
 Hiperglikemia
 Glukosuria berat
 Penumpukan keton bodies
 Asidosis Metabolik
 Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit
 Hipotensi dan syock
 Koma/penurunan kesadaran

Patofisiologi
Adanya gangguan dalam regulasi Insulin, khususnya pada IDDM dapat cepat menjadi Diabetik ketoasidosis manakala terjadi (1) Diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa (2) Ketidakseimbangan jumlah intake makanan dngan insulin (3) Adolescen dan pubertas (4) Aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes (5) Stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional.

Gangguan Produksi atau gangguan reseptor Insulin


Penurunan proses penyimpanan glukosa dalam hati Penurunan kemampuan reseptor sel dalam uptake glukosa

Kadar glukosa darah >> Kelaparan tingkat seluler
Hiperosmolar darah Peningkatan proses glukolisis dan glukoneogenesis
Proses pemekatan <<
Glukosuria Shift cairan intraseluler  ekstaseluler
Pembentukan benda keton
Poliuria
Dehidrasi
Keseimbangan kalori negatif Rangsang metbolisme anaerobik
Polipagi dan tenaga << Asidosis
Kesadaran terganggu
Nutrisi : kurang dari kebutuhan Gangguan kes. Cairan & elektolit
Resiko tinggi cidera

Pengkajian

Identitas
Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I

Riwayat Penyakit Sekarang
Datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Polidipsi, Poliphagi; lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma/penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati, serta penyakit pembuluh darah.

Riwayat penyakit Sebelumnya
Mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama dengan atau tanopa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dpat memeprberat kondisi klinis

Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit Diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbnul sejak kecil (kongenital).
Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis

Data dasar Pengkajian
 Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur/istirahat
Tanda : Takikardia dan tachipnea pada saat istirahat atau aktivitas, letargi, disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot

 Integritas Ego
Gejala : Stress, tergantung orang lain, masalah finansial
Tanda : kecemasan, peka rangsang

 Eliminasi
Gejala : Poliuria, nokturia, disuria, ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare
Tanda : Urine encer pucat, kuning; poliuria (dapat menjadi oliguria), urine berkabut, bau bususk (infeksi) abdomen keras, terdapat ascites, Bising usus lemah/menurun; hiperaktif (diare)]

 Makanan/cairan
Gejala : Hilangg nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus,
Tanda : Kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran thiroid, bau halitosis (manis) bau buah (napas aseton)

 Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemuatan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan pengglihatan
Tanda : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut) gangguan memori (bau, masa lalu, kacau mental), refleks tendon dalam menurun, kejang

 Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Abdomen tegang/nyeri
Tanda : wajah meringis dan palpitasi, tampak sagnat berhati-nati


 Pernafasan
Gejala : Merasa kurang oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen
Tanda : Pernafasan cepat, batuk dengan/tanpa sputum

 Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Gejala : Demam, diaforesis, kulit rusak, menurunnya rentang gerak, parastesia/paralisis otot, termasuk otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam)

 Seksualitas
Gejala : Kebas vagina, impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah : meningkat > 200 mg/dl atau lebih
Aseton plasma : Positif secara mencolok
As. Lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meninggkat
Elektrolit : Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
Hemoglobin glikosilat : Meningkat 2-4 X normal
Gas Darah Arteri : pH rendah, penurunan HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
Trombosit darah : Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
Ureum/creatinin : meningkat/normal
Amilase darah : meningkat mengindikasikan pancreatitis akut


RENCANA KEPERAWATAN
Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik
Tujuan : Pola nafas teratur, normopnea

Intervensi Rasional
Kaji pola nafas tiap hari Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi, status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh
Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek parasimpatik dan atau penurunan kemampuan menelan
Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungan dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi
Pastikan jalan nafas tidak tersumbat Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang munkin terjadi
Berikan bantuan oksigen Pernafasan musmaull sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat mempertahankan level CO2

Kaji Kadar AGD setiap hari Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2 merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen


Kekurangan Volume Cairan dan Elektolit
Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit tercapai dengan nilai laboratorium dalam batas normal.

Intervensi Rasional
Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi mengakibatkan demam yang meningkatkan kehilangan cairan IWL
Pantau tanda vital Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri
Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungn dngan pemecvahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrana mukosa Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat
Ukur BB tiap hari Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjtunya dalam pemberian cairan pengganti
Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan
Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi
Catat hal-hal seperti mual, nyeri abdomen , muntah, distensi lambung Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang seringkali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit
Kolaborasi
Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon pasien individual
Berikan Plasma, albumin Plasma ekspander kadang dibutuhkan jika kekuranggan tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan
Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Na tinggi mencerminkan dehidrasiberat atau reabsorbsi Na akibat sekresi aldosteron.
Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui urine. Kadar Kalium absolut tubuh kurang
Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium fosfat dapat diberikan untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain
Berikan Bikarbonat Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis
Pasang selang NG dan lakukan penghisapan Mendekompresi lambung dan dapat menghilanggkan muntah

Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : Berat badan stabil dan tingkat kekuatan energi tetap

Intervensi Rasional
Timbang BB tiap hari Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan teraupetik
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi dan ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransi melalui oral Pemberian makanan peroral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik
Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki Jika makanan yang disuai dapat dimasukkan dalam perencanaan makan
Libartkan keluarga/pasien dalam perencanaan makanan Meningkatkan rasa keterliatan keluarga; memeberikan informasi pda keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien
Observasi tanda hipoglikemia : penuruann kesasadaran, kulit lembab/dingin, nadi cepat, lapar, sakit kepala, peka rangsang Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperhatikan perubahan tingkat kesadaran. Ini harus ditangani dengan cepat dan ditangani melalui protokol yang direncanakan
Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan gula darah denggan menggunakan finger stick Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dibandingkan dengan reduksi urine
Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glikosa darah, aseton, pH dan HCO3 Gula darah akan menurun perlahan dengan pengantian cairan dan terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin optimal, glukosa akan masuk dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Jika hal ini terjadi kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat dikoreksi
Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan IV intermiten/ kontinyu (5 – 10 IU/jam) sampai glukosa darah 250 mg/dl Insulin reguler memiliki awitan cepat karenanya dnegan cepat pula membantu memindahkann glukosa dalam sel. Pemberian melalui IV merupakan rute pilihan utama karena absorbsi jaringan subkutan tidak menentu/lambat.
Lakukan konsultasi dengan ahli diet Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, menjawab pertanyaan dan dapat pula membantu pasien atau orang terdekat untuk mengembangkan rencana makanan


PENGKAJIAN

Tanggal masuk : 15 – 01 -2002 Jam masuk : 23.20 WIB
Ruang : ECU Interna II No. Reg Med : 10122822
Pengkajian : 22 – 01 - 2002

A. Identitas
Nama Pasien : Ny. M Nama Suami : Tn. S
Umur : 50 tahun Umur : 53 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/bangsa :Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Surabaya

B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Masuk Rumah Sakit :
Klien datang dengan diantar oleh keluarganya setelah mengalami kelemahan dan merasa pusing serta merasa sesak nafas. Klien merasa badannya terasa berat. Klien memiliki riwayat penyakit kencing manis.
Hal yang paling dirasakan saat ini adalah sesak nafas. Sesak dialami ole klien dirasakan sejak tanggal 16 Januari 2002 dan dirasakan semakin berat biala klien duduk di tempat tidur. Sesak nafas dirasakan berkurang bila klien berbaring di tempat tidur, namun sesak tidak hilang. Sesak dirasakan hingga membuat klien tidak mampu untuk berdiri atau berjalan dari tempat tidur. Sesak dirasakan pada seluruh lapang dada namun tidak mengalami nyei pada saat bernafas.

2. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien menyatakan tidak menderita penyakit jantung, paru, gondok, Namun klien menderita sakit kencing manis dan diketahi sejak umur 40 tahun (sepuluh tahun yang lalu) dan biasa berobat (kontrol) di Puskesmas. Klien juga mengalami gangren sejak sekitar 4 tahun yang lalu. Sakit yang bisa dialami klien hanyalah demam biasa atau pilek yang biasanya sembuh dengan membeli obat dari warung

3. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga menyangkal adanya penyakit Kencing Manis yang diderita oleh keluarga klien, penyakit jantung.
Genogram :










Pria

Wanita

Klien


4. Kebutuhan Dasar Khusus
a. Breath (pernafasan)
S ubyektif : -
Obyektif :
Pernafasan 36 X/menit, Kusmaull, Hidung bersih sebelah kanan terpasang NGT, discart (-), pernafasan cuping hidung (-). Suara nafas tidak ada stridor, vesikuler pada lapang paru.

b. Blood (Kardiovaskuler)
Subyektif : -
Obyektif :
Nadi 118 X/mnt, reguler kuat;TD : 140/90 mmHg, Suara Jantung S1S2 tanpa suara tambahan, mur-mur/split (-), Kulit Pucat, CRT 2 menit.

c. Brain (Persyarafan)
Subyektif : -
Obyektif :
GCS 3 (M 1 V 1 E 1), Refleks pupil (+) isokhor, gelisah, koordinasi gerak tidak terkaji.

d. Bowel (Pencernaan)
Subyektif : -
Obyektif :
Mulut kotor,bibir kering, lidah tidak tremor, pharing tidak hiperemis, nafas bau aseton, pembesaran kel leher (-). Abdomen supel simetris, masa (-) skibala tidak teraba, pembesaran hati (-) limpha (-) ascites (-). Bising usus (+) tidak meningkat. b.a.b belum sejak dua hari yang lalu.

e. Bladder (Perkemihan)
Subyektif : -
Obyektif :
Distensi kandung kemih (-), Produksi urine 1400 cc/24 jam, warna kuning jernih. Terpasang kateter

f. Bone (Muskuloskeletal)
Subyektif : -
Obyektif :
Kekuatan otot tidak terkaji, atropi otot tidak ditemukan, deformitas ekstremitas tidak ditemukan, Kemampuan bergerak tidak beraturan kuat.

g. Skin (Integumen)
Subyektif : -
Obyektif :
BB saat masuk 53 kg, TB 149 Cm. Warna kulit pucat, cyanosis (-) Icterus (-), spider nevi/perdarahan kulit (-) lesi (-) oedema (-)


Data Laboratorium
Tanggal 10 Juli 2001
Hb : 15, 6 mg%
PCV : 0,48 ( 0,38 – 0,42)
Leukosit : 4.5000 (< 100.000)
Trombosit : 387
Glukosa : 651 mmol
SGOT : 31
Kreatinin : 1,56

Analisa Darah
pH : 7,429 (7,35 – 7,54)
pCO2 : 18,9 mmol (25 – 45 mmol)
pO2 : 10,8 mmol ( 80 – 104 mmol)
HCO3 : 12,2 mmol (21 – 25 mmol)
O2 sat : 98,3 %

Elektrolit :
K : 6,45 mEq (3,8 – 5,0 mEq)
Na : 115 mEq (136 – 144 mEq)
Cl : 105 mEq (105 – 120 mEq)

Urinalisis
Eritrosit 3 – 4, Leukosit 5 – 6, Epitel 9 – 11, Kristal - , Kuman (+)
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : -
DO :
- Pernafasan kusmaull,
- RR 36 X/mnt
- GCS 3 (M1 V1 E1)
- HCO3 12,2 mmol Penurunan insulin/reseptor insulin

Peningkatan katabolisme tubuh
(glukolisis, glukoneolisis)

Peningkatan produk keton dan peningkatan keasaman darah

Kompensasi melalui pernafasan dengan peningkatan RR dan pola Pernafasan
DS : -
DO :
- GDA : 651
- PCV 4,8
- Na 115 mEq
- Bibir kering Peningkatan kadar glukosa darah

Hiperosmolaritas organ

Dehidrasi jaringan (sel)
Keseimbangan cairan dan elektrolit
DS : -
DO :
- Gelisah
- GCS 3 (M1 V1 E1) Hiperosmolaritas Peningkatan keton

Sirkulasi otak < Keracunan otak

Penurunan kesadaran

Gelisah Keamanan/ keselamatan
DS : -
DO :
- Kesadaran menurun
- GCS 3 (M1 V1 E1)
- Kemampuan makan (-)
- Terpasang NGT Penurunan Insulin/ggn reseptor

Uptake sel <<

Rangsang Katabolisme >>

Pemakaian simpanan energi >>

Energi >> Nutrisi


Diagnosa Keperawatan :
1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektolit berhubungan dengan peningkatan osmolaritas sekundr terhadap hiperglikemia
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme, intake yang kurang
4. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
Rencana Perawatan

Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik
Tujuan : Pola nafas teratur, normopnea

Intervensi Rasional
Kaji pola nafas tiap hari Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi, status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh/paling berpengaruh
Kaji kemungkinan adanya secret yang mungkin timbul Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja reflek parasimpatik dan atau penurunan kemampuan menelan
Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan keton Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasn yang berbau keton berhubungan dengan pemecahan asam ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi
Pastikan jalan nafas tidak tersumbat Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang munkin terjadi
Berikan bantuan oksigen Pernafasan musmaull sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan CO2 dan O2, Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan dapat mempertahankan level CO2
Kaji Kadar AGD setiap hari Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2 merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen


Gangguan keseimbangan cairan dan elektolit berhubungan dengan peningkatan osmolaritas sekunder terhadap hiperglikemia
Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit tercapai dengan nilai laboratorium dalam batas normal.

Intervensi Rasional
Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah, diare Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya proses infeksi mengakibatkan demam yang meningkatkan kehilangan cairan IWL
Pantau tanda vital Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrana mukosa Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang adekuat
Ukur BB tiap hari Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjtunya dalam pemberian cairan pengganti
Pantau masukan dan pengeluaran, catat BJ Urine Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan
Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi
Catat hal-hal seperti mual, nyeri abdomen , muntah, distensi lambung Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang seringkali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit
Kolaborasi
Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan atau tanpa dekstrose Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan dan respon pasien individual
Berikan Plasma, albumin Plasma ekspander kadang dibutuhkan jika kekuranggan tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan
Pantau pemeriksaan laboraorium : Ht, BUN/Creatinin, Na, K Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Na tinggi mencerminkan dehidrasi berat atau reabsorbsi Na akibat sekresi aldosteron.
Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan selanjutnya kalium hilang melalui urine. Kadar Kalium absolut tubuh kurang
Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan IV. Kalium fosfat dapat diberikan untuk menngurangi beban Cl berlebih dari cairan lain
Berikan Bikarbonat Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis
Pasang selang NG dan lakukan penghisapan Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah


Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme, intake yang kurang
Tujuan : Berat badan stabil dan tingkat kekuatan energi tetap

Intervensi Rasional
Timbang BB tiap hari Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan teraupetik
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi dan ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransi melalui oral Pemberian makanan peroral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik
Libatkan keluarga/pasien dalam perencanaan makanan Meningkatkan rasa keterliatan keluarga; memeberikan informasi pda keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien
Observasi tanda hipoglikemia : penurunan kesadaran, kulit lembab/dingin, nadi cepat, lapar, sakit kepala, peka rangsang Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperhatikan perubahan tingkat kesadaran. Ini harus ditangani dengan cepat dan ditangani melalui protokol yang direncanakan
Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan gula darah denggan menggunakan finger stick Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dibandingkan dengan reduksi urine
Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glikosa darah, aseton, pH dan HCO3 Gula darah akan menurun perlahan dengan pengantian cairan dan terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin optimal, glukosa akan masuk dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Jika hal ini terjadi kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat dikoreksi
Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan IV intermiten/ kontinyu (5 – 10 IU/jam) sampai glukosa darah 250 mg/dl Insulin reguler memiliki awitan cepat karenanya dengan cepat pula membantu memindahkann glukosa dalam sel. Pemberian melalui IV merupakan rute pilihan utama karena absorbsi jaringan subkutan tidak menentu/lambat.
Lakukan konsultasi dengan ahli diet Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, menjawab pertanyaan dan dapat pula membantu pasien atau orang terdekat untuk mengembangkan rencana makanan

Resiko tingi cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan : Tidak terjadi cidera

Intervensi Rasional
Kaji tingkat kesadaran klien Perubahan/dinamika derajad kesadaran dipengaruhi oleh level dehidrasi, racun keton dan keseimbangan asam-basa sebagai akumulasi gejala penyakit diabetik(hiperosmolar)
Kaji faktor-faktor resiko yang mungkin timbul Resiko jatuh, resiko terluka dan resiko kerusakan jaringan kulit merupakan hal yang perlu diperhatikan
Pasang restrain Kegelisahan dan adanya gerak yang tidak terkontrol perlu dibatasi dengan baik dengan pemasangan restrain
Kaji tanda-tanda vital Tanda vital merupakan patokan umum kondisi dan keparahan penyakit yang munkin muncul
Berikan lingkungan yang nyaman, bersih dan kering Resiko cidera dapat diakibatkan benda-benda tajam dan berbahaya, adanya tempat tidur yang basah atau kotor serta tidak rapi serta pengaman yang kurang kuat

IMPLEMENTASI & EVALUASI

Tanggal 10 Juli 2001
Diagnosa I : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
08.00


08.04

08.10


08.12


10.00


12.00


12.30 Mengkaji pernafasan
RR: 34 X/mnt, Kussmaull,PCH (-)
Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengatur posisi kepala ekstensi
Kepala posisi ekstensi
Memonitor kepatenan sistem oksigen
Oksigen masuk 4 L/mnt, jalur oksigen bocor
Menutup/memperbaiki sistem oksigen
Selang oksigen tidak bocor, Oksigen 2 L/mnt
Mengkaji pernafasan
RR : 34 X/mnt, Kussmaull, PCH (-)
Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengkaji pernafasan
RR : 36 X/mnt, Kussmaull, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengatur posisi kepala
Posisi kepala ekstensi S : -
O :
RR 34 X/mnt, Pernafasan Kusmaull, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
HCO3 belum diketahui
pCO2 belum diketahui
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan


Tanggal 10 Juli 2001
Diagnosa II : Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan peningkatan osmolaritas sekunder terhadap hiperglikemia
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
09.00


09.10


09.30


11.10


12.20

12.50


13.50 Mengkaji TD dan nadi
TD: 160/90 N: 120 X/mnt S: 38,2OC
CRT 1 detik, Kulit Pucat
Menentukan Intake dan Output Cairan harian
I : 2300 cc O : 1800 cc
Memonitor kelancaran dan kepatenan infus
Infus lancar, jumlah tetesan 30 tts/mnt
Mengkaji TD dan Nadi
TD: 150/90 mmHg N : 116 X/mnt S : 38,0 OC
Memberikan Cairan KCl 25 cc/24 jam
Cairan KCl diberikan perinfus
Memberikan Actrapid Personde, Memberikan Cairan peroral 150 cc,muntah (-)
Mengukur TD dan Nadi
TD : 150/90 mmHg N : 112 X/mnt S : 38,0 OC

S : -
O :
TD : 150/90 mmHg, N : 112 X/mnt S : 38.0 OC
PCV : belum diketahui
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan

Tanggal 10 Juli 2001
Diagnosa III : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme, penurunan intake
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
07.30


07.34




07.35


08.20

09.20


10.50 Mengkaji tanda kurang nutrisi
BB tidak dapat ditimbang setiap hari, mulut kering dan kotor,
Mengkaji faktor resiko peningkatan kebutuhan nutrisi : demam, kondisi infeksi, kemampuan energi
S : 38,0 OC, Otot kuat, kekuatan tak terkaji
Memperbaiki kloting Syringe Pump : Actrapid 2 U/jam
Kondisi Pump stabil
Memberikan makanan personde
Klien tidak muntah
Menentukan reduksi cairan lambung
Cairan keluar dari selang sonde + 50 cc
Membantu pengukuran kadar gula darah Acak dengan Fingertip
GDA : 358 S : -
O :
GDA 358, Kesadaran menurun, GCS ::1/1/1
Makanan personde 6 X 150 cc, klien tidak mutah
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan

Tanggal 10 Juli 2001
Diagnosa IV : Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
07.30

10.45


10.50



13.45 Mengkaji derajad kesadaran
GCS : 1/1/1, pasien gelisah
Memasang Restrain pada kaki dan tangan
Restrain terpasang
Memperbaiki posisi Klien, merapikan tempat tidur
Posisi klien terlentang, tempat tidur rapi
Mengkaji lokasi pemasangan restrain
Tidak terdapat kerusakan kulit/distensi cairan 10/07/01; 14.00 WIB
S :-
O :
Terpasang restrain
Posisi terlentang
Kondisi daerah restrain tidak tertekan/rusak kulit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pengkajian resiko/dampak pemasangan restrain

Tanggal 11 Juli 2001
Diagnosa I : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
07.30


07.35

07.35


07.45


10.00


12.00


12.00

14.00 Mengkaji pernafasan
RR: 32 X/mnt, Kussmaull,PCH (-)
Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengatur posisi kepala ekstensi
Kepala posisi ekstensi
Memonitor kepatenan sistem oksigen
Oksigen masuk 4 L/mnt, jalur oksigen bocor
Mengkaji pernafasan
RR : 34 X/mnt, Kussmaull, PCH (-)
Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengkaji pernafasan
RR : 34 X/mnt, Kussmaull, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengatur posisi kepala
Posisi kepala ekstensi
Mengkaji pernafasan
RR : 34 X/mnt, Kussmaull, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengkaji pernafasan
RR : 34 X/mnt, Kussmaull, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
11/07/01; 14.00 WIB
S : -
O :
RR 34 X/mnt, Pernafasan Kusmaull, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
HCO3 belum diketahui
pCO2 belum diketahui
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan

Tanggal 11 Juli 2001
Diagnosa II : Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan peningkatan osmolaritas sekunder terhadap hiperglikemia
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
08.00


08.10


08.30


10.10


13.20

12.50


12.00


14.00 Mengkaji TD dan nadi
TD: 150/90 N: 110 X/mnt S: 38,2OC
CRT 1 detik, Kulit Pucat
Menentukan Intake dan Output Cairan harian
I : 3000 cc O : 2800 cc
Memonitor kelancaran dan kepatenan infus
Infus lancar, jumlah tetesan 30 tts/mnt
Mengkaji TD dan Nadi
TD: 150/90 mmHg N : 116 X/mnt S : 38,0 OC
Memberikan Cairan KCl 25 cc/24 jam
Cairan KCl diberikan perinfus
Memberikan makanan cair Personde
Memberikan Cairan peroral 150 cc,muntah (-)
Mengukur TD dan Nadi
TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,2 OC
Mengukur TD dan Nadi
TD : 150/90 mmHg N : 120 X/mnt S : 38,0 OC 11/07/01; 14.00 WIB
S : -
O :
TD : 150/90 mmHg, N : 120 X/mnt S : 38.0 OC,
I: 3000 O : 2800 cc
Infus lancar
PCV : belum diketahui
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan

Tanggal 11 Juli 2001
Diagnosa III : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme, penurunan intake
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
07.20




08.00


08.35

08.20


09.50


12.30

12.00 Mengkaji faktor resiko peningkatan kebutuhan nutrisi : demam, kondisi infeksi, kemampuan energi
S : 38,0 OC, Otot kuat, kekuatan tak terkaji
Mengukur TD dan Nadi
TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC
Memberikan makanan personde
Klien tidak muntah
Menentukan reduksi cairan lambung
Cairan keluar dari selang sonde + 50 cc
Membantu pengukuran kadar gula darah Acak dengan Fingertip
GDA : 329
Memberikan makanan personde
Klien tidak muntah
Memberika injeksi Insulin 4 U SC
Reaksi Hipoglikemia (-) 11/07/01; 14.00 WIB
S : -
O :
GDA 329, Kesadaran menurun, GCS ::1/1/1
Makanan personde 6 X 150 cc, klien tidak mutah
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan

Tanggal 11 Juli 2001
Diagnosa IV : Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
07.30

09.45



10.50


12.00


12.00


14.00 Mengkaji derajad kesadaran
GCS : 1/1/1, pasien gelisah
Memperbaiki posisi Klien, merapikan tempat tidur
Posisi klien terlentang, tempat tidur rapi
Mengkaji lokasi pemasangan restrain
Tidak terdapat kerusakan kulit/distensi cairan
Mengkaji lokasi pemasangan restrain
Tidak terdapat tanda komplikasi pemasangan
Mengkaji tanda vital
TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,2 OC
Mengkaji lokasi pemasangan restrain, mengatur posisi, membersihkan tempat tidur 11/07/01; 14.00 WIB
S :-
O :
GCS : 1/1/1, Klien gelisah
Terpasang restrain
Posisi terlentang
Kondisi daerah restrain tidak tertekan/rusak kulit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pengkajian resiko/dampak pemasangan restrain


Tanggal 12 Juli 2001
Diagnosa I : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
07.30


07.35

07.35


07.45


10.00


12.00


12.00

14.00 Mengkaji pernafasan
RR:32 X/mnt, Kussmaull,PCH (-)
Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengatur posisi kepala ekstensi
Kepala posisi ekstensi
Memonitor kepatenan sistem oksigen
Oksigen masuk 4 L/mnt, jalur oksigen bocor
Mengkaji pernafasan
RR : 28 X/mnt, Tachipnea, PCH (-)
Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengkaji pernafasan
RR : 28 X/mnt,Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengatur posisi kepala
Posisi kepala ekstensi
Mengkaji pernafasan
RR : 30 X/mnt, Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengkaji pernafasan
RR : 28 X/mnt, Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
12/07/01; 14.00 WIB
S : -
O :
RR 28 X/mnt, Pernafasan Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan




Tanggal 12 Juli 2001
Diagnosa II : Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan peningkatan osmolaritas sekunder terhadap hiperglikemia
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
08.00


08.20


08.20


10.00


13.20


12.50


12.00


14.00 Mengkaji TD dan nadi
TD: 150/90 N: 110 X/mnt S: 38,0OC
CRT 1 detik, Kulit Pucat
Menentukan Intake dan Output Cairan harian
I : 3000 cc O : 3000 cc
Memonitor kelancaran dan kepatenan infus
Infus lancar, jumlah tetesan 30 tts/mnt
Mengkaji TD dan Nadi
TD: 150/90 mmHg N : 116 X/mnt S : 38,0 OC
Memberikan makanan cair Personde
Memberikan Cairan peroral 150 cc,muntah (-)
Mengukur TD dan Nadi
TD : 160/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC
Mengukur TD dan Nadi
TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC 12/07/01; 14.00 WIB
S : -
O :
TD : 150/90 mmHg, N : 110 X/mnt S : 38.0 OC,
I: 2400 O : 2200 cc
Infus lancar
PCV : belum diketahui
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan

Tanggal 12 Juli 2001
Diagnosa III : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme, penurunan intake
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
08.00


08.35

08.20


09.50


12.30

12.00 Mengukur TD dan Nadi
TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC
Memberikan makanan personde
Klien tidak muntah
Menentukan reduksi cairan lambung
Cairan keluar dari selang sonde + 50 cc
Membantu pengukuran kadar gula darah Acak dengan Fingertip
GDA : 342
Memberikan makanan personde
Klien tidak muntah
Memberika injeksi Insulin 4 U SC
Reaksi Hipoglikemia (-) 12/07/01; 14.00 WIB
S : -
O :
GDA 342, Kesadaran menurun, GCS ::1/1/1
Makanan personde 6 X 150 cc, klien tidak muntah
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan


Tanggal 12 Juli 2001
Diagnosa IV : Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
09.30

09.45



10.30



12.00



12.00


14.00 Mengkaji derajad kesadaran
GCS : 1/1/1, pasien gelisah
Memperbaiki posisi Klien, merapikan tempat tidur
Posisi klien terlentang, tempat tidur rapi
Mengkaji lokasi pemasangan restrain
Tidak terdapat kerusakan kulit/distensi cairan
Mengkaji lokasi pemasangan restrain
Tidak terdapat tanda komplikasi pemasangan
Mengkaji tanda vital
TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,2 OC
Mengkaji lokasi pemasangan restrain, mengatur posisi, membersihkan tempat tidur 11/07/01; 14.00 WIB
S :-
O :
GCS : 1/1/1, Klien gelisah
Terpasang restrain
Posisi terlentang
Kondisi daerah restrain tidak tertekan/rusak kulit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pengkajian resiko/dampak pemasangan restrain

Tanggal 13 Juli 2001
Diagnosa I : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
07.30


07.35

07.35


07.45


10.00


12.00


12.00

14.00 Mengkaji pernafasan
RR:30 X/mnt, Kussmaull,PCH (-)
Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengatur posisi kepala ekstensi
Kepala posisi ekstensi
Memonitor kepatenan sistem oksigen
Oksigen masuk 4 L/mnt, jalur oksigen bocor
Mengkaji pernafasan
RR : 28 X/mnt, Tachipnea, PCH (-)
Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengkaji pernafasan
RR : 28 X/mnt,Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengatur posisi kepala
Posisi kepala ekstensi
Mengkaji pernafasan
RR : 30 X/mnt, Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
Mengkaji pernafasan
RR : 30 X/mnt, Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
13/07/01; 14.00 WIB
S : -
O :
RR 30 X/mnt, Pernafasan Tachipnea, PCH (-) Ronchii (-) Wheezing (-)
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan

Tanggal 13 Juli 2001
Diagnosa II : Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan peningkatan osmolaritas sekunder terhadap hiperglikemia
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
08.00


08.20


08.20


10.00


13.20


12.50


12.00


Mengkaji TD dan nadi
TD: 150/90 N: 110 X/mnt S: 38,0OC
CRT 1 detik, Kulit Pucat
Menentukan Intake dan Output Cairan harian
I : 2900 cc O : 2800 cc
Memonitor kelancaran dan kepatenan infus
Infus lancar, jumlah tetesan 30 tts/mnt
Mengkaji TD dan Nadi
TD: 150/90 mmHg N : 116 X/mnt S : 38,0 OC
Memberikan makanan cair Personde
Memberikan Cairan peroral 150 cc,muntah (-)
Mengukur TD dan Nadi
TD : 160/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC
Mengukur TD dan Nadi
TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC 13/07/01; 14.00 WIB
S : -
O :
TD : 150/90 mmHg, N : 110 X/mnt S : 38.0 OC,
I: 2400 O : 2200 cc
Infus lancar
PCV : belum diketahui
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan

Tanggal 13 Juli 2001
Diagnosa III : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme, penurunan intake
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
08.00


08.30

09.00


12.30

12.00 Mengukur TD dan Nadi
TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,0 OC
Memberikan makanan personde
Klien tidak muntah
Menentukan reduksi cairan lambung
Cairan keluar dari selang sonde + 50 cc
Memberikan makanan personde
Klien tidak muntah
Memberika injeksi Insulin 4 U SC
Reaksi Hipoglikemia (-) 13/07/01; 14.00 WIB
S : -
O :
GDA 352, Kesadaran menurun, GCS ::1/1/1
Makanan personde 6 X 150 cc, klien tidak muntah
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi diteruskan


Tanggal 13 Juli 2001
Diagnosa IV : Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran
Jam IMPLEMENTASI T.Tangan EVALUASI
09.30

09.45



10.30


12.00


12.00


14.00 Mengkaji derajad kesadaran
GCS : 2/3/3, pasien gelisah
Memperbaiki posisi Klien, merapikan tempat tidur
Posisi klien terlentang, tempat tidur rapi
Mengkaji lokasi pemasangan restrain
Tidak terdapat kerusakan kulit/distensi cairan
Mengkaji lokasi pemasangan restrain
Tidak terdapat tanda komplikasi pemasangan
Mengkaji tanda vital
TD : 150/90 mmHg N : 110 X/mnt S : 38,2 OC
Mengkaji lokasi pemasangan restrain, mengatur posisi, membersihkan tempat tidur 13/07/01; 14.00 WIB
S :-
O :
GCS : 2/3/3, Klien gelisah
Terpasang restrain
Posisi terlentang
Kondisi daerah restrain tidak tertekan/rusak kulit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pengkajian resiko/dampak pemasangan restrain
Selengkapnya...

Diabetes melitus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).

Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).
2. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 . Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.


3. Etiologi
a. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.




b. Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
5. Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.


Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
6. Dampak masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :
a. Pada Individu
Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
5. Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.


6. Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
7. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
9. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
10. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
b. Dampak pada keluarga
Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam –macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya.
B. Asuhan keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.


c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.



g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.



b. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
1. Kebutuhan dasar atau fisiologis
2. Kebutuhan rasa aman
3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4. Kebutuhan harga diri
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
a. Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b. Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
c. Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
d. Diagnosa no. 4
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
e. Diagnosa no. 5
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.


2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
f. Diagnosa no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 – 37,5 0C )
3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.
3. Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
g. Diagnosa no. 7
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
h. Diagnosa no. 8
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.
i. Diagnosa no. 9
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
j. Diagnosa no.10
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
Selengkapnya...

Kejang demam

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik membuat karya tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak “A” dengan Kejang Demam di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya”.
1.2 Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan waktu yang penulis miliki , maka penulis membatasi permasalahan Asuhan Keperawatan pada Anak “A” dengan Kejang Demam di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Diperolehnya pengetahuan atau gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada kasus Kejang Demam di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1.1 Mampu melakukan pengkajian yaitu mengumpulkan data subyektif dan data obyektif pada pasien dengan kejang demam.
1.3.1.2 Mampu menganalisa data yang diperoleh
1.3.1.3 Mampu merumuskan diagnosa kebidanan pada pasien dengan kejang demam
1.3.1.4 Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan kejang demam
1.3.1.5 Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ditentukan.
1.3.1.6 Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi penulis
Hasil studi kasus ini dapat memberikan wawasan tantang kejang demam pada anak dengan menggunakan asuhan keperawatan.
1.4.2 Bagi institusi
1.4.2.1 Sebagai bahan bacaan di perpustakaan dan bahan acuan perbandingan pada penanganan kasus keperawatan.
1.4.2.2 Menghasilkan ahli madya kebidanan sebagai bidan profesional yang memiliki pengetahuan yang memadai sesuai perkembangan ilmu dan pengetahuan.
1.4.3 Bagi klien
Memberikan pengetahuan dan ketrampilan pada keluarga tentang perawatan anak dengan kejang demam.
1.4.4 Bagi rumah sakit
Dapat memberikan asuhan keperawatan untuk kasus yang sama serta menjaga dan meningkatkan pelayanan kepada mesyarakat, khususnya asuhan keperawatan dengan kejang demam.

1.5 Metode Penulisan
1.5.1 Metode Penyusunan
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menggunakan metode penulisan deskriptif observasional dalam bentuk studi kasus yaitu metode yang dibuat berdasarkan keadaan sebenarnya dan tertuju pada pemecahan masalah.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan, penulis menggunakan teknik sebagai berikut :
1.5.2.1 Wawancara : suatu cara untuk mendapatkan data dengan cara tanya jawab yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien.
1.5.2.2 Pemeriksaan fisik : data yang diperoleh melalui pemeriksaan dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.
1.5.2.3 Dokumenter : suatu cara untuk memperoleh data dengan melihat data yang sudah ada dalam status klien, catatan medik maupun dari hasil pemeriksaan laboratorium.
1.5.2.4 Studi kepustakaan : mengumpulkan data melalui bahan ilmiah dari buku-buku yang terkait dengan kasus kejang demam.
1.5.2.5 Studi lapangan : mengumpulkan data melalui wawancara dan pemeriksaan fisik pada pasien dengan kejang demam.

1.5.3 Sumber Data
1.5.3.1 Data primer
Didapatkan melalui wawancara dan observasi terhadap pasien dan keluarga
1.5.3.2 Data sekunder
Data sekunder didapatkan melalui : Catatan medik dan catatan perawatan, Hasil-hasil perawatan yang menunjang, Catatan tenaga kesehatan lain yang terkait.

1.6 Lokasi dan Waktu Penulisan
1.6.1 Lokasi
Lokasi pelaksanaan Asuhan Keperawatan dalam penyusunan karya tulis dilakukan di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.6.2 Waktu
Penyusunan karya tulis ini dibuat dari mulai tanggal 8 September 2001 sampai dengan 30 September 2001.

1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, lokasi dan waktu, sistematika penulisan.
Bab 2 : Tinjauan Pustaka
Terdiri dari konsep dasar teori kejang demam, konsep dasar asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Bab 3 : Tinjauan Kasus
Meliputi pengkajian, analisa data, rumusan diagnosa keperawatan, rencana/perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi serta catatan perkembangan.


Bab 4 : Pembahasan
Pembahasan mengenai kesenjangan yang penulis jumpai antara teori dan fakta yang ditemukan selama pelaksanaan asuhan keperawatan.
Bab 5 : Simpulan dan Saran
Terdiri dari simpulan dan saran khususnya dalam rangka melaksanakan asuhan keperawatan .

















BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan/Pengertian
Batasan/pengetahuan dari karya tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak “ A” dengan Kejang Demam meliputi :
2.1.1 Asuhan adalah bantuan yang dilakukan bidan kepada individu, pasien atau kliennya (Santoso. NI, 1989 : 3)
2.1.2 Keperawatan adalah suatu pelayanan kesehatan profesional berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial spiritual yang komprehensip yang ditujukkan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat (Santosa. NI, 1989 : 1)
2.1.3 Asuhan keperawatan adalah metode pemberian pelayanan keperawatan kepada pasien / klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) yang logis, sistematis, dinamis dan teratur (Santosa. NI, 1989 : 151)
2.1.4 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Darto suharso, 1994: 148).




2.2 Konsep Kejang Demam
2.2.1 Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).

2.2.2 Etiologi
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll

2.2.3 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
2.2.3.1 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2.2.3.2 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
2.2.3.3 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

2.2.4 Prognosa
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung faktor :
2.2.4.1 Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2.2.4.2 Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
2.2.4.3 Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja (“Consensus Statement on Febrile Seizures 1981”).

2.2.5 Manifestasi Klinik
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :

2.2.5.1 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2.2.5.2 Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit
2.2.5.3 Kejang bersifat umum
2.2.5.4 Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam
2.2.5.5 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
2.2.5.6 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
2.2.5.7 Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali

2.2.6 Penatalaksanaan Medik
Dalam penaggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
2.2.6.1 Pemberantasan kejang secepat mungkin
Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI sebagai berikut :
Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :
1. Segera diberikan diazepam intravena  dosis rata-rata 0,3 mg/kg
Atau
diazepam rectal dosis  10 kg : 5 mg
bila kejang tidak berhenti ≥ 10 kg : 10 mg
tunggu 15 menit

dapat diulang dengan cara/dosis yang sama
kejang berhenti
berikan dosis awal fenobarbital
dosis : neonatus : 30 mg I.M
1 bulan – 1 tahun : 50 mg I.M
 1 tahun : 75 mg I.M
2. Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2.2.6.2 Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
2.2.6.3 Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.
2.2.6.4 Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dll.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kejang Demam
Langkah-langkah dalam proses keperawatan ini meliputi :
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :

2.3.1.1 Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?


Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
5. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
6. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
7. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
8. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak ?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
9. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?

Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang disukai ?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

2.3.1.2 Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?


Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?

2.3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

2.3.2 Analisa dan Sintesa Data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.





Tabel 2.1 Analisa dan Sintesa Data Pada Kasus Kejang Demam
NO Pengelompokan Data Kemungkinan Penyebab Masalah
1
















2









3









4


- Suhu Tubuh > Normal
t. 36,5 – 37,5 ºC (bayi)
t. 36 - 37,5 ºC(anak)
- Denyut nadi lebih cepat
N 110-120x/menit (bayi)
N 100-110x/menit (1 th )
N 80- 90x/menit (5-12th)
- Adanya riwayat kejang
demam
- Kulit teraba panas
- Frekwensi pernafasan me-
ningkat
R.R 30-40x/menit (bayi)
R.R 24-28x/menit (anak )



- Capek
- Kelelahan
- Nyeri otot
- Penurunan kesadaran
- Riwayat kejang demam
- Hasil laboratorium glukosa darah abnormal (< 80 gr)
- Elektrolit abnormal
Na : N 135 –144 meq/dl
K : N 3,80-5,00 meq/dl
- Suhu tubuh abnormal
> 37,5º C
- Kulit terasa panas
- Denyut nadi meningkat
- Riwayat infeksi pernafa-san atas, ostitis media akut, pneumonia, saluran kencing, pencernaan.
- Anak gelisah dan tidur terganggu
- Keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya, pengobatan dan perawatannya Hipertemia

Gangguan metabolisme otak

Perubahan keseimbangan dan sel netron

Difusi ion kalium dan
natrium

Lepas muatan listrik

Kejang
(M.E. Sumijati, 2000;103)

Kejang

Berkurangnya koordinasi otot

trauma fisik
(ME. Sumijati, 2000;103)



Kuman penyakit

infeksi

Thermoregulasi
(Hipothalamus)
tak efektif

hipertermi

Kurangnya atau keterbatasan informasi

sering bertanya
(Ngastiyah, 1997:230) Potensial ke-jang berulang















Resiko trauma fisik








Gangguan rasa nyaman








Kurangnya pengetahuan keluarga

2.3.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
2.3.3.1 Potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
2.3.3.2 Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
2.3.3.3 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang ditandai :
1. Suhu meningkat
2. Anak tampak rewel
2.3.3.4 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.

2.3.4 Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
2.3.4.1 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2. Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
3. Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
4. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
24 – 28 x/menit (anak)
5. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
2. Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
2.3.4.2 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rencana Tindakan :
1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
2.3.4.3 Diagnosa Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,
RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.
Rencana Tindakan :
1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
2. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.

2.3.4.4 Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil :
1. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3. keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga
3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam, antara lain :
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum
7. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam

2.3.5 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )

2.3.6 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).

Tabel 2.2 Evaluasi Pada Kasus Kejang Demam
NO. Diagnosa/Masalah Evaluasi
1.






2









3.







4.







. Potensial kejang berulang berhu-bungan dengan hiperthermi.





Potensial terjadi trauma fisik berhubungan kurangnya koordina-si otot.







Gangguan rasa nyaman berhu-bungan dengan hiperthermi.






Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi. Klien tidak mengalami kejang selama 2x24 jam.
Kriteria :
- Tidak terjadi serangan ulang
- Suhu : 36 – 37,5 º C
- N : 100 – 110 kali/menit
- Kesadaran : composmentis
Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria :
- Tidak terjadi traumas fisik selama kejang.
- Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
- Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria :
- Tanda vital :
Suhu : 36 – 37,5ºC
N : 100 – 110 kali/ menit
RR : 24 – 28 kali/menit
- Kesadaran : composmentis
- Anak tidak rewel
Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria :
- Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
- Keluarga mampu diikutserta-kan dalam proses perawatan.
- Keluarga mentaati setiap proses perawatan.










BAB 3
TINJAUAN KASUS

Pada bab 3 ini melaksanakan asuhan keperawatan pada anak A dengan diagnosa medis kejang demam + faringitis di ruang anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan oleh Kurnia Yuliastutik pada tanggal 8 September 2001 jam 11.00 WIB.
3.1.1 Data Subyektif
3.1.1.1 Biodata/Identifitas
Nama anak : An “A”
Umur : 15 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Nomor Register : 10082571
Lahir : Normal (Spontan B)
Tempat/tanggal lahir : Surabaya, 23 Mei 2000
Diagnosa Medis : Kejang Demam + Faringitis
Tanggal MRS : 8 September 2001 jam 03.30 WIB

Nama Ibu : Ny. “H”
Umur : 29 tahun
Agama : Katolik
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : -
Penghasilan : -
Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya

Nama Ayah : Tn. “B”
Umur : 31 tahun
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Batak/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Penghasilan : Rp 500.000/bulan
Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya

3.1.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan utama : Ibu mengatakan bahwa anaknya panas sejak 7-9-2001 jam 14.30 WIB
2. Perjalanan penyakit sekarang
Tanggal 7-9-2001 jam 14.30 WIB Anak mulai panas lalu diberi obat penurun panas (Sirup Salmol) 1 kali dan dikompres, disertai batuk dan pilek. Tetapi panas tidak turun. Muntah sebanyak 2 kali yaitu jam 23.30 WIB dan 01.30 WIB sebanyak ± 2-3 sendok makan dengan berisi makanan. Lalu kejang terjadi pada jam 02.30 WIB sebanyak 1 kali, lamanya ± 5-10 menit, tidak mengeluarkan busa dari mulut. Keadaan saat kejang adalah mata melirik ke atas, kedua tangan fleksi, dan kedua kaki kaku (ekstensi). Setelah kejang terjadi anak langsung menangis. Batuk tidak mengeluarkan dahak, suara grok-grok, konsistensi pilek agak kental, jernih, dan keluar kadang-kadang, tetapi tidak sesak.

3.1.1.3 Penyakit Riwayat Dahulu
Sebelumnya anak tidak pernah menderita/mengalami kejang, epilepsi, trauma kepala, radang selaput otak, ostitis media akut. Penyakit yang pernah diderita anak yaitu panas, batuk, pilek tetapi jarang terjadi.

3.1.1.4 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1. Prenatal : selama hamil sehat tidak ada kelainan seperti pendarahan dan sakit panas, Ibu hanya minum obat yang diberikan bidan. Ibu tidak minum jamu.
2. Natal : melahirkan usia kehamilan 9 bulan, spontan, tidak ada kelainan, anak langsung menangis keras, BB : 3300 gr PB : 48cm.
3. Post Natal : bayi sehat, menetek kuat, tidak ada kelainan, tali pusat lepas hari ke 7.

3.1.1.5 Riwayat Imunisasi
Ibu mengatakan bahwa imunisasi anaknya sudah lengkap.
Reaksi setelah mendapat imunisasi DPT anak panas tetapi tidak kejang, sembuh dengan meminum obat yang diberikan petugas kesehatan.

3.1.1.6 Riwayat Perkembangan Anak
1. Riwayat personal sosial :
Anak mudah beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Anak masih ngompol dan belum bisa memberi tahu orang tua bila ingin BAK/BAB.
2. Gerakan motorik kasar : anak sudah bisa berjalan, mendorong, dan menarik kursi, dapat mengerjakan perintah secara sederhana.
3. Gerakan motorik halus : anak bisa memegang pensil dan mencoret-coret.
4. Bahasa : anak sudah bisa bicara beberapa kata, misalnya : mama, papa, memanggil kakaknya (Iza), dan memanggil binatang peliharaan (anjing), minum, dll.
Kesimpulan : Tidak ada kelainan dalam perkembangan.

3.1.1.7 Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : tidak ada keluarga yang menderita penyakit epilepsi, kelainan syaraf, penyakit menular ataupun menurun dari ayah.
Ibu : ibu menderita hipotensi. Orang tua perempuan ibu menderita penyakit diabetes mellitus sejak tahun 1992, dari keluarga ibu tidak ada yang menderita kelainan syaraf, epilepsi.
Anak : kakaknya menderita sakit batuk dan pilek selama satu minggu
3.1.1.8 Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh ibu sendiri, di rumah tidak ada pembantu ataupun orang lain.
2. Hubungan dengan anggota keluarga baik: anak sangat dekat dan manja dengan ibunya. Biasanya anak bermain bersama kakak apabila ditinggal ibu memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Kakaknya berusia 9 tahun, sudah kelas 4 SD.
3. Hubungan dengan teman sebaya : anak lebih banyak bermain di rumah bersama ibunya. Kadang-kadang anak bermain dengan teman sebayanya yang dekat dengan rumahnya.
4. Pembawaan secara umum
Anak tampak gelisah dan rewel, kadang-kadang menangis minta digendong, anak sangat manja kepada ibunya.

3.1.1.9 Pola Kebiasaan dan Fungsi
1. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Sebelum sakit : mandi 2 kali/hari, keramas 2 kali/minggu, ganti celana setiap ngompol, baju ganti tiap pagi dan sore.
Setelah sakit : mandi 2 kali/hari, tidak pernah keramas, ganti baju tiap pagi dan sore dan celana ganti tiap ngompol.
Keluarga sangat khawatir saat anaknya kejang karena selama ini tidak ada keluarga yang kejang. Keluarga tidak tahu cara pencegahan dan pertolongan kejang. Kalau anak sakit biasanya dibawa ke dokter atau rumah sakit bila setelah diberi obat paracetamol atau bodrexin tidak sembuh. Anak bila sakit rewel, sering minta digendong. Anak tampak takut bila ada petugas kesehatan yang akan melakukan perawatan/ tindakan medik.
2. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : makan 3-4 kali/hari, dengan porsi satu mangkuk kecil habis, tidak ada pantangan dalam makanan, komposisinya nasi tim dan lauknya bervariasi tiap hari yaitu tahu, tempe, ikan laut, telur dan daging kadang-kadang dengan ukuran 1 satu porsi sebesar korek api. Sayurnya seperti bayam, sup, soto, dan lain-lain.
Minum : air putih ± 3 – 5 gelas (ukuran 100 cc), anak masih menetek.
Selama sakit : sehari makan 3 kali/hari, porsi yang disediakan rumah sakit dimakan separuh. Komposisinya nasi tim, lauk, sayur, dan buah. Anak lebih sering menetek. Minum air putih ± 4 – 6 kali/100 cc, pasi (SGM 2) baru diberikan 2 sendok lalu dimuntahkan.
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : BAK ± 4 – 5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada. BAB lancar setiap pagi hari, konsistensi lembek, warna kuning.
Selama sakit : BAK ± 4 – 5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada. BAB setiap hari, konsistensi lembek, warna kuning.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Bermain bersama kakaknya ± 4 – 5 jam sehari, waktu terbanyak bersama ibu. Bersama ayah kadang–kadang, antara 3 – 4 jam. Biasanya anak juga bermain sendiri sambil melihat TV atau mendengarkan musik sambil menari.
Selama sakit : aktivitas anak menjadi menurun karena terpasang infus di tangan kiri, anak sering minta digendong ibu.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit : tidur malam antara jam 20.00 – 05.00 WIB, siang tidur antara jam 12.00 – 15.00 WIB, terbangun bila ngompol.
Selama sakit : pada siang hari tidurnya sulit ± ½ - 1 jam, tidurnya sering terbangun dan rewel minta digendong. Pada malam hari tidurnya jam 01.00 – 04.00 WIB, anak rewel dan tidurnya sering terjaga.

3.1.2 Data Obyektif
3.1.2.1 Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : composmentis
3. Tekanan darah : -
Nadi : 132 kali/menit
Respirasi : 30 kali/menit
Suhu : 38,2 ºC
4. BB / TB : 9 kg / 77 cm
Status gizi : 2n + 8
2(1,5) + 8 = 11 kg
9/11 x 100 % = 81,8 % (gizi kurang)

3.1.2.2 Pemeriksaan Fisik Umum
1. Kepala
Tak ada tanda – tanda mikrochepali ataupun makrochepali, lingkar kepala 46 cm, ubun – ubun besar menutup, bentuk kepala normal.
2. Rambut
Warna pirang, rambut tidak mudah dicabut, ketebalan rambut cukup, tidak terdapat kutu.
3. Muka / wajah
Tidak ada rhisus sardonicus, simetris, tidak terdapat oedema, wajah tidak tampak pucat.
4. Mata
Ketajaman penglihatan baik, palpebra simetris, tak ada midriasis atau miosis, sklera tidak ikterus, konjungtiva tak anemis, pergerakan normal, tak ada strabismus.

5. Hidung
Bentuk normal, tidak terdapat epistaksis, nampak keluar sekret berwarna kental dan jumlahnya sedikit, tidak ada polip, tidak ada pernapasan cuping hidung.
6. Telinga
Simetris kanan dan kiri, pendengaran normal, tak tampak keluar cairan.
7. Mulut
Simetris, tak tampak cyanosis, gigi berjumlah 8 buah, tak ada karies, lidah bersih, tidak terdapat stomatis, tak ada strismus, bibir tampak kering dan pecah-pecah
8. Tenggorokan
Tonsil tak tampak kemerahan dan tak tampak pembesaran, faring tampak kemerahan, tak ada eksudat.
9. Leher
Tak ada kaku kuduk, tak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak ada pembesaran vena jugularis, tak ada pembesaran kelenjar getah bening.
10. Dada / Thorax
Lingkar dada 46 cm, bentuk dada normal, tak ada refraksi intercostal, tidak terdapat ronchi, tak ada wheezing, pernaasan cepat dan iramanya teratur.
11. Jantung
Detak jantung normal dan frekwensinya teratur

12. Abdomen
Turgor kulit cukup, tak ada meteorismus, keadaan lien dan hepar normal, tidak teraba benjolan / tumor, gerak peristaltik normal.
13. Kulit
Kebersihan kulit cukup, tidak ada hemangioma, tidak ada oedem, kulit teraba panas.
14. Ekstrimitas
Ekstrimitas atas : tak ada oedem, pergerakan normal, pada tangan kiri terpasang infus sejak 8 september 2001, tak ada tanda – tanda flebitis, akral hangat, lila = 14 cm.
Ekstrimitas bawah : tak ada oedem, pergerakan normal, akral hangat.
15. Genetalia
Vulva : kebersihan cukup, tidak tampak keluar sekret, tidak ada oedema maupun iritasi.
Anus : kebersihan cukup, haemorroid tidak tampak.

3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
3.1.3.1 Data Laboratorium
1 Laboratorium 8 – 9 2001 jam 03.30
Pemeriksaan darah
HB : 12,00 gr % (P 11,4 – 15,1)
Leukosyt : 19 x 109/L (P 4,3 – 11,3)
Trombosyt : 173 x 109/L (150 – 350)
PCV : 0,35 (P 0,38 – 0,42)
Glukosa darah acak : 288 mq/dl (< 200)
Elektrolit : Kalium = 3,60 meq/L (3,8 - 5)
Natrium = 133 meq/L (135 - 144)
LP (lumbal pungsi) : Keluarga menolak walaupun sudah diberikan penjelasan tujuan dan prosedurnya.
3.1.4 Data Lain
Therapi yang diberikan :
8-9-2001 : Ampicilin 3x300 mg IV
Paracetamol 3x100 mg P.O
Diazepam 2,7 mg IV (bila kejang)
Infus D5 ¼ S 500 cc/24 jam.

3.2 Analisa dan Sintesa Data
Tabel 3.1 Analisa dan Sintesa Data Pada Kasus Kejang Demam
No Pengelompokan data Kemungkinan Penyebab Diagnosa/masalah
1 Tanggal 8-9-2001
jam 11.00 WIB
S : Ibu mengatakan bahwa anaknya masih panas dan rewel minta menetek terus, sebelumnya anak tidak pernah sakit kejang.
O : keadaan composmentis
Tanda vital :
S : 38,2oC
N : 132x/mnt
RR : 30x/mnt
Kulit terasa panas, akral hangat, anak tampak rewel dan sedang menetek. Bibir tampak kering dan pecah-pecah , turgor kulit cukup.
Pemeriksaan laboratorium: Hb : 12 gr %
(N : 11,4-15,1)
Leucocyt : 9x109/L
(N : 4,3-11,3)
Trombocyt : 173x109/L
(N : 150-350)
PCV : 0,35
(N : 0,38-0,42)
Glukosa darah acak :
288 mq/dl
(N kurang dari 200)
Elektrolit :
- Kalium : 3,6 meq/L (N : 3,8-5)
- Natrium : 133 meq/L (N : 135-144) Hipertermia

gangguan metabolisme otak

Perubahan keseimbangan dari sel neuron

difusi ion kalium dan natrium

Lepas muatan listrik

kejang Potensial kejang ulang
2 Tanggal 8-9-2001
jam 11.00 WIB
S : Ibu mengatakan porsi dari rumah sakit dihabiskan separuh, pasi (SGM 2) baru diberikan 2 sendok, lalu dimuntahkan, anak sering menetek, dan minum air putih + 4 - 6x/100cc
O : turgor kulit cukup, wajah dan telapak tangan tidak pucat. Konjungtiva tidak anemis.
BB : 9 kg (N : 11 kg)
Status gizi kurang
Lila : 14 cm Proses penyakit
(faringitis)

kesulitan dalam menelan

asupan nutrisi berkurang Gangguan pemenuhan nutrisi

3 Tanggal 8-9-2001 jam 11.00 WIB
S . Ibu bertanya mengapa bisa terjadi kejang padahal sebelumnya anak tidak pernah kejang dan panasnya belum turun setelah diberi obat penurun panas.
O : Ibu tampak khawatir dengan keadaan anaknya. Ibu sering bertanya tentang keadan anaknya dan setiap tindakan yang akan dilakukan. Kurangnya atau keterbatasan informasi

sering bertanya Kurangnya pengetahuan




3.3 Diagnosa Keperawatan
Dari analisa dan sintesa data di atas maka dapat diambil diagnosa keperawatan sebagai berikut :
3.3.1 Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi
3.3.2 Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan yang ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan, BB kurang dari normal, anak tidak mau PASI.
3.3.3 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai dengan keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.

3.4 Perencanaan
Tabel 3.1 Perencanaan Pada Kasus Kejang Demam
No. Rencana Rasional
1






































2 Tanggal 8-9-2001 jam 11.30 WIB
Diagnosa / masalah : potensial kejang berulang berhubungan dengan hiperthermi
Tujuan : kejang ulang tidak terjadi dalam waktu 2x24 jam
Kriteria :
- Tidak terjadi serangan ulang
- Suhu tubuh normal (36-37,5oC)
- Nadi (100-110 x /mnt)
- RR (24-28 x /mnt)
- Kesadaran composmentis
Rencana :
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang menyerap keringat
2. Berikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
3. Berikan ekstra cairan (pasi, asi, sari buah, dan lain-lain)
Cairan: 1150–1300 cc/24 Jam
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam

5. Batasi aktivitas selama anak panas


6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advise dokter
- Valium 2,7 mg IV (bila kejang)
- Ampicillin 3 x 300 mgIV
- Paracetamol 3 x 100 mg (per oral)
7. Berikan health education kepada keluarga tentangpersonal hygene: membersihkan daerah bibir dengan air hangat 2 x/hari dan mengolesi bibir dengan madu
Tanggal 8-9-2001 jam 11.10 WIB
Diagnosa / masalah :
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan
Tujuan : nutrisi terpenuhi dalam 2x24 jam
Kriteria :
- porsi makan yang disediakan dihabiskan
- anak mau minum pasi
- BB anak meningkat
- turgor kulit baik, konjungtiva tidak anemis
Rencana :
1. Beri penjelasan pada keluarga tentang penyebab gangguan pemenuhan nutrisi, pentingmya nutrisi bagi tubuh dan cara mengatasinya
2. Berikan health educational kepada keluarga tentang :
- berikan makanan pada anak dengan porsi kecil dan frekuensinya sering
- berikan pasi ditambah dengan madu secara bertahap
3. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit :
TKTP 900 kalori, 20 gr protein
PASI 6 x 100 cc
4. Observasi intake dan output

5. Lakukan penimbangan BB tiap hari












1. Proses konveksi akan terhaalang oleh pakaian ketat dan tidak menyerap keringat
2. Perpindahan panas secara konduksi
3. Saat demam kebutuhan akan cairan tubuh semakin meningkat
4. Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya
5. Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme sehingga meningkatkan suhu tubuh
6. Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis




7. Menjaga kebersihan dan kelembaban bibir


















1. Dengan pemberian penjelasan keluarga diharapkan mengerti, dan dapat mendukung program perawatan yang diberikan

2. Untuk mengurangi nyeri saat menelan dan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi




3. Sebagai fungsi dependen perawat/bidan dengan ahli lain.


4. Mengetahui keseimbangan jumlah nutrisi tubuh.
5. deteksi perubahan BB sebagai evaluasi pemberian diit
3 Tanggal 8-9-2001 jam 11.30 WIB
Masalah : kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi
Tujuan : pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya dalam 24 jam
Kriteria :
- keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya
- keluarga mampu diikutsertakan dalam proses perawatan
- keluarga mentaati setiap proses perawatan
Rencana :
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga


2. Beri penjelasan tentang penyakit yang diderita anak dan semua prosedur perawatan yang akan dilakukan


3. Berikan health education cara menolong anak kejang dan mencegah kejang :
- jangan panik saat kejang
- baringkan anak di tempat rata dan lembut
- kepala dimiringkan
- pasang gagang sendok di mulut yang telah dibungkus kain bersih
- setelah kejang berhenti dan anak sadar segera minumkan obat dan tunggu sampai keadaan tenang
- jika suhu tinggi, lakukan kompres dingin dan beri minum banyak
- segera bawa ke RS bila kejang lama
4. Berikan helath education agar selalu sedia obat penurun panas (sesuai dengan anjuran dokter) bila anak panas segera bawa RS bila suhu belum turun 24 jam berikutnya
5. Jika anak sembuh, jaga agar tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari penderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu
6. Beritahu keluarga agar memberikan informasi pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mendapat serangan kejang sehingga pemberian imunisasi DPT tidak diberikan pertusis, hanya DT saja















1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat
2. Agar keluarga dapat menerima informasi dengan mudah dan tepat sehingga tidak timbul kesalahpahaman sehingga keluarga lebih kooperatif
3. Sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan















4. Mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang



5. Sebagai upaya preventif serangan kejang ulang



6. Imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang ulang




Tanggal / Jam
Pelaksanaan
Tanggal 8-9-2001

Jam 11.30 WIB


Jam 11.31 WIB

Jam 11.32 WIB



Jam 11.35 WIB



Jam 11.40 WIB

Jam 07.00 WIB
Jam 15.00 WIB
Jam 23.00 WIB




Jam 11.50 WIB




Tanggal 8-9-2001


Jam 11.45 WIB




Jam 11.50 WIB






Jam 11.52 WIB



Jam 12.00 WIB


Jam 11.55 WIB Diagnosa : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi
1. Melonggarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
2. Memberikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
3. Memberikan ekstra cairan :
infus : D5 ¼S . 500 cc/24 jam,ASI
minum pasi : anak menolak (dimuntahkan)
4. Mengobservasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
N : 132x/mnt RR : 30x/mnt
Taxila : 38,2oC
5. Membatasi aktivitas selama anak panas. Terapi : bed rest
6. Memberikan antipiretika dan pengobatan sesuai advise :
Terapi :
- Valium 2,7 mg IV (bila kejang)
- Ampicillin 3x300 mgIV
- Paracetamol 3x100 mg (per oral)
7. Memberikan health education kepada keluarga tentang personal hygiene : membersihkan daerah bibir dengan air hangat 2 x/hari, dan mengolesi bibir dengan madu
Diagnosa/masalah : ganggguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan
1. Memberikan penjelasan pada keluarga tentang penyebab gangguan pemenuhan nutrisi, pentingnya nutrisi bagi tubuh dan cara mengatasinya
2. Memberikan health education kepada keluarga tentang :
- Berikan makanan kepada anak dengan porsi kecil dan frekuensinya sering
- Berikan pasi ditambah dengan madu secara bertahap
3. Melakukan kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit.
TKTP : 900 kalori, 20 gr protein
PASI : 6 x 100 cc/24 jam
4. Mengobservasi intake dan output.
PASI : diberi 2-3 sendok lalu dimuntahkan
5. Melakukan penimbangan BB tiap hari
BB : 9 kg
Tanggal 8 September 2001



Jam 11.55 WIB

Jam 12.00 WIB



Jam 12.05 WIB


















Jam 12.10 WIB




Jam 12.15 WIB




Jam 12.20 WIB
Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi.
1. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga.
2. Memberikan penjelasan tentang penyakit yang diderita anak dan semua prosedur perawatan yang akan dilakukan
3. Memberikan health education cara menolong anak kejang dan mencegah kejang :
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak di tempat rata dan lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang batang sendok di mulut yang telah dibungkus kain bersih.
5. Setelah kejang berhenti dan anak sadar segera minumkan obat dan tunggu sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi, lakukan kompres dingin dan beri minum banyak.
7. Segera bawa ke RS bila anak kejang.
4. Memberikan health education agar selalu sedia obat penurun panas (sesuai dengan advis) bila anak panas, segera bawa ke RS bila suhu belum turun 24 jam berikutnya.
5. Jika anak sembuh, jaga agar tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari penderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
6. Memberitahukan keluarga agar memberikan informasi pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mendapat kejang sehingga pemberian imunisasi DPT tidak diberikan pertusis, hanya DT saja.

3.6 Evaluasi dan Catatatan Perkembangan
1. Diagnosa / masalah : potensial terjadi kejang berulang berhubungan dengan hiperthermi
Catatan Perkembangan
Tanggal 9-9-2001 jam 09.00 WIB
S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami kejang ulang dan badannya masih panas, anak masih rewel, ibu sudah membersihkan bibir anaknya dan mengolesi dengan madu.
O : Kejang ulang tidak terjadi, badan teraba panas akral hangat, turgor kulit baik, anak tampak rewel, kelembaban bibir cukup, bibir tampak bersih.
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
S : 38oC N : 128 x/mnt RR : 28 x/mnt
A : Tujuan belum berhasil
P : Rencana dipertahankan
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
2. Berikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
3. Berikan ekstra cairan
Infus : D5 ¼ S 500cc / 24 jam, ASI, PASI : 6 x 100cc
4. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
5. Batasi aktivitas selama anak panas
6. Berikan pengobatan sesuai dengan advis dokter.
Terapi : Valium 2,7 mgIV (bila kejang)
Ampicilin 3 x 300 mgIV
Paracetamol 3 x 100 mg per oral
Evaluasi
Tanggal 10-9-2001 jam 11.00 WIB
S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami kejang ulang, badannya tidak panas lagi, anak tidak rewel dan bisa tidur nyenyak, anak kembali ceria lagi.
O : Kejang ulang tidak terjadi kulit tidak teraba panas, turgor kulit baik anak tampak ceria, infus dilepas sejak jam 09.00 WIB
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
S : 37,2oC N : 100 x/mnt RR : 25 x/mnt
A : Tujuan berhasil
P : Rencana dihentikan
2. Diagnosa / masalah : gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan
Catatan Perkembangan
Tanggal 9-9-2001 jam 10.00 WIB
S : Ibu mengatakan porsi makan yang disediakan dimakan separuh, anak mau minum PASI  2 - 3 x 100cc
O : BB : 9 kg, turgor kulit baik, akral tidak pucat, konjungtiva tidak anemi, PASI yang diberikan diminum  2 – 3 x 100cc
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana no. 4 dan 5 dipertahankan
4. Obserasi intake dan output
5. Lakukan penimbangan BB tiap hari
Evaluasi
Tanggal 10-9-2001 jam 11.10 WIB
S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah, porsi makan yang disediakan habis,, PASI yang diberikan diminum 5 – 6 x 100cc
O : BB : 9 kg, turgor lebih baik, akral tidak pucat, conjungtiva tidak anemis, anak masih menetek, anak tampak ceria kembali
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana no. 4 dan 5 dipertahankan
4. Obserasi intake dan output
5. Lakukan penimbangan BB tiap hari

Catatan Perkembangan
Tanggal 11-9-2001 jam 08.00 WIB
S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah, porsi makan yang disediakan habis PASI yang diberikan diminum 5 – 6 x 100 cc.
O : BB : 9 kg, turgor kurang baik, akral tidak pucat, conjungtiva tidak anemis, anak masih menetek, anak tampak ceria dan bisa diajak bercanda
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana hari ini pulang

3. Diagnosa / masalah : kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi
Evaluasi
Tanggal 8-9-2001 jam 12.30 WIB
S : Ibu mengatakan sudah mengerti tentang penyakit anaknya dan cara pencegahannya.
O : Ibu / keluarga dapat mengulang kembali penjelasan yang diberikan
Keluarga mau dan mampu diikutsertakan dalam proses perawatan,
Keluarga tidak sering bertanya lagi tentang penyakit anaknya,
Keluarga mentaati setiap proses perawatan
A : Tujuan berhasil
P : Rencana dihentikan

















BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada kasus ini dengan menggunakan proses perawatan dan setelah melihat kembali mengenai tinjauan pustaka baik pada konsep dasar, maupun asuhan perawatan, maka didapatkan beberapa kesenjangan dan kesamaan antara teori dan kenyataan di lapangan, yaitu :
4.1. Pengkajian
Pada tahap ini telah ditemukan adanya kesamaan yaitu dalam tinjauan pustaka disebutkan bahwa penyebab terjadinya kejang demam adalah infeksi luar susunan saraf pusat, misalnya: tonsilitis, OMA, bronkitis, faringitis, dan lain-lain. Kenyataannya berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya infeksi (faringitis). Riwayat penyakit sekarang (kejang demam) sesuai dengan kriteria Livingstone, yaitu: umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun, kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit, kejang bersifat umum, kejang timbul dalam 16 jam pertama timbulnya demam, tidak ada kelainan neurologis.
Ditemukan kesenjangan yaitu dalam tinjauan pustaka ditemukan adanya riwayat penyakit kejang dalam keluarga. Kenyataannya di lapangan tidak ditemukan riwayat penyakit kejang dalam keluarga.

4.2 Analisa dan Sintesa Data
Pada tahap ini dalam kasus nyata ditemukan satu diagnosa dan dua masalah sedangkan pada tinjauan pustaka terdapat dua diagnosa dan dua masalah.
4.3 Diagnosa / Masalah Keperawatan
Pada tinjauan pustaka disebutkan bahwa masalah yang mungkin timbul pada kasus kejang demam adalah :
4.3.1 Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
Pada pasien ini tidak lagi terjadi serangan ulang selama di RS meskipun tanggal 9 September 2001 jam 09.00 WIB suhu tubuh masih 38,2º C.
4.3.2 Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot.
Pada pasien hal ini tidak terjadi, karena kejangnya berlangsung hanya sebentar, kurang dari 15 menit, dan tidak terjadi serangan ulang.
4.3.3 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan dengan hiperthermi.
Pada pasien ini terjadi gangguan rasa nyaman (tidur/istirahat) berhubungan dengan hiperthermi. Hal ini terjadi akibat dari proses infeksi yang mengakibatkan suhu panas sehingga pasien menjadi rewel/gangguan pola tidur dan istirahat. Masalah ini tidak diangkat oleh penulis karena criteria hasilnya sama dengan diagnosa pertama yaitu bila suhu tubuh menurun maka tidak terjadi kejang ulang dan masalah gangguan rasa nyaman sudah terpenuhi.


4.3.4 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi.
Pada keluarga hal ini terjadi karena dalam keluarga tidak ada yang pernah menderita kejang. Sehingga keluarga menjadi khawatir tentang keadaan anaknya maka timbul berbagai pertanyaan dari keluarga.
Pada kenyataanya muncul diagnosa/masalah baru pada pasien, yaitu gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan. Hal ini terjadi karena adanya infeksi, yaitu faringitis.

4.4 Perencanaan
Pada tahap ini tidak ditemukan adanya kesenjangn antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Karena muncul diagnosa/masalah baru pada pasien maka muncul perencanaan baru pada tinjauan kasus yang tidak didapatkan pada tinjauan pustaka.

4.5 Pelaksanaan
Pada tahap ini tidak ditemukan adanya kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Muncul pelaksanaan baru sesuai dengan rencana pada kasus yang telah ditemukan di lapangan yang tidak ada dalam tinjauan pustaka.



4.6 Evaluasi
Pada tahap ini ditemukan adanya kesenjangan dimana pada tinjauan pustaka evaluasi tidak ditulis berdasarkan SOAP, sedang pada tinjauan kasus ditulis menggunakan SOAP.



















BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Anak “A” didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
5.1.1 Pengkajian
Pengkajian terpenting dari kejang demam adalah melakukan anamnese selengkap mungkin serta pemeriksaan fisik untuk menetukan penyebab kejang terjadi.
Apabila dari anamnese dan pemeriksaan fisik masih sulit menentukan penyebab kejang demam maka dilakukan pemeriksaan penunjang.
5.1.2 Analisa dan Sintesa Data
Pada tahap analisa data dan sintesa data dalam kasus nyata penulis hanya menemukan satu diagnosa dan dua masalah.
5.1.3 Diagnosa / Masalah Keperawatan
Masalah/diagnosa keperawatan yang muncul akibat dari kejang demam adalah potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi, gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan, kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi
.
5.1.4 Perencanaan
Pada tahap perencanaan dalam kasus nyata ada beberapa langkah tindakan yang ditambahkan penulis selain yang terdapat dalam tinjauan pustaka sesuai kebutuhan klien saat itu.
5.1.5 Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dalam kasus nyata toidak menemui kesulitan karena sikap keluarga yang kooperatif dan sarana dan prasarana yang memadai.
5.1.6 Evaluasi
Evaluasi merupakan kunci keberhasilan dari proses keperawatan, terdiri atas tinjauan laporan pasien dan pengkajian kembali keadaan pasien. Dengan evaluasi akan membantu perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien yang dapat berubah-ubah.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Perawat atau Bidan
Karena kejang demam merupakan kasus gawat darurat pada anak dan sering ditemukan dalam praktek maka perlu mengembangkan kemampuan diri, baik melalui intitusi maupun non intitusi untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan. Dan hendaknya selalu berupaya memberikan asuhan keperawatan yang bermutu dengan memperhatikan pribadi individu yang unik, dimana aspek bio psiko sosial dan spiritual terintegrasi secar utuh.

5.2.2 Bagi Institusi
Karya tulis ini sebagai acuan untuk penulisan karya tulis yang akan datang sebagai pembanding terhadap perubahan – perubahan yang akan datang.



















DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.
Selengkapnya...